PERTANYAAN: “Saya dan istri mengasihi Tuhan dengan segenap hati kami, dan kami tidak ingin melakukan sesuatu yang merupakan dosa di hadapan Tuhan. Pertanyaan kami adalah mengenai oral seks. Apakah secara alkitabiah hal itu salah bagi pasangan menikah?”
Pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang seringkali dilontarkan oleh pasangan suami istri Kristen yang bingung akan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kehidupan seks pasangan Kristen. Alkitab sendiri tidak memiliki ayat khusus yang melarang ataupun membahas mengenai hal itu. Banyak pandangan yang coba dilontarkan oleh berbagai pihak untuk menyatakan penolakan maupun penerimaan terhadap hal ini.
Bagi mereka yang menerima hal ini menyatakan bahwa tidak ada bukti alkitabiah yang menyatakan bahwa oral seks adalah dosa terhadap Allah bagi suami istri yang mengungkapkan cinta satu sama lain dengan cara ini. Bahkan Kitab Imamat dalam Perjanjian Lama yang banyak menyingung mengenai aturan dan larangan yang berhubungan dengan seks bagi kaum Israel, tidak pernah menyebutkan hal itu. Dapat dikatakan tidak ada alasan untuk sepenuhnya berkeyakinan bahwa mengekspresikan kasih sayang kepada pasangan dengan cara ini dilarang atau bahkan akan membahayakan perjalanan iman seseorang dengan Allah.
Bagi mereka yang menolak oral seks berpendapat bahwa secara alkitabiah bagi pasangan Kristen yang telah menikah, ada bagian tubuh dari pasangan yang boleh dan tidak boleh dicium. Dalam keyakinan mereka, hanya ada satu bentuk alkitabiah untuk mengekspresikan seks dalam pernikahan, yaitu melalui sanggama. Mereka meyakini sudut pandang ini berdasarkan landasan Alkitab – melihatnya dari segi kekudusan. Namun dari hal ini pun Alkitab tidak menempatkan batasan dalam hubungan seksual bagi pasangan suami istri yang saleh, bahkan untuk kaum Lewi (yang memiliki berbagai larangan untuk melakukan banyak hal).
Kebanyakan orang Kristen yang berpengetahuan dan dewasa secara rohani menyadari bahwa Tuhan adalah perancang dari seks dan cinta, setiap bagian dan sensasi dari tubuh manusia, dan bahwa IA memaksudkan hubungan antara suami dan istri untuk dipenuhi dengan cinta, sensual, menyenangkan, kreatif dan penuh kenikmatan.
Beberapa ayat dari Kidung Agung diambil dari sudut pandang seorang pasangan yang penuh kasih. Dengan menggunakan bahasa metafora yang romantis dan halus, ia menggambarkan sebuah keindahan, kasih sayang, romantisme, sensualitas, sukacita dan gairah cinta antara suami dan istri. Nyanyian ini seperti berbicara tentang citarasa pencinta, makan dan minum dari tubuh masing-masing [kitab]Kidun2:3[/kitab], [kitab]kidun4:16[/kitab], [kitab]kidun8:2[/kitab]. Tak seorangpun yang dapat yakin dengan makna sesungguhnya dari ayat-ayat ini, namun kita dapat melihat tidak ada bukti di sini maupun di ayat lainnya bagaimana Allah terlalu memusingkan bagian mana dari tubuh mereka yang boleh disentuh, termasuk di mana mereka mencium pasangan mereka.
Yang Allah pedulikan adalah cinta yang Anda miliki antara satu dengan yang lain. Dia ingin semua orang Kristen, termasuk suami dan istri, untuk bersikap baik satu sama lain, sabar, saling menghormati dan tidak mementingkan diri sendiri. Cinta tertinggi adalah murni baik dalam motif maupun tindakan. Ikuti tujuan tersebut, dan Anda tidak mungkin salah.
Bagaimana Dengan Sodom Dan Gomora?
Mungkin Anda pernah mendengar klaim yang mengatakan bahwa oral seks dalam pernikahan adalah salah dengan menghubungkannya dengan kisah kota kuno Sodom dan Gomora. Perbandingan ini tidak sepenuhnya benar dan ofensif. Sangatlah jelas bahwa permasalahan yang terjadi di Sodom tidak ada hubungannya dengan pasangan menikah yang saleh dan penuh cinta kasih dalam mengekspresikan kasih sayang mereka satu sama lain.
Sebaliknya, di sana ada jurang ketidaksalehan, yang menceritakan mengenai cinta antara pasangan menikah sejenis (selain Lot dan istrinya). Kita tidak akan menyebut kejahatan kotor dan mengerikan di mana si jahat mengambil tempat di sana. Hal ini lebih baik untuk tak terkatakan. Cukuplah untuk mengatakan bahwa daftar kejahatan itu akan membuat banyak orang sakit. [kitab]Kejad13:13[/kitab]. Para mahasiswa teologia dan arkeolog tahu bahwa hal-hal yang terjadi di Sodom dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar tidak bertuhan, mengekspresikan keegoisan besar, kurangnya cinta, kebobrokan spiritual yang ekstrim, dan pemberontakan besar terhadap Allah. Dengan kata lain, kehidupan seks suami istri yang saleh itu tidak ada hubungannya dengan masalah-masalah yang terjadi di kota ini, juga tidak ada hubungannya dengan kehancuran.
Meskipun Alkitab tidak secara spesifik menjelaskan apa yang menjadi pertanyaan Anda (selain menyerahkannya pada kesepakatan bersama antara pasangan suami istri), namun Alkitab tidak berdiam diri dalam hal membahas seks dalam pernikahan. Konselor pernikahan Kristen konservative Dr Ed Wheat dan Gloria Okes Perkins merujuk hal itu:
“... Pemahaman alkitabiah mengenai seks akan menghalau hambatan dan ketakutan palsu... Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa ekspresi seksual yang penuh kebahagiaan dalam cinta antara suami dan istri adalah rencana Tuhan... mereka yang kurang mendapatkan informasi benar-benar menganggap bahwa pandangan kolot menjadi alkitabiah karena mereka pikir Alkitab melarang semua kesenangan duniawi. Tentu saja tidak! Bahkan Alkitab jauh lebih liberal mengenai seks daripada apa yang mereka sadari. Dalam pandangan Allah terdapat pengalaman saling menguntungkan antara suami dan istri. Masing-masing memiliki hak yang sama untuk tubuh pasangannya. Masing-masing tidak hanya memiliki kebebasan tapi juga tanggung jawab untuk menyenangkan pasangannya dan disenangkan oleh pasangannya... Prinsip dasar mengenai kenikmatan seks dalam pernikahan dapat ditemukan dalam [kitab]IKori7:3-5[/kitab].
Prinsip kebutuhan: sebuah perintah, untuk memenuhi kebutuhan seksual pasangan kita.
Prinsip otoritas: saat masuk dalam pernikahan, kita benar-benar melepaskan hak atas tubuh kita sendiri, dan menyerahkan otoritas itu kepada pasangan kita. Tubuh istri saat ini adalah milik suami. Tubuh suami saat ini milik istri. Ini berarti bahwa kita harus mencintai tubuh pasangan dan merawatnya seperti tubuh kita sendiri.
Prinsip kebiasaan: kita tidak boleh menipu pasangan kita dengan menjauhi kebiasaan melakukan hubungan seks, kecuali dengan persetujuan bersama untuk beberapa waktu tertentu yang tidak terhitung lama.
Baca Juga Artikel Lainnya: