Para pemimpin pelayanan yang membela orang-orang Kristen yang teraniaya di China menyatakan keprihatinannya atas keselamatan aktivis China Chen Guangcheng setelah ia meninggalkan kedutaan Amerika Serikat.
Pengacara hak asasi manusia yang juga seorang penderita tunanetra ini mengatakan pada hari Rabu (2/5) bahwa ia telah dipaksa meninggalkan kedutaan setelah para pejabat China mengancam akan memukul istrinya sampai mati. Chen berlindung di kedutaan Besar Amerika Serikat pekan lalu setelah melarikan diri dari tahanan rumah.
Menurut Associated Press, Chen telah ditawarkan bantuan untuk meninggalkan China.
“Saya pikir kami ingin beristirahat di sebuah tempat di luar China. Bantu saya dan keluarga saya untuk pergi dengan aman,” ujar Chen kepada AP sebagaimana dilansir Christian Today.
Chen teah memberitahu pihak berwenang kedutaan Amerika akan ancaman yang diajukan pada istrinya, namun Departemen Luar Negeri AS membantah klaim tersebut. Kontroversi yang membayangi kasus Chen telah masuk dalam pembicaraan yang terjadi antara Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dan para pejabat China di Beijing.
Dalam pernyataannya, Hillary mengatakan, “Saya senang bahwa kami dapat memfasilitasi tinggalnya Chen Guangcheng (di kedutaan) dan kepergiannya dari kedutaan Amerika dengan cara yang mencerminkan pilihannya dan nilai-nilai kita. Mr Chen memiliki sejumlah pemahaman dengan pemerintah China mengenai masa depannnya, termasuk kesempatan untuk mengejar pendidikan yang lebih tinggi di lingkungan yang aman.”
Bob Fu, Presiden dari ChinaAid, mempertanyakan apakah Chen akan dapat hidup bebas di China.
“Chen sedang menjadi sorotan dunia saat ini dan hal itu mungkin dapat menolongnya untuk tetap aman dalam jangka pendek, namun saya kuatir apa yang akan terjadi padanya jika perhatian dunia telah beralih dari dirinya,” ungkapnya. “Dunia bebas memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab untuk memastikan keselamatan Chen. Perjuangan Chen akan kemerdekaan adalah satu hal yang merupakan perjuangan kita bersama,” tambahnya.
Baca Juga: