Kehidupan mapan yang kini dirasakan oleh Paulus Mulyadi bukanlah tanpa perjuangan. Lahir dari keluarga yang miskin (tidak mampu) membuatnya harus merasakan susahnya mencari uang sejak kecil. Dalam usia yang masih sangat belia, ia sudah diharuskan orangtua menjual sprei atau pun kerupuk ke tetangga-tetangga.
Sempat timbul rasa iri di hatinya karena di saat ia banting tulang mengais rezeki membantu perekonomian keluarga, teman-teman sebayanya justru asyik bermain. Kalau pun ada masa indah yang ia bisa ingat saat itu adalah kepandaiannya dalam bermain kelereng. Pasalnya berkat hal tersebut, ia selalu bisa mendapatkan uang untuk jajan.
Ekonomi keluarga yang tidak menunjukkan perubahan positif akhirnya membawanya sekeluarga hijrah ke Jakarta. Di usia-usia jelang ABG, Paulus bekerja di rumah makan sederhana milik neneknya sebagai pencuci piring dan pelayan. Tidak hanya itu saja, ia pun mendapat tugas menjual kue buatan ibu ke toko-toko dan warung makanan.
Berjalan waktu, lelah dirasakan oleh Paulus. Ia bahkan menjadi depresi karena harus memikul beban yang seharusnya belum ia pikul. Pada satu kesempatan, ia merencanakan untuk bunuh diri, tetapi gagal karena seorang pendeta yang tinggal dekat dengan rumahnya menahan ia melakukan hal tersebut. Bukan hanya menahan, sang hamba Tuhan ini pun menyadarkan dan membangkitkan semangat hidup dalam dirinya.
Masuk ke dunia perkuliahan tak lantas membuatnya dapat ongkang-ongkang kaki. Ia tetaplah berjualan dan dagangan yang ia tawarkan ke orang saat itu adalah panci. Setelah mencoba beberapa waktu, kegagalan tetap ia alami.
Di saat sedang merasa terpuruk, ia bertemu dengan seorang bapak yang pada akhirnya mengajaknya berdagang. Melalui bapak ini, ia bisa mengetahui cara berjualan yang memikat hati calon pembeli.
Setelah merasa cukup pengalaman dan bisa mandiri, ia pun memutuskan membangun usahanya sendiri. Lewat kegigihan, kerja keras, mental baja, doa dan pengharapan, Paulus akhirnya sukses membangun bisnisnya.
"Tanpa saya sadar, saya jadi salesman itu dari kecil ternyata. Door to door itu jadi bagian saya dari kecil. Baru sekarang saya lihat, baru sekarang saya beryukur pada Tuhan, kalau saya itu punya mental baja dan nggak malu, dan itu ternyata merupakan proses dalam kehidupan saya. Saya bersyukur Tuhan memproses saya sedemikian rupa, sehingga sekarang saya tahan banting," ungkapnya.
Baca juga :
Jualan Angkringan Ibu Ini Langsung Laris Gara-gara Obat Malam
Tinggalkan Rasa Sakit Anda di Pasir
Thread Forum JC : Pengumuman Pemenang Lomba "Provokator" Komentar yang Positif & Inspiratif
Kisah Nyata Pria yang Mau Bunuh Diri Karena Beratnya Beban Hidup
Sumber : Jawaban.Com / bm