Penganiayaan terhadap umat Kristen di Myanmar terus memburuk sejak kudeta militer pada Februari 2021. Laporan terbaru dari Christian Solidarity Worldwide (CSW) mengungkap lebih dari 220 gereja dihancurkan dan sedikitnya 85 pendeta tewas akibat serangan udara, penembakan, dan penyiksaan oleh junta militer.
Wilayah Kristen Jadi Sasaran Utama
Negara Bagian Chin, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, menjadi pusat serangan brutal. Gereja-gereja tidak hanya dirusak, tetapi juga dijarah, dipasang ranjau, hingga digunakan sebagai barak militer. Bahkan di kota-kota besar seperti Yangon dan Rakhine, pertemuan gereja rumahan kini dilarang dan umat Kristen diwajibkan menyerahkan daftar hadir ibadah kepada polisi.
Tak hanya umat Kristen, biara Buddha, masjid, dan komunitas Muslim Rohingya juga menjadi target kekerasan.
Wajib Militer Dijadikan Senjata Tekanan
CSW menyoroti penggunaan undang-undang wajib militer 2024 untuk merekrut paksa warga Rohingya, yang sebelumnya telah menjadi korban genosida. Banyak dari mereka dipaksa menjadi tameng manusia di zona perang, memperburuk ketegangan antaretnis dan mempercepat kehancuran komunitas mereka.
Diskriminasi dalam Pemulihan Bencana
Setelah gempa bermagnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Maret lalu, pemerintah hanya mengizinkan pembangunan kembali gereja dan masjid dengan desain lama tanpa renovasi. Kebijakan ini tidak berlaku bagi kuil Buddha, membuat banyak rumah ibadah minoritas tetap rusak dan tidak layak digunakan.
Propaganda Junta: “Lindungi Buddha, Serang Minoritas”
Pemimpin junta Min Aung Hlaing menampilkan dirinya sebagai pelindung agama Buddha, sambil mempromosikan milisi nasionalis untuk menuduh umat Kristen dan Muslim sebagai ancaman asing. CSW menilai strategi ini sebagai bagian dari taktik militer “Empat Pemotongan”, yang bertujuan melemahkan jaringan bantuan kemanusiaan dan organisasi berbasis agama.
Seruan Mendesak: Sanksi Internasional & Bantuan Kemanusiaan
Pendiri CSW, Mervyn Thomas, menegaskan bahwa situasi ini membutuhkan tindakan global segera. Ia meminta:
“Penargetan gereja dan pendeta adalah serangan terhadap iman itu sendiri,” tegas Thomas. “Saat umat Kristen di dunia berdoa untuk gereja yang teraniaya, umat beriman di Myanmar terus menghadapi penindasan brutal.”
Sumber : christiantoday.com