Tragedi di lingkungan kampus Universitas Udayana, Bali, baru-baru ini mengguncang publik. Seorang mahasiswa bernama Timothy Anugerah Saputra (22 tahun) ditemukan meninggal setelah jatuh dari lantai 4 gedung FISIP Unud, Kampus Sudirman, Denpasar.
Kabar itu langsung memicu gelombang duka dan pertanyaan besar. Ada yang bilang Timothy terpeleset, ada juga yang menduga dia melompat karena tak kuat menanggung tekanan. Namun di balik simpang siur itu, satu isu mencuat paling kuat adalah dugaan bullying.
Beredar tangkapan layar grup chat yang memperlihatkan ejekan dan hinaan terhadap Timothy, bahkan setelah dia meninggal. Banyak yang menilai rekan-rekannya kurang empati, bahkan kejam. Disebut ada lebih dari sepuluh orang yang terlibat, beberapa di antaranya berasal dari organisasi kampus dan fakultas lain.
Kasus ini membuat publik menyoroti lagi satu hal yang sering diabaikan, yakni kesehatan mental mahasiswa yang menjadi korban perundungan.
Mahasiswa Cerdas yang Jadi Penyendiri
Menurut teman-temannya, Timothy dikenal sebagai mahasiswa cerdas dengan IPK tinggi dan pribadi yang ramah. Tapi belakangan, perilakunya berubah. Ia menjadi pendiam, menarik diri, dan bahkan disebut pernah menyakiti dirinya sendiri.
Perubahan drastis itu adalah sinyal klasik dari anxiety atau gangguan kecemasan yang membuat seseorang terus-menerus merasa tertekan, cemas, dan tidak aman.
Bullying seringkali menjadi pemicu utama munculnya anxiety. Korban bisa merasa terasingkan, tidak berharga, dan terjebak dalam overthinking yang tak berujung. Banyak juga yang mengalami insomnia, kehilangan semangat belajar, hingga menghindari interaksi sosial karena takut disakiti lagi. Sayangnya, kondisi ini sering dianggap sepele di lingkungan kampus.
Anxiety di Kalangan Mahasiswa Jadi Masalah yang Nyata
Banyak mahasiswa di Indonesia pernah merasakan gejala kecemasan karena tekanan akademik maupun sosial. Padahal, lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat bertumbuh, terkadang justru berubah menjadi sumber luka baru.
Banyak mahasiswa di Indonesia pernah merasakan gejala kecemasan karena tekanan akademik maupun sosial. Padahal, lingkungan kampus yang seharusnya menjadi tempat bertumbuh, terkadang justru berubah menjadi sumber luka baru.
Kasus Timothy menyingkap fakta ini, bahwa masih banyak kampus yang belum sigap menangani isu bullying dan kesehatan mental, meski sudah punya satgas atau peraturan anti kekerasan.
Dari kisah Timothy, kita belajar bahwa anxiety bisa tumbuh dari luka yang terus diabaikan. Tapi jika Anda mungkin sedang mengalami hal serupa, jangan menyerah. Langkah-langkah berikut ini bisa membantu Anda mengatasi anxiety yang Anda alami:
Pertama, akui dan validasi perasaanmu. Anxiety bukan kelemahan, dan bullying bukan salahmu. Catat gejala yang kamu rasakan, misalnya seperti jantung berdebar, sulit tidur, atau overthinking untuk mengenali polanya. Dengan memahami apa yang Anda alami, Anda sedang mengambil langkah pertama untuk bangkit.
Kedua, cari dukungan langsung. Laporkan kasus perundungan ke satgas kampus atau dosen yang kamu percaya. Jangan diam. Kalau kondisinya sudah parah, hubungi pihak berwenang. Bicaralah juga dengan orang terdekat. Ceritakan bebanmu pada teman, mentor, atau komunitas rohani. Mengisolasi diri hanya akan memperparah anxiety.
Ketiga, kelola kecemasan sehari-hari dengan hal-hal sederhana seperti olahraga ringan, tidur cukup, dan makan sehat. Ingatlah Firman Tuhan dalam 1 Yohanes 3:1, “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.”
Langkah kecil ini bisa membantu menenangkan pikiran yang kalut.
Terakhir, jangan ragu mencari bantuan profesional. Jika kamu merasa tidak sanggup lagi menghadapi hari-hari dengan pikiran penuh kecemasan atau bahkan keinginan mengakhiri hidup, hubungi konselor kampus, psikolog, atau Layanan Doa CBN juga tersedia untuk mendukung Anda, hubungi kami melalui WhatsApp di 0822-1500-2424 atau klik banner di bawah artikel ini.
Kasus Timothy menjadi cermin bagi dunia kampus dan kita semua bahwa mental health bukan isu yang bisa diremehkan. Di balik senyum mahasiswa berprestasi, bisa saja tersembunyi pergulatan batin yang tak terlihat.
Kiranya kisah ini mengingatkan kita untuk lebih peka, lebih berempati, dan berani membangun lingkungan kampus yang aman bagi setiap jiwa.
Sumber : Berbagai sumber | Jawaban.com