Sulit dibayangkan betapa pilunya para murid dan orang-orang terdekat Yesus melihat Dia disalibkan. Ketika paku menembus tangan dan kaki-Nya, tubuh tergantung di kayu salib yang menjadi tempat terakhir-Nya menghembuskan nafas sebagai manusia. (Lukas 23: 44-46)
Saat itu, mereka belum memahami bahwa semua penderitaan ini adalah bagian dari rencana ilahi keselamatan Allah bagi semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus.
Kini, kita tahu bahwa salib bukan akhir, tapi awal keselamatan bagi siapa saja yang percaya. Oleh karena itulah, kita tidak bisa menyia-nyiakan kasih sebesar ini.
“Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu?” (Ibrani 2:3). Hanya di dalam Yesus ada keselamatan (Kisah Para Rasul 4:12).
Di tengah penderitaan salib, seorang penyamun yang menyesali dosanya berkata, “Yesus, ingatlah akan aku...” dan Yesus menjawab, “Hari ini juga engkau akan bersama Aku di Firdaus.” Inilah gambaran paling jelas bahwa keselamatan adalah anugerah, bukan hasil perbuatan (Ef 2:8-9).
Meskipun penyamun itu tak sempat berbuat baik, tapi imannya kepada Yesus menyelamatkannya. Kasih karuniaNya tersedia bagi setiap orang, bahkan bagi mereka yang pernah menganiaya adan mengutuk Yesus sekalipun bisa menjadi orang percaya yang menerima anugerah keselamatan tersebut suatu hari nanti.
Di tengah penderitaan-Nya di kayu salib, Yesus masih tetap memikirkan orang lain. Ia mempercayakan Maria, ibu-Nya, kepada murid yang dikasihi-Nya, Yohanes: “Inilah ibumu.”
Tindakan ini mencerminkan kasih dan tanggung jawab-Nya bahkan di saat terakhir.
Yesus memberi teladan bahwa kasih sejati tidak memikirkan diri sendiri, tetapi peduli dan bertindak untuk orang lain, sekalipun tengah mengalami penderitaan.
Hidup orang Kristen seharusnya mencerminkan kasih pengorbanan ini, setia, taat, dan rela melayani di tengah kesulitan.
Ketika Yesus mengembuskan napas terakhir-Nya, tabir di Bait Suci terbelah dua dari atas ke bawah. Ini adalah tanda berakhitnya Perjanjian Lama dan awal mula Perjanjian Baru.
Melalui kematian Yesus Kristus, manusia tidak lagi terpisah dari Allah karena dosa. Yesus telah membuka jalan baru menuju Allah, tidak lagi dengan korban binatang atau hukum, tetapi melalui kasih karunia.
Kini kita dapat datang kepada Allah tanpa penghalang, melalui darah Kristus.
Setelah Yesus mati di kayu salib, seorang pria bernama Yusuf dari Arimatea yang merupakan anggota Mahkamah Agama, diam-diam percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan oleh Alkitab, menguburnya di sebuah makam baru yang belum pernah dipakai, sebagai bentuk penghormatan terakhir.
Rupanya, Yusuf menentang pengadilan dan penyaliban Yesus. Meski ia takut pada konsekuensi jika mengakui keyakinannya secara terbuka (Yohanes 19:38), pada akhirnya Yusuf memberanikan diri meminta tubuh Yesus kepada Pilatus untuk menguburkannya dengan layak.
Pengorbanan Yesus bukan hanya untuk menebus dosa manusia, tetapi juga merupakan kemenangan atas maut. Hukuman yang seharusnya ditanggung semua orang karena dosa.
Allah yang adil menuntut hukuman atas dosa, namun karena kasih-Nya, Ia memberikan Yesus sebagai pengganti, agar kita tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal (Yohanes 3:16).
Kasih dan pengampunan itu nyata ketika Yesus di kayu salib berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34).
Sayangnya, banyak orang menolak taat kepada Allah karena kurangnya hikmat. Ironisnya, ketidaktaatan inilah yang menjadi alasan Yesus harus mati.
Masih banyak orang yang menolak untuk menerima karunia keselamatan yang hanya ada melalui pengorbanan Yesus Kristus. Sebagai orang Kristen, kita diutus untuk memberitakan keberan-Nya sehingga lebih banyak orang yang menerima karunia keselamatan ini.
Maukah Anda berpartisipasi dalam menyebarkan kebenaran ini sehingga ada lebih banyak orang yang menerima karunia keselamatan? Dukung pelayanan kami dengan bermitra bersama CBN. Daftarkan diri Anda dengan klik tombol di bawah:
Sumber : gotquestion