Pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran yang berdampak signifikan pada sektor pendidikan.
Salah satu kementerian yang terkena kebijakan ini adalah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), yang mengalami pemangkasan anggaran mencapai Rp 22,5 triliun dari total pagu anggaran 2025 sebesar Rp 57,6 triliun.
Pemangkasan anggaran pendidikan ini memicu berbagai konsekuensi, termasuk potensi pengurangan dana beasiswa, risiko kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta berkurangnya anggaran untuk penelitian.
Pemangkasan Anggaran Berpotensi Mengurangi Beasiswa
Sejumlah program beasiswa yang dikelola Kemendikti Saintek terancam mengalami pengurangan dana akibat efisiensi anggaran.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyebutkan beberapa beasiswa yang terdampak, di antaranya:
Meskipun ada upaya untuk mempertahankan anggaran beasiswa di level semula, risiko pemangkasan tetap menjadi perhatian, terutama bagi mahasiswa yang bergantung pada bantuan pendidikan ini.
UKT Berpotensi Naik Akibat Pemangkasan Dana Kampus
Sekretaris Jenderal Kemendikti Saintek, Togar M. Simatupang, menyatakan kekhawatirannya bahwa pemangkasan anggaran pendidikan dapat mendorong kampus menaikkan UKT.
Terutama karena dana untuk riset, yang merupakan bagian penting dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, terkena pemotongan cukup besar.
Untuk mencegah kenaikan UKT, Kemendikti Saintek memutuskan untuk tidak memangkas dana bantuan bagi perguruan tinggi.
Salah satu pos anggaran yang dipertahankan adalah Pusat Unggulan Antar-Perguruan Tinggi (PUA-PT), yang semula direncanakan akan dikurangi 50% dari Rp 250 miliar menjadi Rp 125 miliar. Namun, Kemendikti Saintek berhasil mengembalikan pagu anggaran ini ke angka semula.
Meski demikian, jika pemangkasan dana pendidikan terus berlanjut tanpa ada alternatif sumber pendanaan lain, perguruan tinggi dapat terpaksa menaikkan biaya kuliah demi menutupi kekurangan anggaran operasional.
Halaman selanjutnya →
Sumber : tempo