Kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), telah membawa perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari. Generasi Alfa, anak-anak yang lahir setelah tahun 2010, dianggap sebagai generasi paling terdidik dengan akses luas ke informasi melalui teknologi seperti media sosial, YouTube, dan internet. Namun, di balik keunggulan ini, muncul kekhawatiran tentang pengaruh AI terhadap fungsi kognitif, kesehatan mental, dan gaya hidup mereka.
Dalam diskusi bersama Novita Tandry, Psikolog Anak, dan Remaja, di program Cahaya Bagi Negeri, mengingatkan pentingnya peran orang tua di era digital.
"AI itu seperti pedang bermata dua. Jika digunakan dengan bijaksana, hasilnya bisa positif. Namun, tanpa pengawasan, AI bisa menjadi pengganti peran orang tua, yang pada akhirnya berdampak buruk pada perkembangan anak," ujarnya.
Menurut Novita, kekhawatiran tentang teknologi bukan hal baru. "Sejak revolusi industri pertama, selalu ada ketakutan. Dulu, ditemukan mesin cuci, orang takut jadi malas. Sekarang, ada AI yang mempermudah segalanya, termasuk kegiatan fisik," jelasnya.
Namun, penelitian menunjukkan hasil yang beragam. Di satu sisi, AI membantu anak-anak belajar lebih cepat dan menjadi lebih cerdas secara kognitif. Di sisi lain, ketergantungan pada teknologi dapat menyebabkan penurunan kreativitas dan fungsi kognitif, serta gaya hidup sedentari yang memperburuk kesehatan fisik.
"Generasi Alfa memang cerdas secara kognitif, tetapi jika teknologi tidak digunakan dengan bijak, mereka berisiko menjadi generasi yang malas dan kurang berkreasi," tambah Novita.
Sumber : Cahaya Bagi Negeri