Setelah hampir dua dekade menjalani hukuman penjara di Tiongkok, Pendeta David Lynn, seorang rohaniwan asal California, akhirnya bisa menghirup udara kebebasan dan kembali ke Amerika Serikat.
Kabar ini disambut dengan sukacita oleh banyak pihak, terutama mereka yang telah mengikuti perjalanannya sejak penahanannya pada tahun 2006. Lynn ditangkap oleh otoritas Tiongkok saat membangun sebuah pusat pelatihan Kristen di Beijing yang dianggap ilegal oleh pemerintah setempat. Tuduhan penipuan dijatuhkan kepadanya, meskipun Lynn terus bersikeras bahwa ia tidak bersalah.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat secara resmi mengeluarkan pernyataan, menyambut baik kepulangan Pendeta Lynn. Salah satu tokoh yang berperan besar dalam proses pembebasan ini, Dr. Steven Schneck, Ketua Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, menyampaikan kegembiraan dan rasa syukur atas berakhirnya masa penahanan Lynn. Dalam sebuah wawancara, Dr. Schneck mengungkapkan bahwa pembebasan Lynn telah diupayakan oleh banyak pihak, baik di dalam pemerintahan Amerika Serikat maupun oleh organisasi internasional.
"Sejak pengumuman pada tanggal 15, kami sangat senang dan berterima kasih atas pembebasan ini. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk membebaskan Pendeta Lynn," ungkap Dr. Schneck.
Penahanan yang Berlarut-larut
Penahanan Pendeta Lynn sejak 2006 menimbulkan banyak pertanyaan, terutama terkait alasan di balik keputusan untuk menjebloskannya ke penjara. Menurut Dr. Schneck, Lynn merupakan bagian dari gerakan Gereja Rumah Protestan di Tiongkok, sebuah kelompok umat Kristiani yang menolak untuk tunduk kepada gereja-gereja yang disetujui oleh negara. Sejak Presiden Xi Jinping memegang kekuasaan, tekanan terhadap gereja-gereja rumah ini meningkat, dan Pendeta Lynn menjadi salah satu korbannya. Proses panjang yang diperlukan untuk membebaskannya mencerminkan kompleksitas hubungan antara pemerintah Tiongkok dan kebebasan beragama.
"Sekarang ini, situasi semakin menakutkan bagi umat Kristiani di Tiongkok, terutama mereka yang menolak untuk mengikuti aturan Partai Komunis yang berusaha mengontrol gereja-gereja di sana," jelas Dr. Schneck.
Ancaman Terhadap Kebebasan Beragama
Kasus Pendeta Lynn bukanlah satu-satunya. Banyak umat Kristiani, termasuk umat Buddha Tibet, Muslim, Katolik bawah tanah, hingga pengikut Falun Gong, mengalami perlakuan serupa di Tiongkok. Meski demikian, perhatian internasional terhadap pelanggaran kebebasan beragama di negara tersebut masih terbilang minim. Dr. Schneck menggarisbawahi bahwa isu kebebasan beragama seringkali tertutupi oleh kepentingan geopolitik yang lebih besar, sehingga tidak mendapat perhatian yang layak dari negara-negara Barat.
Sebagai penutup, Dr. Schneck menekankan pentingnya bagi komunitas internasional, terutama Amerika Serikat, untuk terus menekan pejabat Tiongkok yang terlibat dalam pelanggaran kebebasan beragama dengan sanksi-sanksi yang tegas.
Pembebasan Pendeta Lynn memberikan secercah harapan bagi mereka yang masih memperjuangkan kebebasan beragama di seluruh dunia. Namun, tantangan masih ada, dan komunitas internasional harus tetap waspada agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
Bagikan kisah pembebasan Pendeta David Lynn yang menginspirasi ini dan bantu sebarkan kesadaran tentang pentingnya kebebasan beragama di seluruh dunia. Klik untuk membaca dan dukung perjuangan umat beragama yang masih tertindas di Tiongkok!
Sumber : CBN NEWS