Apa yang Harus Orang Kristen Lakukan Saat Mengalami KDRT?
Sumber: canva.com

Relationship / 4 October 2022

Kalangan Sendiri

Apa yang Harus Orang Kristen Lakukan Saat Mengalami KDRT?

Claudia Jessica Official Writer
5822

Alkitab tidak membahas masalah pelecehan atau kekerasan pasangan sebagai alasan perceraian, meskipun jelas seperti apa yang Allah harapkan dari sebuah pernikahan (Efesus 5:22-33), dan pelecehan bertentangan dengan segala sesuatu yang saleh.

Kekerasan fisik terhadap pasangan adalah tidak bermoral dan tidak boleh ditoleransi oleh siapa pun. Tidak seorang pun harus tetap berada di lingkungan yang tidak aman, apakah itu melibatkan pasangan menikah, anggota keluarga, teman, majikan, pengasuh, bahkan orang asing sekalipun.

 

1. Mencari Tempat yang Aman

Korban pelecehan atau KDRT atau penganiayaan harus segera mencari tempat yang aman. Jika ada anak-anak yang terlibat juga, mereka harus dilindungi dan dijauhkan dari situasi tersebut. Tidak ada tindakan yang alkitabiah tentang perpisahan, tetapi pada kenyataannya melindungi diri sendiri dan anak-anak adalah hak moral setiap manusia.

Alkitab tidak pernah memerintahkan manusia untuk bercerai sekalipun dalam kasus KDRT. Alkitab hanya menetapkan dua alasan yang dapat diterima untuk perceraian: pengabaian oleh pasangan yang bukan orang percaya (1 Korintus 7:15), dan perzinahan (Matius 5:32). Alkitab tidak pernah menuliskan KDRT sebagai alasan perceraian yang dapat diterima.

Tuhan mengizinkan perceraian dalam hal penelantaran dan perzinahan, tetapi bahkan keadaan tersebut tidak secara otomatis memicu proses perceraian; perceraian masih merupakan pilihan terakhir.

 

BACA JUGA: Apa Kata Alkitab Tentang Pasangan Yang Kasar dan Melecehkan?

 

2. Bertobat

Dalam kasus perselingkuhan, akan lebih baik apabila pasangan Kristen bertobat dan berdamai alih-alih bercerai. Lebih baik mengulurkan pengampunan dan kasih yang diberikan Allah dengan cuma-cuma kepada kita daripada menyimpan dendam (Kolose 3:13).

Bagaimanapun juga, rekonsiliasi jauh berbeda. Rekonsiliasi dengan pasangan yang kasar sepenuhnya bergantung pada pelaku yang membuktikan perubahannya, yang mungkin bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun sampai hal tersebut benar-benar terjadi. Perpisahan dari pasangan yang kasar kemungkinan berlangsung lama.

Selama masa perpisahan terjadi, pelaku bertanggungjawab untuk mencari bantuan. Hal pertama dan yang terpenting adalah dia harus mencari Tuhan. “Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan,” (Matius 7:8).

Tuhan memiliki kuasa untuk memulihkan setiap individu dan hubungan. Dia harus menjadi Tuhan atas hidup kita, Tuhan atas aset kita, dan kepala rumah tangga kita. Bantuan psikologis juga menjadi elemen penting dalam proses pemulihannya.

Jika pelaku menunjukkan perubahan yang yang dapat diverifikasi, dikonfirmasi secara independen, hubungan dapat dilanjutkan dengan sangat hati-hati. Suami maupun istri harus berkomitmen pada jalan Allah dan mengembangkan hubungan mereka dengan Allah.

“Jauhkanlah jalan dusta dari padaku, dan karuniakanlah aku Taurat-Mu. Aku telah memilih jalan kebenaran, telah menempatkan hukum-hukum-Mu di hadapanku,” (Mazmur 119:29–30).

 

BACA JUGA: Tuhan Yesus Pulihkan Suami Saya yang Tak Pernah Nafkahi Keluarga – Muryanti

 

3. Komitmen kembali

Komitmen kepada Tuhan harus disertai dengan konseling intensif dari seorang pendeta terpercaya atau konselor berlisensi yang merupakan orang percaya. Pertama, konseling harus dilakukan secara individu, kemudian sebagai pasangan, dan terakhir sebagai keluarga karena semua membutuhkan bantuan untuk mengalami pemulihan. Pemulihan bukan hal yang mustahil bagi orang yang benar-benar bertobat dengan rendah hati dan berserah kepada Tuhan (2 Korintus 3:18).

Ada beberapa daftar “red flag” yang harus dicari sebelum memasuki hubungan permanen. Sayangnya indikator-indikator ini mungkin tidak terlihat sampai setelah pernikahan berjalan kembali karena banyak pelaku kekerasan yang pandai menyembunyikan sifat aslinya.

Beberapa daftar yang harus diwaspadai adalah kecemburuan irasional, kebutuhan untuk mengendalikan, temperamen yang mudah tersulut, kekerasan terhadap hewan, upaya untuk mengisolasi orang lain dari teman dan keluarganya, penyalahgunaan narkoba atau alkohol, dan tidak menghormati batasan, privasi, ruang pribadi, atau nilai moral. Jika Anda melihat salah satu dari tanda-tanda peringatan ini pada seseorang yang menjalin hubungan dengan Anda, mintalah saran dari seseorang yang akrab dengan situasi yang pelecehan.

Jika saat ini Anda berada dalam situasi pelecehan, apakah pelaku adalah pasangan, orang tua, anak, pengasuh, guru, saudara, atau siapa pun, ketahuilah bahwa Tuhan tidak ingin Anda tetap berada dalam situasi itu.

Bukanlah kehendak Tuhan bagi Anda untuk menerima pelecehan fisik, seksual, atau psikologis. Tinggalkan situasinya, temukan seseorang untuk membantu Anda tetap aman, dan segera libatkan penegak hukum.

Anda juga bisa menghubungi Sahabat24 yang akan membantu dan mendoakan Anda. Anda bisa menghubungi Sahabat24 melalui WhatsApp di nomor 0822-1500-2244 atau klik: bit.ly/InginDidoakan

Terlebih dari itu semua, mohon petunjuk dan perlindungan Tuhan.

 

BACA JUGA: Paus Fransiskus : Menyakiti Wanita Berarti Menghina Tuhan

 

Sumber : gotquestions.org
Halaman :
1

Ikuti Kami