Sebutan “sahabat orang berdosa” begitu lekat diberikan pada Yesus. Semua itu gara-gara Ia sering terlihat makan semeja dengan mereka yang dianggap “tidak bersih lingkungan”. Para ulama Yahudi sering merasa gerah saat melihat Yesus dari Nazaret berkumpul dengan preman, koruptor, PSK dan kaum “pinggiran”. Selama ini kaum agamawi telah membangun tembok pemisah antara “kami para ulama” dan mereka para pendosa. Ada semacam rasa takut jika dosa mereka akan menular dan mengotori hidup dan ibadah mereka. Sekat pembatas itu telah membuat jarak dalam tatanan sosial.
Penderita penyakit lepra harus diasingkan, wanita menderita pendarahan dianggap najis, pezinah harus dirajam batu, jangan sekali kali makan di rumah pemungut cukai, memyembuhkan orang lepra di hari Sabat tidak dibenarkan. Tanpa sadar, perilaku ini telah menghakimi mereka yang dianggap kotor, najis, dan tersisih. Seolah tidak ada jalan keluar untuk memulihkan harkat dan martabat mereka sebagai ciptaan Allah. Kecuali jika kaum pendosa itu mempersembahkan korban pengampunan dosa. Aturan yang sangat legalistik itu justru menjauhkan pendosa untuk kembali pada pencipta-Nya. Ritual agama menjadi beban hidup, dan manusia semakin sulit untuk membaharui hidup.
Para ulama lupa bahwa agama hadir untuk menuntun mereka yang hidup dalam dosa, menerangi mereka yang gelap, menghidupkan harapan, dan mengangkat kembali harkat manusia sebagai ciptaan Allah. Kehidupan yang legalistis itu telah menjadi beban hidup dan menciptakan kemunafikan. Yesus datang ke dalam dunia untuk menolong manusia terbebas dari beban hidup. Itulah sebabnya ia pernah memberikan undangan "Marilah kepadaku hai kamu yang letih lesu dan berbeban berat, aku akan memberikan kelegaam kepadamu." Yesus juga pernah memberikan jaminan bahwa kehadirannya memang khusus untuk mereka yang terbebani oleh dosa.
Itulah sebabnya dengan jelas Yesus mengatakan "...karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Untuk itu jangan heran jika Yesus sering berkumpul dengan Matius dan Zakeus si pemungut cukai atau bercakap cakap dengan wanita Samaria. Sejak dari awal Ia sudah menyatakan panggilan hidup-Nya "Roh Tuhan ada pada-Ku, sebab Ia sudah melantik Aku untuk memberitakan Kabar Baik kepada orang miskin. Ia mengutus Aku untuk mengumumkan pembebasan kepada orang tertawan dan kesembuhan bagi orang buta; untuk membebaskan orang tertindas..."
Agama tanpa belas kasihan akan kehilangan kekuatannya. Keyakinan tanpa tindakan nyata tidak ada gunanya. "Orang sakit tidak perlu tabib". Orang suci tidak perlu gereja. Sudah saatnya gereja harus berfokus untuk menolong, menjangkau, memuridkan dan memulihkan orang berdosa. Jangan sampai kita kehilangan passion dan compassion untuk mereka yang ada di hati Tuhan. Bukankah anak manusia datang untuk menyelamatkan yang terhilang?
Jadikan bulan natal ini sebagai 'bulan peringatan bahwa kita telah dipilih dan dipanggil untuk melakukan apa yang Yesus lakukan, datang untuk orang yang berdosa. Jangan lupa mengundang mereka hadir dalam acara perayaan natal di gereja Anda. Jangan hanya mengundang orang saleh, orang kaya, orang benar atau orang terhormat. Undanglah mereka yang tersisih, tercecer, terhina, terpojok dan terlupakan. Selamat menyambut bulan Natal 2016.
Penulis: Pdt Paulus Wiratno
Sumber : Pdt Paulus Wiratno (diedit seperlunya tanpa mengurangi atau menambah maksud penulisan, oleh Daniel Tanamal - Jawaban.com)