Ambisi terbesar saya adalah saya ingin mengalahkan orang lain. Saya ingin menjadi nomor satu. Pokoknya saya ingin terlihat hebat. Saya juga menomorsatukan pekerjaan saya dibandingkan Tuhan.
Setiap hari, saya bekerja dari pagi sampai tengah malam. Tanpa saya sadari pekerjaan saya di bidang bisnis marketing membuat saya lupa waktu.
Namun di luar dari yang saya pikirkan, kesehatan saya semakin memburuk di pertengahan tahun 2019 yang lalu. Secara gak langsung saya tidak menyadarinya.
Karena kehidupan saya dari keluarga susah, saya gak mau hidup saya juga susah jadinya saya tetap memaksakan diri saya untuk terus bekerja. Saya masih tetap melakukan kegiatan saya. Pergi traveling ke luar negeri.
Di bulan November tahun 2019, saya masih ingat saya sudah tidak lagi bisa melakukan aktivitas seperti biasa. Saya akhirnya pergi memeriksakan diri ke dokter. Dokter A bilang saya sakit maag. Lalu saya pergi lagi ke dokter kenalan suami saya.
Akhirnya kami diperkenalkan kepada salah satu dokter internist ternama. Lalu dokternya mendiagnosa bahwa saya mengalami sakit jantung.
Dari sana saya dirujuk ke EKG. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa detak jantung saya mencapai 159. Tapi dokter kembali mendiagnosa bahwa saya mengalami penyakit tiroid. Akhirnya dokter merujuk saya untuk tes darah. Tetapi hasil pemeriksaan tersebut menemukan jika kondisi saya normal.
Masa-masa itu adalah titik terendah dalam hidup saya. Karena saya gak tahu penyakit saya apa. Selama saya sakit berbulan-bulan, terus terang saya tidak pernah melihat cermin. Saya down karena saya melihat diri saya tampak sangat tua, kurus dan jelek, tidak seperti saya yang dulu.
Jadi hari itu saya memutuskan saya tidak mau bercermin lagi.
Baca Juga: Aku Dibebaskan Dari Kuasa Kegelapan- Jenny Kusuma
Alami Gangguan Pikiran
Akhirnya saya memutuskan untuk mencari dokter psikiater. Karena saya gelisah dan tidak bisa tidur. Saya menceritakan semua kondisi saya kepada dokter tersebut dan ternyata saya baru tahu jika penyakit yang saya derita muncul dari kondisi yang saya buat sendiri.
Jadi saya merasa penyakit saya ini muncul dari kepahitan. Sehingga saya mencari tahu siapa orang yang saya benci, siapa orang yang punya masalah dengan saya. Sama akhirnya saya menyadari bahwa itu bukan masalah dari penyakit saya.
Waktu itu saya ingat, tanggal 21 Desember 2019 saya panas tinggi. Waktu saya masuk rumah sakit, saya gak tahu bahwa ternyata nilai albumin saya itu tinggal dua (dari albumin normal 3.5 hingga 4.5 mg/dL). Akhirnya saya memutuskan untuk menjalani transfusi albumin. Saat proses transfuse tersebut, saya mengalami masa kritis dimana hidup saya sepertinya akan berakhir.
Saat itu, saya merasa akan kehilangan nyawa saya. Kondisi yang saya alami saat itu sangat mencekam. Saya teriak sekencang-kencangnya sampai satu lantai rumah sakit kaget.
Sumber : Solusi TV