Seorang pria diberi tanggung jawab untuk memimpin dalam segala bidang kehidupannya, termasuk keuangan.
Sebagai kepala keluarga, pria mengambil peran sebagai suami
sekaligus ayah. Dan hal inilah yang mendorongnya untuk jadi tulang punggung
atau pencari nafkah keluarga. Bisa dibilang pendapatan seorang suami sangat menentukan kesejahteraan keluarganya.
Namun di masa ini, ada banyak istri yang juga memilih untuk bekerja.
Gak sedikit pula dari istri yang bahkan punya penghasilan yang lebih besar dari
suami. Dalam kondisi ini muncul pertanyaan, apakah penghasilan istri yang lebih tinggi dari suami bisa mempengaruhi peran suami?
Di tengah masyarakat modern ini, ada banyak istri yang mendapatkan
penghasilan yang lebih banyak. Banyak wanita lulusan perguruan tinggi mendapatkan pekerjaan penuh waktu dengan bayaran yang sangat baik.
Bagi pasangan menikah yang belum punya anak, biasanya suami
istri akan memutuskan untuk bekerja. Dan saat istri hamil mereka kemudian akan memutuskan
apakah dia akan terus bekerja atau di rumah saja. Ada banyak dari istri yang sudah
punya pekerjaan bagus dan penghasilan yang tinggi memilih untuk terus bekerja. Hal
ini seolah-olah jadi gambaran dari figur seorang wanita yang digambarkan dalam Amsal 31.
Tapi gak dipungkiri, persaingan pria dan wanita di dunia kerja
bisa sangat mengkuatirkan banyak pria. Beberapa pria bisa merasa dikalahkan saat
penghasilan istrinya jauh lebih tinggi. Saat suasana persaingan ini mulai muncul, hubungan pun jadi taruhannya.
Karena itu, penting sekali bagi suami-suami Kristen untuk memahami
prinsip pernikahan saat berada dalam situasi dimana istri punya penghasilan lebih tinggi dari suami.
1. Identitas gak ditemukan dari pekerjaan
Sebagai anak Tuhan, suami harus menemukan makna dan nilai dirinya yang sejati sebagai anak yang sudah ditebus oleh Yesus.
Bekerja adalah bagian dari tanggung jawab seorang pria. Tapi setiap
pria gak akan berhenti jadi anak saat gak punya pekerjaan yang mencukupi. Saat gak
bisa bekerja hari ini, seorang pria masih tetap jadi ayah, suami dan pemimpin rumah tangga. Tuhan sendirilah yang memberikan peran itu.
2. Seorang pria sudah ditetapkan sebagai pemimpin sejak semula
Sebah pernikahan yang ideal adalah situasi dimana istri menghormati suaminya dan suami mengasihi istrinya serta anak menghormati orangtuanya.
Gak ada alasan yang mengubah posisi seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga sekalipun istrinya punya penghasilan yang lebih tinggi.
Setiap pria harus memahami kalau dia sudah dipilih oleh Tuhan
sebagai pemimpin sejak semula (baca Kejadian 1; 1 Korintus 11: 2-16; 1 Petrus 3: 1-7; Efesus 6: 22-33; Kolose 3: 18-19; 1 Timotius 2: 8-14).
Baca Juga:
Belajar Lika Liku Pernikahan Dari Film ‘Marriage Story’, Ini Pesan Moralnya…
Bukan Sekadar Ucapan Selamat, Tapi 5 Pelajaran Ini Perlu Diajarkan ke Pasangan Muda
3. Buktikanlah dengan kerja keras
Seorang suami akan dihargai sekalipun penghasilannya lebih sedikit jika dia benar-benar sudah bekerja keras.
Seorang pria yang bekerja sepenuh hati meski dibayar tidak sesuai
akan jauh lebih dihargai. Dia gak perlu malu dengan penghasilan yang dia dapatkan, karena dia toh sudah memberikan semua yang dia punya.
Masalahnya hanya akan muncul saat suami malas bekerja dan membiarkan istri sendiri bekerja memenuhi kebutuhan keluarga.
“Apapun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3: 23)
Setiap suami yang hidup dalam Tuhan diberikan kuasa kepemimpinan
atas istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan itu sendiri gak ditentukan dari berapa
besar penghasilan yang didapatkan suami. Tapi bagaimana dia bertanggung jawab
penuh atas perannya, untuk bekerja keras demi memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya.