William Jan
Hehakaya adalah pria lulusan teologi yang memilih jalan hidupnya sebagai pendeta di sebuah desa terpencil Piliana di Maluku Tengah.
Saat
melihat penampilannya yang nyentrik dengan tato di lengan dan rambut gondrong, gak
akan ada yang menyangka kalau dia adalah seorang pendeta. Tapi hal inilah yang membenarkan kiasan supaya jangan memandang seseorang dari sisi luarnya saja.
Tak seperti
pendeta lainnya, William memilih untuk bukan hanya mengurusi kebutuhan rohani masyarakat
di Desa Piliana saja. Tapi juga membuka jalan untuk menyediakan pelayanan medis dan penggerak perekonomian di desa itu.
Di Desa
Piliana, William mau gak mau harus mengurusi masyarakatnya yang banyak
menderita penyakit kusta. Dia mulai berpikir bagaimana cara membantu para
penderita kusta mendapatkan penanganan medis yang layak. Yang pada akhirnya dimulai dengan lebih dulu membuka akses jalan ke desa itu.
“Sebelum
akses jalan, saya sudah upaya pendekatan dengan dinas kesehatan provinsi dan (penderita
kusta) diberikan obat. Ketika akses jalan sudah tersedia, petugas kesehatan dengan
sendirinya bisa datang (ke desa Piliana). Orang-orang sakit kusta itu dapat teratasi,” ucap William.
Akses jalan
yang dia kerjakan dengan gotong royong bersama masyarakat setempat, bukan hanya
membantu layanan kesehatan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan dan
pendidikan di desa itu. Bahkan saat ini, objek wisata Mata Air Ninivala jadi tempat yang banyak didatangi wisatawan.
Pengabdiannya
sebagai pendeta yang dimulai sejak tahun 2007, it uterus berlanjut. Tak hanya puas
karena sudah berhasil mendobrak kesejahteraan masyarakat di tempat
pelayanannya. Kini, William terus melanjutkan pelayanannya ke desa lain. Dia pun
baru membangun sebuah gereja megah di desa terpencil di kabupaten Pulau Seram bagian
barat. Dia juga dengan berani memberikan bimbingan rohani kepada para narapidana
di Rumah Tahanan Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, selama tahun 2013-2016.
Di sana dia memotivasi para narapidana untuk produktif dan menghasilkan dengan bercocok tanam.
“Ya, saya
melayani narapidana di rutan. Dulu berpikir menyelesaikan masalah dengan
menyediakan lahan kerja. Saya membongkar lahan di dalam rutan untuk menanam
sayur. Saya siapkan bibit, memberi pupuk, memanen, hingga menjualnya berkeliling,” ungkap William.
Siapa sangka masa remajanya yang cukup suram. Dulu, anak muda yang dicap sebagai anak nakal ini telah berubah dan justru hadir membawa perubahan bagi hidup orang lain, bukan hanya secara rohani tapi juga jasmani.
Baca Juga: Puluhan Tahun Melayani di AS, Pendeta Francis Chan Rencana Pindah ke Asia Untuk Hal Ini
Meski
menilai kalau awalnya dia merasa terjebak dengan rencana Tuhan. Tapi dia menyadari
kalau penempatannya di desa terpencil itu bukan tanpa tujuan. Pengabdiannya kepada
Tuhan terbukti dari betapa cintanya William kepada firman Tuhan. Itu sebabnya setiap kali harus bepergian kemana-mana, dia akan selalu membawa Alkitabnya.
Dia berprinsip
kalau hidup gak akan ada arti jika tak ada arti dalam hidup. Bagi William, melayani adalah untuk memanusiakan manusia.
“Saya
merasa tidak cukup khotbah di gereja. Saya harus berbuat nyata. Saya yakin akan
diperhatikan sebab aksi saya bukan hanya untuk umat Kristiani saja. Saya bekerja
untuk kemanusiaan,” ucapnya.
Yuk belajar
dari Pendeta William Jan Hehakaya. Meskipun bekerja sebagai pendeta tapi dia tak
ingin hanya berkhotbah. Tapi juga terjun ke kehidupan nyata masyarakat yang
dilayaninya.