Seorang
pendeta dari Gereja Armenia dan ayahnya tewas pada Senin (11/11) lalu di timur
Suriah. Kelompok teroris ISIS mengklaim sebagai pihak yang bertanggung jawab
atas penyerangan terhadap pendeta dan tiga
orang lainnya yang sedang dalam perjalanan mengunjungi wilayah yang mengalami
serangan udara dari Turki.
Pendeta itu
adalah Rev. Hovsep Bedoyan dan ayahnya, Abraham Bedoyan, tewas karena ditembaki
oleh orang tak di kenal di wilayah Deir ez-Zor, demikian berita yang dikutip
oleh Christianheadlines.com.
Tewas saat kunjungan pastoral
Rev.Hovsep pelayanannya
berbasis di Qamishli, dan secara rutin melakukan kunjungan pastoral di Deir
ez-Zor. Bahkan dia juga mengawasi perbaikan gereja di wilayah tersebut yang
sempat hancur sebelum saat perang melawan ISIS.
Selain
Rev.Hovsep dan ayahnya yang tewas, ada dua orang lagi yang terluka dalam
penyerangan tersebut, termasuk seorang diaken bernama Fadi Sano. Mereka
diserang saat masih berada di mobil di dekat Gereja Katolik Armenian.
Serangan bertubi-tubi kepada kelompok Kristen
Suriah
Pada hari
yang sama di wilayah Qamishli bom meledak di dekat Gereja Chaldean yang
menewaskan enam orang sipil. Hal ini juga diklaim oleh ISIS bahwa merekalah
pelakunya.
Penyerangan
bertubi-tubi kepada kelompok minoritas Kristen Suriah ini terjadi bersamaan
dengan serangan pemerintah Turki ke wilayah perbatasan Suriah yang banyak di tinggali
oleh penduduk Kristen Suriah.
Turki adalah wajah lain dari ISIS
Ada yang
berpendapat bahwa serangan pemerintah Turki bukan hanya untuk menyerang kelompok
etnis Kurdi, tapi juga memiliki motivasi untuk mengusir orang Kristen Suriah
dan kembali menguasai wilayah seperti saat kekaisaran Ottoman.
“Turki
adalah wajah lain ISIS,” demikian pernyataan seorang pekerja social di Irak
yang membantu orang-orang Kurdi yang lari ke wilayah Irah kepada Morning Star News.
“Semua
gambara dan kejadian yang kami terima dari tindakan tantara Turki dan kelompok
yang di dukung oleh Turki adalah tindakan teroris, pembantaian dan pemenggalan
kepala dari orang-orang Kurdi, yang tak beda dari ISIS.”
Setidaknya
200 orang sipil tewas dalam serangan yang dilakukan oleh Turki dan kelompok yang
didukung oleh Turki. Hal ini menimbulkan krisis kemanusiaan baru, karena
dilaporkan sekitar 250.000 orang mengungsi keperbatasan.
Serangan Turki
kepada kelompok Kurdi yang diberi nama oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan sebagai “Operation Spring
Peace” di duga memiliki misi jihad. Menurut The Middle East Media Research Institute (MEMRI), Erdogan menggunakan bahasa berbeda kepada pasukannya dan
juga kelompok jihad Free Syrian Army saat menjelaskan misinya.
Endargon serukan untuk bersikap bengis kepada
orang kafir
Pada saat
di Masjid Camlica di Instabul menurut MEMRI, Presiden Recep Tayyip Erdogan berkata kepada umat yang hadir bahwa, “Allah memerintahkan kita untuk
bengis kepada orang kafir. Siapakah ‘kita’? Pengikut Muhammad. Tetapi kita
diperintahkan untuk murah hati kepada sesama. Kita akan murah hati kepada sesama
kita, dan kita akan bengis melawan orang kafir, seperti yang terjadi di Suriah.”
Saat ini,
banyak penduduk Kristen di perbatasan Suriah yang juga menjadi target dari tantara
Turki tersebut. Seperti masa-masa serangan ISIS, banyak rumah-rumah orang
Kristen yang harta bendanya dirampas.
Menurut
World Magazine kepada CBN News, kelompok jihad Free Syrian Army sendiri yang
mendapatkan dukungan dari Turki memiliki ideologi yang sama dengan ISIS.
Langkah invasi Turki ke perbatasan Suriah ini diperkirakan akan membuat wilayah Timur Tengah akan semakin memanas. Terlebih dengan ambisi Turki untuk memperluas wilayah mereka yang akan membuat perang dengan negara-negara tetangganya tak terelakan lagi.
Mari berdoa bagi umat Kristen Timur Tengah dan juga agar konflik di wilayah ini dapat diselesaikan dengan damai. Kiranya kasih Tuhan tetap diberitakan dan dirasakan di negara-negara Timur Tengah ini.