Saat Si Kecil Punya Konflik, OrTu Boleh ’Ikut Campur’ Lewat 5 Hal Ini, Lho
Sumber: HerFamily.ie

Parenting / 24 October 2019

Kalangan Sendiri

Saat Si Kecil Punya Konflik, OrTu Boleh ’Ikut Campur’ Lewat 5 Hal Ini, Lho

Inta Official Writer
2411

Namanya juga anak-anak, pasti ada kalanya mereka berantem. Meski kita anggap masalah kecil, padahal buat anak, berantem atau konflik sama kakaknya, sama tetangga, atau teman sekolah itu adalah masalah besar, lho.

Kalau kita salah menanggapi konflik atau berantemnya anak ini, bisa-bisa mereka menumbuhkan kebiasaan buruk sampai besar nanti. Sebagai orang tua, tugas kita adalah dengan memberikan ruang agar anak-anak bisa memahami dan merespon konfliknya ini.

Yuk kita coba ‘ikut campur’ dengan konflik atau lewat beberapa hal di bawah ini.

1. Melakukan pendekatan dengan anak

Kalau berantemnya sampai melibatkan fisik, hal paling pertama yang perlu dilakukan adalah dengan menghentikan tindakan mereka yang menyakiti. Ingat yaa, pendekatan ini harus dilakukan dengan tenang.

Biasanya, ketika liat anak berantem, kita bawaannya jadi ikut emosi juga. Nah, coba tarik nafas dulu, tenangkan hati dulu, baru dekati anak kita. Untuk memulai obrolan dan mengajarkan anak untuk mengerti, coba posisikan diri kita sejajar dengan anak. Gunakan eye level, menunduklah dan tatap mata anak, begitu juga sebaliknya. Dengan begini, anak akan merasa didengarkan dan diperhatikan.

2.  Akui perasaannya

Setelah kita tenang dan mendekati anak, kita bisa coba untuk konfirmasi soal perasaannya. Tanyakan hal yang sederhana pada anak, misalnya dengan mengatakan, 'adik lagi kesal, ya?' Hal ini disebut sebagai tindakan validasi emosi.

Dengan begitu, anak bisa tahu bahwa orang tuanya itu paham soal emosi yang sedang dialami. Kalau refleksi kita sebagai orang tua salah, maka anak akan langsung mengatakan koreksi. Beri anak kesempatan untuk menjelaskan emosi yang dia alami.

3.  Tanyakan apa masalahnya

Bukan mengapa, tetapi apa. Anak akan lebih mudah memahami hal yang konkrit. Pertanyaan apa akan membuat mereka lebih mudah menjelaskan. 'Adik marah? Apa yang bikin adik marah' jauh lebih mudah dipahami oleh anak daripada mengatakan, 'Mengapa adik marah?'

berikan anak waktu untuk menceritakan apa yang terjadi dan apa yang membuatnya kesal. Kita juga bisa memberi pengertian kalau marah itu wajar dan bisa saja dialami oleh semua orang, tidak terkecuali si kecil. Kalau sudah sampai sini, diskusi dan penyelesaian konflik akan jadi jauh lebih gampang untuk dilakukan.

Setelah anak menjelaskan masalahnya, kita juga bisa konfirmasi kembali soal konflik tersebut. ‘Oh jadi itu masalahnya, ya dik?’

4.  Mencari solusi bersama

Kita sudah melakukan pendekatan, mengajak mereka mengobrol, dan mendengarkan unek-unek mereka. Sekarang, saatnya kita bertanya mengenai solusi yang kira-kira bisa membuat perasaannya jadi lebih baik. Kalau anak memilih untuk diam, kita juga bisa berinisiatif untuk mencari tahu bersama soal ini.

Kuncinya adalah dengan mencari tahu berama. Tanyakan, ‘Apa ya yang kira-kira bisa kita lakukan agar konfliknya selesai?’ Saat ini juga yang bisa kita pakai untuk mengajarkan kata maaf pada anak. Penekanannya, anak harus mengerti kalau saling memaafkan itu bisa membuat mereka sendiri jiwa. Bertengkar itu bikin kita dijauhi oleh orang lain.

Jangankan buat anak, kita sebagai orang tua pun tahu kalau mana kata maaf itu sangat besar sekali artinya. Kalau kita sudah menemukan solusinya, maka ini saatnya kita menjalankan solusi tersebut. Jangan lupa pula untuk bertanya kepada anak soal bagaimana perasaannya setelah melakukan solusinya itu.

Kalau solusi ini bisa dilakukan dan bekerja dengan baik, maka kita bisa melakukan hal yang sama kalau anak-anak kembali berkonflik terhadap sesuatu.

5.  Memberikan dukungan

Kita sudah melewati satu masalah bersama. Bukankah lantas hal ini harus dirayakan? Akui pencapaian anak karena sudah bisa melewati satu konflik ini dengan baik. Katakan, ‘yay, adik bisa yaa menyelesaikan masalahnya.’ Kalau memang solusinya belum bikin anak jadi lebih baik, maka kita perlu mengulang prosesnya dari awal.

Kita harus paham kalau anak juga perlu meluapkan emosi negatif. Nah tugas kita adalah dengan memberikannya respon yang tepat. Membiarkan anak untuk mengekpresikannya bisa jadi jalan terbaik buat kita lakukan. Apa sih konflik yang pernah dialami oleh kalian? Ceritakan pada kolom komentar di bawah, yuk. 

Sumber : berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami