Sebuah survey dari lembaga
Gallup menyatakan bahwa generasi milenial dan generasi Z Amerika lebih suka mengaku dirinya sebagai seorang ateis atau LGBT.
Dua generasi ini lebih sensitif
tentang identitas seksual mereka, yaitu sekitar 37 persen, dibandingkan dengan generasi orangtua mereka yaitu generasi X.
Di Amerika LGBT lebih terbuka di bahas
“Ini adalah tantangan baru
untuk para pemimpin pelayanan siswa, karena ada lebih banyak diskusi terbuka di
lapangan tentang isu LGBT,” demikian ungkap Ben Trueblood, direktur pelayanan siswa di LifeWay Christian Resources kepada Christianity Today.
“Di masa lalu, mengabaikan
masalah sulit seperti ini memungkinkan atau tidak membahasnya secara
menyeluruh. Tetapi pendekatan itu melumpuhkan pelayanan siswa,” demikian tambahnya.
“Saat ini, pemimpin pelayanan
siswa dipaksa untuk mengajarkan apa kata Alkitab tentang isu ini, sekaligus memperlengkapi para remaja untuk memberikan respon Alkitabiah.”
Menurut survey dari Barna,
hanya 1 dari 11 remaja yang dikategorikan “Kristen sungguh-sungguh” (bukan hanya sekedar
Kristen KTP, tapi mempraktekan iman mereka).
Di kalangan generasi Z Amerika (usia 13-18 tahun), jumlah anak yang menyatakan dirinya ateis mencapai 13 persen.
Pada 2050, sekitar 35 juta remaja diprediksi meninggalkan gereja
Sebuah pelayanan anak muda
bernama Dare 2 Share menyatakan bahwa mereka memperkiran pada tahun 2050 nanti
ada 35 juta remaja yang akan meninggalkan Kekristenan. Untuk itu mereka menggagas gerakan
penginjilan dan pemuridan di kalangan anak muda untuk membalikkan keadaan tersebut.
“Pelayanan anak muda butuh
dirancang ulang untuk memajukan pemberitaan Injil dan memultiplikasikan pemuridan,” demikian ungkap Greg Stier, pendiri Dare 2 Share kepada Christian Post.
Gereja-gereja di Amerika sudah
lama menyadari akan terjadinya exodus di
kalangan anak muda ini. Riset dari Pew Research Center baru-baru ini
mewawancarai anak-anak mud ayang meninggalkan gerejanya, mereka ada yang menjadi ateis, agnostik atau tidak mempercayai sesuatu secara spesifik.
Alasan Milenial dan Generasi Z Amerika saat ini tinggalkan gereja
Ada beberapa alasan menyebabkan
mereka meninggalkan gereja, yang mengejutkan adalah 42 persen mereka menyatakan karena “kehilangan iman.”
Pernyataan itu diberikan oleh 82% yang menjadi ateis, 63% yang menjadi agnostik dan 37% yang tidak mempercayai sesuatu secara spesifik.
Beberapa respon spesifik mereka tentang penyebab kehilangan iman dan meninggalkan gereja adalah:
- Belajar tentang evolusi ketika berada di bangku kuliah
- Pemikiran rasional membuat agama menjadi tidak masuk akal
- Kurangnya bukti ilmiah atau bukti spesifik tentang pencipta.
- Saya baru menyadari bahwa selama ini saya tidak benar-benar percaya.
- Saya lebih banyak
belajar, menyelidiki dan seperti membuat keputusan untuk diri sendiri daripada mendengarkan perkataan orang lain.
Apa yang harus dilakukan gereja dan orangtua?
Fuller Youth Institute
memberikan saran bahwa membangun kepercayaan antara orangtua dan anak remaja
mereka sangat penting untuk pertumbuhan dan menjaga iman mereka. Sebab menurut survey
Barna, 79 persen remaja merasa nyaman menyampaikan “pertanyaan yang jujur, pergumulan dan keraguan” mereka kepada orangtuanya.
“Setiap anak muda butuh tahu
bahwa semua pertanyaan mereka, keluhan, keraguan dan pergumulan mereka di dengarkan,” demikian jelas Brad M. Griffin, direktur Fuller Youth Institute.
“Mereka butuh tahu bahwa kamu –
dan Tuhan – akan mendengarkan dan menerima pertanyaan mereka tanpa membuat jarak dengan anak-anak muda itu.”
Survei dari Barna juga
menyatakan bahwa satu dari lima remaja memandang Kekristenan secara negative dan
penuh penghakiman. Penghalang terbesar mereka kepada kepercayaan ini adalah
masalah kejahatan (29%), adanya kemunafikan di kalangan Kristen (23%) dan
konflik antara ilmiah dan Alkitab (20%). Generasi Z berbeda dengan generasi sebelumnya yang melihat bahwa Alkitab dan keilmuan adalah saling melengkapi.
Sebuah peringatan untuk gereja di Indonesia juga
Apa yang terjadi di Amerika,
adalah sebuah contoh nyata dimana gereja tidak bisa mengabaikan pelayanan
kepada anak dan remaja. Mereka perlu ditangani secara serius, sama seperti pelayanan kepada orang dewasa.
Di Indonesia sendiri,
berdasarkan survey yang lakukan Bilangan Research Center pada tahun 2018, lebih
dari 80 persen anak remaja di wilayah Sumatera, Jawa, NTT dan Bali meninggalkan
ibadah kaum muda di usia 19 tahun. Sedangkan untuk wilayah Jabodetabek 85.6% di
usia 15 tahun.
Bilangan Research dalam buku “Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Indonesia” menyimpulkan, “Jika pun hal gelombang exodus generasi muda belum terjadi di Indonesia, hasil penelitian ini berfungsi sebagai tanda peringatan (alarm) akan potensi terjadinya exodus generasi muda dari gereja di Indonesia."
Baca juga :
Selain Andalkan Logika, Ini 10 Alasan yang Bikin Anak Muda Gak Lagi Percaya Tuhan
Bimas Kristen Ungkap 50% Generasi Milenial Kristen Tinggalkan Gereja, Ini Data Risetnya!