Pemerintah India menyatakan
bahwa lembaga sosial nirlaba yang mendapat suntikan dana dari luar negeri
diwajibkan untuk menandatangani pernyataan bahwa mereka tidak akan terlibat dalam pertobatan agama/pemurtadan.
Hal ini diumumkan oleh
Kementerian Dalam Negeri India pada hari Senin waktu setempat, tentang amandemen restriktif kepada Foreigners Contribution Regulation Act (FCRA) atau undang-undang berkaitan dengan kontribusi orang asing.
Peraturan ini muncul setelah dua tahun kejadian yang dialami oleh
organisasi Compassion International yang dipaksa keluar India karena mempertobatkan anak-anak di sana.
Setiap anggota organisasi diwajibkan membuat pernyataan
Kementerian Dalam Negeri India mengumumkan bahwa setiap anggota atau
fungsionaris dari organisasi non-pemerintah harus membuat pernyataan yang
disahkan notaries tentang tidak terlibat dalam tindakan pertobatan keagamaan/pemurtadan
atau merusak keharmonisan komunal. Karena sebelumnya aturan ini hanya diperuntukan bagi pemimpin tertinggi organisasi saja.
Kantor berita Katolik, Asia
News menyatakan kekuatiran mereka bahwa aturan ini nantinya akan menyerang
lembaga-lembaga sosial Kristen yang melayani orang-orang miskin dan kaum marginal.
Saat ini, pemimpin Kementerian Dalam Negeri, Amit Shah adalah pemimpin dari Partai Bharatiya Janata yang merupakan Hindu nasionalis. Sejak partai berkuasa Bharatiya Janata memenangkan pemilihan perdana menteri pada tahun 2014, yaitu Perdana Menteri Narendra Modi, persekusi kepada orang-orang Kristen dan kelompok minoritas semakin meningkat.
Menimbulkan kekuatiran di kalangan organisasi Kristen
“Perubahan ini akan menimbulkan
ketakutan bahwa Lembaga Nirlaba akan secara selektif menjadi target dan
pendaftaran FCRA mereka akan dibatalkan dan rekening bank mereka dibekukan,”
demikian jelas Sajan K George, pemimpin Global Council of Indian Christian kepada Asia News.
“Semua organisasi yang
tujuannya bisa diartikan secara luas dapat menimbulkan perselisihan sectarian,
atau dengan tuduhan pemurtadan atau ‘pelanggaran’ akan masuk dalam kategori (terlarang-red),” demikian tambahnya.
Menurut George, peraturan baru
ini disengaja untuk menyerang organisasi-organisasi yang dijalankan oleh
kelompok minoritas. Ia menyatakan keprihatinannya tentang bagaimana partai
berkuasa mencoba menarik kembali ijin terhadap 96 lembaga nirlaba di negara
bagian Jharkhand pada tahun 2016, sebagian besar adalah lembaga sosial yang
dijalankan oleh para misionaris Kristen atau di danai oleh gereja-gereja lokal di sana.
Organisasi-organisasi itu
membawahi sekolah, universitas, rumah sakit dan apotik di daerah-daerah terpencil.
Mendapat kritikan dari parlemen Amerika
Aturan baru ini mendapatkan
kritikan keras dari anggota Parlemen Amerika Serikat karena pemerintah India
dianggap kurang transparan dan konsisten dalam membuat peraturan. Saat ini ada
ribuan lembaga nirlaba yang kehilangan ijin untuk menerima dana dari luar negeri sejak PM Modi memimpin di tahun 2014.
Pada tahun 2017 lalu, lembaga
nirlaba Compassion International menjadi pemberitaan karena dipaksa
menghentikan pelayanan mereka kepada 147.000 anak-anak di India setelah aturan
FCRA itu berlaku. Menurut pemberitaan New York Times saat itu, Compassion International dicurigai melakukan pertobatan agama terhadap anak-anak.
Adanya UU anti pemurtadan
Saat ini, setidaknya tujuh
negara bagian India yang sudah membuat undang-undang anti pemurtadan, yang
sering digunakan oleh kelompok Hindu nasionalis untuk melakukan persekusi
kepada para pendeta dan misionaris dengan tuduhan melakukan pemurtadan dengan
bujukan atau paksaan. Dengan tuduhan itu, mereka bisa dipenjara selama tiga hingga tujuh tahun.
Pada bulan September ini
seorang pendeta Katolik dan suster di sekolah Jharkhand dipenjara dengan tuduhan pemurtadan dan kepemilikan lahan secara illegal.
Pendeta yang bernama Binoy John
akhirnya dibebaskan pada minggu lalu dan menyatakan kepada media bahwa penjaga
penjara mencoba membunuhnya karena memberikan dia obat demam padahal yang dibutuhkannya adalah obat jantungnya.
Menurut Asia News, John sudah
memohon untuk di bawa ke rumah sakit tapi ditolak. Dia baru di bawa ke rumah sakit saat kondisinya sudah kritis.
India urutan 10 negara paling berbahaya bagi umat Kristen
Populasi orang Kristen di India
saat ini mencapai 4.8 persen dari keseluruhan populasi 1,3 miliar orang. Negara
dengan penduduk mayoritas beragama Hindu tersebut menduduki urutan ke 10 dalam
daftar negara-negara paling berbahaya bagi umat Kristen menurut Open Doors Amerika.
Bahkan menurut Open Doors,
menyatakan diri sebagai seorang Kristen di sosial media dapat beresiko mendapatkan
ancaman yang membahayakan bagi umat Kristen di sana. Karena ada bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa kelompok Hindu radikal melakukan pengawasan secara digital kepada para pemimpin Kristen di sana.
Tidak hanya secara digital,
bahkan mereka juga memiliki mata-mata di berbagai daerah yang memonitor
aktivitas orang Kristen, sehingga persekutuan doa atau gereja rumah menjadi
sebuah aktivitas berbahaya.
Pemberitaan Injil bukanlah sesuatu yang mudah, pasti terjadi perlawanan karena ada jiwa-jiwa yang diselamatkan dari cengkeraman kuasa kegelapan dan kehidupan yang hancur. Selain itu Rasul Paulus juga mengajarkan untuk memberitakan Firman Tuhan, baik atau tidak baik waktunya. Jadi, meskipun terjadi persekusi, mari kita berdoa bagi para pendeta, misionaris dan umat Kristen di India tetap bersemangat untuk memberitakan Injil kabar baik di dalam Yesus Kristus kepada milyaran orang India.
Baca juga :
Mengerikan! Keluarga-keluarga Kristen di India Ini Alami Persekusi Karena Imannya
Ngeri banget, Puluhan Alkitab Dibakar Di India Ini. Motifnya Apa ya?