Lantaran Banyak Jemaat Yang Bercerai, Pendeta Pembantu GBI Ini Gugat Aturan UU Perkawinan

Nasional / 17 September 2019

Kalangan Sendiri

Lantaran Banyak Jemaat Yang Bercerai, Pendeta Pembantu GBI Ini Gugat Aturan UU Perkawinan

Naomii Simbolon Official Writer
4203

Seorang pendeta pembantu Gereja Bethel Indonesia (GBI) gugat UU perkawinan lantaran mendapati banyak dari jemaatnya yang bermasalah dalam pernikahan dan langsung memutuskan bercerai.

Baru-baru ini, Rolas Jakson Tampubolon melayangkan pengujian terhadap undang-undang perceraian dalam Pasal 39 ayat (1)  No. 1 Tahin 1974 Perkawainan.

Alasannya utamanya melakukan ini adalah lantaran risau karena banyaknya jemaat yang bermasalah dalam rumahtangga mereka, dan langsung secepatnya memutuskan untuk bercerai.

“Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945,” ujar Rolas Jakson Tampubolon dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Kamis (12/9/2019) yang dikutip dari hukumonline.com.

Sidang ini dipimpin Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams beranggotakan Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih.

Buat kamu yang nggak tahu, jadi bunyi dari Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan itu berbunyi, "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak."

BACA JUGA :

Bukannya di Hukum, Pelaku Penganiayaan di Manado Ini, Malah Dianterin Polisi Ke Gereja Loh

Nah, menurut Rolas, sekarang ini ada banyak jemaat yang mengalami masalah rumah tangga dan tidak konseling dahulu ke pihak gereja melainkan langsung mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan.

Melihat hal ini, Rolas sangat berharap bahwa penyelesaiannya dilakukan secara internal dahulu, di dalam gereja misalnya barulah kalau tidak bisa didamaikan baru ke pengadilan. Karena kan, pernikahan dalam kalangan umat Kristen itu adalah hukum agama dimana sekali seumur hidup.

Menurut Rolas, adanya UU tersebut malah tidak mempersukar terjadinya perceraian malah mempermudah, makanya hal ini akhirnya merugikan konstitusional warga negara.

“Pasal ini masih lemah dalam dimensi hukum agama yang dianut Pemohon, dimana Pemohon wajib meluhurkan ajaran Tuhan dalam Alkitab, yang salah satu ajaran Alkitab adalah melarang perceraian,”katanya

Karena hal itu, Rolas pun meminta kepada Mahkamar untuk menyatakan bahwa pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan  tidak memaknai bahwa "perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah suami atau istri memperoleh keterangan bimbingan perkawinan dari tokoh agama yang hukum agamanya melarang perceraian,”  pintanya.

Sebagai orang Kristen, gimana menurutmu pandangan Rolas? Make sense nggak?

Nah, menyikapi apa yang dikatakan Rolas, Hakim Konstitusi Suhartoyo melontarkan penilaiannya terhadap pasal tersebut, bahwa pasal itu bersifat universal, jadi kalau harus di ubah maka akan berdampak pada kontruksi pasal yang mengatakan perceraian di pengadilan ada syarat tentang tata cara perlaksanaan pendamaian kedua belah pihak yang sudah ada.

Jadi sebenarnya siapapun yang bercerai akan terkena syarat-syarat yang mengatur tata caranya. Saya di sini ingin berilustrasi, apa kira-kira konsep ini tepat diajukan? Apabila melihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 di dalamnya memuat secara teknis aturan pelaksanaan perceraian yang dimaksud,” terang Suhartoyo.

Sementara itu, dari Hakim  Konstitusi Enny , malah meminta Rolas agar menguraikan lebih rinci mengenai kedudukan hukum selaku pemuka agama yang berperan mewujudkan kehidupan selaras dan seimbang dalam kehidupan beragama.

Sumber : berbagai sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami