Soal Undang-undang Perceraian, Hakim MK Responi Usulan Ini ke Pendeta Rolas
Sumber: Jawaban.com

Nasional / 13 September 2019

Kalangan Sendiri

Soal Undang-undang Perceraian, Hakim MK Responi Usulan Ini ke Pendeta Rolas

Lori Official Writer
3163

Pada Juli 2019 lalu, Pendeta pembantu di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Bekasi, Rolas Jakson Tampubolon ajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang (UU) Perkawinan pasal 39 ayat 1 soal perceraian.

Terkait permohonan itulah, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyampaikan bahwa pasal tersebut bersifat universal. Merubah pasal hanya akan berdampak pada konstruksi pasal itu sendiri. Karena Pasal 39 ayat (3) menyatakan perceraian di pengadilan berisi syarat tentang tata cara pelaksanaan pendamaian kedua belah pihak.

“Jadi sebenarnya siapapun yang bercerai akan terkena syarat-syarat yang mengatur tata caranya. Saya di sini ingin berilustrasi, apa kira-kira konsep ini tepat diajukan? Apabila melihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 di dalamnya memuat secara teknis aturan pelaksanaan perceraian yang dimaksud,” ucap Suhartoyo dalam sidang pendahulu gugatan UU perceraian di Gedung MK pada Kamis (12/9).

Sementara Hakim Konstitusi Enny menyampaikan kepada Pendeta Rolas untuk menjabarkan kerugian yang dialaminya selaku pemuka agama yang berperan mewujudkan kehidupan selaras dan seimbang dalam kehidupan beragama. Dia menuturkan setiap kasus perceraian memang tak mudah dihadapi karena ada beberapa langkah yang perlu dilakukan sebelum sepasang suami istri memutuskan bercerai.

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi lainnya menyampaikan kepada Pendeta Rolas untuk kembali mendalami PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 soal aturan pelaksanaan perceraian. Dengan itu mungkin bisa diambil cara tepat untuk mengkonseling pasangan yang ingin bercerai di gerejanya.

Baca Juga : Cerai Dianggap Gampangan, Pendeta Ini Gugat Undang-Undang Perkawinan

Adapun dalam pernyataannya, Pendeta Rolas sendiri mengaku jika sebenarnya pengajuan evaluasi UU Perkawinan ini dilatarbelakangi karena keprihatinannya terhadap jemaat yang mengalami masalah dalam rumah tangga yang berujung cerai. Di satu sisi, dia memandang bahwa UU tersebut masih terlalu memudahkan suami istri untuk bercerai.

Hal yang paling membuatnya miris adalah ketika dia mendapati banyak jemaat yang rumah tangganya bermasalah langsung mengajukan gugatan perceraian ke pengadilan daripada lebih dulu melakukan konseling dengan pendeta atau pihak gereja.

Dia menilai akan lebih baik jika UU tersebut diisi dengan arahan kepada pasangan menikah untuk lebih dulu diselesaikan secara internal baru kemudian ke pengadilan. Apalagi mengingat bahwa umat Kristen sendiri melarang terjadinya perceraian. Karena pernikahan itu adalah ikatan sekali seumur hidup.

“Pasal ini masih lemah dalam dimensi hukum yang dianut pemohon, dimana pemohon wajib meluhurkan ajaran Tuhan dalam Alkitab, yang salah satu ajaran Alkitab adalah melarang perceraian,” katanya.

Dia pun mengusulkan supaya MK membuat ketentuan hukum yang mengikat dimana perceraian hanya bisa dilakukan di depan sidang pengadilan setelah suami istri memperolah keterangan bimbingan perkawinan dari tokoh agama yang hukum agamanya melarang perceraian,” kata Pendeta Rolas.

Seperti diketahui, UU Perkawinan Pasal 39 ayat 1 berbunyi, ‘Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhenti mendamaikan kedua belah pihak.’

Sumber : Detik.com | Jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami