Penantian Sebagai Cara Tuhan Mengubahkan Karakter Kita
Kalangan Sendiri

Penantian Sebagai Cara Tuhan Mengubahkan Karakter Kita

Inta Official Writer
      2893

Yesaya 30:18

"Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu. Sebab TUHAN adalah Allah yang adil; berbahagialah semua orang yang menanti-nantikan Dia!”

Bacaan Alkitab setahun: Amsal 22; Efesus 5; Pengkhotbah 10-12

Apakah kamu adalah orang tua? Kalau bukan, paling tidak, kamu tahu beberapa diantaranya. Saya jadi ingat saat pertama kali duduk di sebuah ruang dokter dan mendengar perkataan, "Kamu mengandung." Sungguh, itu merupakan hal yang membuat saya benar-benar sukacita.

Saya dan suami selalu menginginkan untuk memiliki keluarga kecil kami sendiri, jadi berita kehamilan merupakan sesuatu yang sangat menggembirakan bagi kami berdua. Kemudian, penantian pun tiba. Kami menantikan anak lelaki kami lahir selama sembilan bulan lamanya.

Bagi saya, proses selama kehamilan ini mengajarkan saya untuk bersabar. Setiap harinya, saya menantikan saat-saat dimana anak saya lahir dan memeluknya dalam gendongan tangan saya.

Orang tua yang memutuskan untuk mengadopsi anak bahkan sering dihadapkan pada penantian yang jauh lebih lama dan panjang, sampai akhirnya mereka memiliki anak. Baik kita yang memiliki anak kandung maupun adopsi, kita semua perlu menjalani sebuah musim penantian dan persiapan.

Kita nggak pernah tau soal persiapan yang harus dijalani sampai anak itu akhirnya hadir di tengah-tengah kehidupan kita. Ada banyak persiapan yang kita lakukan, mulai dari ikut kelas senam hamil, kunjungan dokter, barang-barang bayi yang harus dibeli, tidak terkecuali persiapan secara mental bahwa sebentar lagi kita akan kehadiran seorang anggota keluarga yang baru.

Mazmur 27:14, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!"

Kata nantikan di atas adalah qavah, yang berarti "menunggu, mencari, berharap, ingin." Ada harapan dalam penantian ini.

Di Alkitab, Tuhan memanggil banyak orang untuk menunggu sebelum menerima apa yang Dia janjikan kepada mereka. Abraham menunggu bertahun-tahun untuk melihat kelahiran Ishak (Kejadian 15:5 - Kejadian 21:3). Yakub menunggu 14 tahun sampai akhirnya memperistri Rahel (Kejadian 29:18-27).

Orang-orang Israel menunggu bertahun-tahun sebelum menerima kebebasan mereka dari Mesir (Keluaran 1: 9-1 - Keluaran 10: 7). Para murid harus menunggu tiga hari sebelum melihat Kristus yang bangkit (Yohanes 19:30 - Yohanes 20:20).

Seiring berkembangnya teknologi, budaya kita jadi bergeser jadi budaya yang mengharapkan sesuatu serba instan. Kita terbiasa dengan layanan drive-through, pesan hanya lewat aplikasi, teknologi komunikasi yang tinggal 'klik', dan lain sebagainya.

Faktanya, kita merupakan generasi gelombang mikro. Namun, Tuhan lebih cenderung bersikap seperti sebuah panci tempayan. Dia tidak mau buru-buru atas segala hal. Dia tahu kalau terkadang, waktu merupakan guru yang paling baik bagi banyak orang.

Tuhan tahu kalau lewat menunggu, kita bisa membangun karakter, penghargaan, wawasan, dan kebijaksanaan.

Dalam 1 Petrus 5:10 tertulis, "Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya."

Tuhan paham betul dampak dari menunggu. Kalau kita bisa jujur, setelah Tuhan membebaskan kita dari penantian, kita jadi menyadari kalau apa yang telah Tuhan berikan buat kita memang benar-benar layak untuk ditunggu.

Jadi, daripada kita merengek meminta Tuhan untuk buru-buru atau bergegas, cobalah untuk mulai merangkul pengertian menunggu. Minta Tuhan buat mengungkapkan hal-hal apa yang perlu kita pelajari agar bisa menjadi lebih siap saat waktuNya tiba. Kalau apa yang kita cari merupakan sesuatu yang datangnya dari Bapa, saya berjanji kepada kita semua, bahwa itu memang benar-benar layan untuk ditunggu.

Hak Cipta @ 2011 oleh Susan Norris. Digunakan dengan izin.

Ikuti Kami