Waktu masih anak-anak, kita pasti cenderung suka marah-marah
tanpa kenal waktu dan kondisi. Bagi kita, marah itu memang dipandang sebagai hal yang alamiah. Tapi bagaimanapun kemarahan tetap harus dikontrol bukan?
Setiap anak memang akan mengalami kondisi emosi yang berbeda-beda.
Karena itu, orangtua pun dipaksa untuk melakukan teknik yang berbeda untuk menghadapinya.
Bagi orangtua yang punya anak dengan emosi yang meledak-ledak, akan lebih baik kalau ditangani dengan mengajarkan mereka teknik yang tepat.
Misalnya, saat anak balita mulai tantrum atau marah, mereka
pasti akan cenderung bereaksi seperti memukul, menggigit, atau mengambil mainan
dan melemparkannya. Sementara anak yang cukup besar akan merajuk, beteriak, dan mencoba mendorong atau memukul.
Menangani anak balita dan anak-anak pra-remaja, jelas berbeda
jauh dengan menangani anak bayi. Anak bayi yang marah hanya butuh ditenangkan
dengan mengalihkan perhatiannya dengan sesuatu yang menarik atau dengan memberi mereka minum susu.
Sementara anak balita yang emosinya mulai meledak perlu ditenangkan hanya dengan memberi mereka pelukan dan duduk sejajar dengan kepala mereka. Melakukan kontak mata dengan anak akan jauh lebih baik. Setelah itu dengan nada yang lembut dan tegas dan tanyakan apa yang mereka mau. Teknik ini secara perlahan akan bisa menenangkan seorang balita yang marah.
Baca Juga :
Dokter Ini Peringatkan Orangtua Soal Video Youtube yang Selipkan Tips Bunuh Diri ke Anak
5 Hikmah yang Bisa Dipetik Orangtua dari Lelahnya Mengurus Anak
Berbeda halnya saat menghadapi anak pra-remaja yang marah. Di
usia anak-anak sekolah ini, biasanya emosinya jauh lebih besar. Itu sebabnya orangtua perlu mengajarkan anak untuk bisa mengontrol diri saat sedang marah.
Coba ajarkan anak mengontrol kemarahannya dengan ilustrasi ceret teh ini.
Jadi, saat anak marah karena tindakan mereka atau karena tindakan
orang lain. Biarkan mereka kesal sebentar dan ajari mereka untuk berpikir
sebelum bertindak. Kontrol diri akan membantu anak untuk ‘tetap bisa marah tapi
tak sampai berbuat kesalahan yang fatal’. Setelah mereka mau mendengarkan, ajarkan mereka soal ilustrasi ceret teh ini.
Pertama-tama, taruhlah ceret berisi air di atas kompor.
Biarkan sampai airnya mendidih. Setelah mendengarkan suara didihan pertama,
tanyakan penyebab awal kenapa anak marah. Setelah air benar-benar mengeluarkan
suara didihan, sampaikan kalau kemarahan itu bisa memuncak seperti bunyi air yang mendidih di dalam ceret.
Setelah itu, angkat ceret dari atas kompor dan taruh di
tempat yang aman. Jelaskanlah kalau kemarahan itu sama seperti air yang
mendidih di dalam ceret. Ajarkan mereka kalau saat emosi mulai ‘mendidih’
mereka bisa menyakiti hati banyak orang. Karena itulah akan sangat baik kalau
anak bisa mengontrol emosi mereka. Ajarkan juga anak kalau membiarkan air tetap di atas kompor hanya akan menyebabkan kebakaran yang buruk.
Setelah itu, mulailah menyeduh coklat ke dalam dua buah gelas.
Ambil air panas yang ada di dalam ceret dan tuangkan ke dalam kedua gelas itu. Saat
mulai melakukannya, beritahu anak kalau semua orang pasti akan melakukan kesalahan dan akan marah. Jadi, hal yang penting dilakukan adalah bagaimana setiap orang mengendalikannya.
Jelaskan juga kalau air panas yang tertinggal di dalam ceret ibarat
emosi yang tertinggal yang harus dikendalikan dan ditenangkan. Orangtua bisa
menyampaikan ilustrasi ini dengan mengingatkan anak soal pandangan Tuhan tentang amarah atau kemarahan, supaya saat marah anak jangan sampai berbuat dosa.
“Apabila
kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu..” (Efesus 4: 26)
Setiap orangtua bisa melakukan teknik ini saat anak sedang
marah. Dan yang paling penting untuk diingat adalah sampaikanlah dengan cara yang
benar.