Namanya ‘Tahanan
42’ asal Korea Utara (Korut). Dia selamat dari hukuman mati setelah melarikan diri
ke China. Lembaga pengawas penganiayaan Kristen dunia Open Doors menyampaikan kalau
dia adalah satu dari 250.000 warga Korut yang dipenjara. Sementara 50.000 diantaranya adalah tahanan politik yang dipenjara karena keyakinan Kristen mereka.
Dia
menghabiskan satu tahun di sel isolasi dan dibebaskan setelah dua tahun kerja paksa.
Dalam wawancara bersama Open Doors, wanita itu mengisahkan perlakuan yang ia
terima selama di tahanan. Bahwa setiap pagi, saat penjaga penjara memanggil,
dia harus merangkak keluar dari pintu dan menjaga kepalanya tetap dalam posisi tertunduk.
Dia sama sekali tak diijinkan untuk melakukan kontak mata dengan para penjaga. Kemudian
selama satu jam, mereka akan mengajukan pertanyaan yang sama kepadanya, “Kenapa
kamu di China? Siapa yang kamu temui? Apa kamu pergi ke gereja? Apa kamu punya Alkitab? Apa kamu bertemu orang Korea Selatan? Apa kamu seorang Kristen?”
Tapi dia harus terpaksa berbohong supaya tidak dibunuh.
“Apakah aku seorang Kristen? Ya. Aku mencintai Yesus. Tapi aku menyangkalnya. Kalau aku mengaku dibantu oleh orang-orang Korea China, aku akan dibunuh baik cepat ataupun lambat. Mereka akan membunuhku di penjara Korea Utara ini. Setiap hari, aku dipukuli dan ditendang, itu yang paling menyakitkan saat mereka menghajar telingaku. Telingaku bergema berjam-jam, kadang berhari-hari,” terangnya.
Baca Juga :
Pemerintah Korea Utara Pakai Cara Ini Untuk Aniaya Umat Kristen
Kedapatan Punya Alkitab, Umat Kristen Korea Utara Bakal Dikenai Sanksi Berat Ini Loh…
Selama di sel
isolasi, dia mengaku kedinginan dan tak pernah melihat sinar matahari. “Aku
menghabiskan satu tahun di penjara dan selama satu tahun kulitku tak menyentuh matahari,” ucapnya.
Selama masa-masa
menyedihkan itu, dia hanya bisa berdoa dan menyanyikan lagu yang muncul dikepalanya
hanya dengan suara yang sangat pelan. Dia bahkan tak tahu bagaimana kabar suami dan anak-anaknya.
Suatu hari,
sebuah mobil datang dan membawanya pergi. Tahanan 42 akhirnya dibebaskan.
Setelah menghirup udara segar, hal pertama yang dia rencanakan adalah menemukan suami dan anak-anaknya.
“Kami sudah
bertahun-tahun tidak bertemu. Tapi Tuhan sudah menjagaku di sini, di penjara Korea
Utara ini, dan aku berdoa dan percaya kalau Dia juga menjaga keluargaku setiap menit, setiap jam dan setiap hari,” ungkapnya.
Dia pun
bertekad untuk menemukan suami dan anak-anaknya dan memberitahukan tentang kasih
Tuhan yang sudah dialaminya secara nyata. “Aku perlu memberitahukan kepada mereka tentang Tuhan yang maha pengasih ini,” tandasnya.
Sebagai informasi,
berdasarkan data Open Doors Korut adalah negara nomor satu yang melakukan penganiayaan
tertinggi dalam daftar penganiayaan Kristen selama 18 tahun belakangan ini. Open
Doors berharap kalau upaya diplomatik, termasuk Olimpiade Musim Dingin dan KTT
Trump-Kim akan membawa harapan baru terhadap orang Kristen di negara itu.
Tingginya
penganiayaan Kristen di Korut tidak terlepas dari pandangan jika kekristenan menjadi
ancaman terhadap ideologi bangsa tersebut. Karena itu, setiap hal yang menjadi
ancaman akan segera disingkirkan baik dengan dipenjara dan dihukum mati, kerja
paksa maupun dimasukkan ke kamp pendidikan.