Perkara Bunuh Diri Meroket Di Jepang, Pendeta Ini Tawarkan Alasan Untuk Hidup
Sumber: CBN

Internasional / 25 January 2019

Kalangan Sendiri

Perkara Bunuh Diri Meroket Di Jepang, Pendeta Ini Tawarkan Alasan Untuk Hidup

Inta Official Writer
2760

Budaya bunuh diri di Jepang rasanya sudah bukan lagi rahasia. Saat ini, Jepang sedang menghadapi tingkat bunuh diri tertinggi dalam 30 tahun belakangan ini, dimana pelaku yang terbanyak datang dari kalangan anak muda.

Hal ini disampaikan berdasarkan data yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang baru-baru ini. Sudah menjadi umum terjadi di masyarakat bahwa meningkatnya jumlah bunuh diri pada remaja dipacu dari tekanan lingkungan dan sekolah.

Selain alasan di atas, ada beberapa hal lain yang memicu bunuh diri ini meroket di kalangan masyarakat. Namun, orang-orang Kristen di Jepang menyatakan kalau ketidaktahuan tentang Tuhan bisa menjadi alasan mengapa ada begitu banyak kasus bunuh diri di Jepang karena alasan putus asa.

Bahkan, salah seorang narasumber, Aiko Kudou pun mengaku kalau dirinya masih kesulitan untuk percaya bahwa teman masa kecilnya memutuskan untuk bunuh diri.

"Bagaimana bisa ia memutuskan untuk bunuh diri dan meninggalkan keluarga juga permasalahannya? Ia depresi ketika mendapati ibunya tidak menerima keputusan pendidikannya. Teman saya lari dari rumah. Tiga hari kemudian mereka menemukan teman saya ini tewas di sebuah toilet umum sebuah taman. Ia melukai pergelangan tangannya dan meninggal karena kehabisan darah," kenang Kudou, saat melakukan wawancara bersama CBN.

Tingkat bunuh diri di kalangan anak muda di Jepang sedang berada pada angka yang tertinggi selama tiga dekade belakangan. Menurut Departemen Pendidikan, 250 siswa sekolah dasar dan menengah melakukan bunuh diri tahun lalu.

Dalam laporan tersebut, berdasarkan catatan bunuh diri yang ditinggalkan oleh anak-anak ini, intimidasi merupakan alasan utama yang mendorong mereka untuk memutuskan bunuh diri. Menanggapi hal ini, Pendeta Miyahara Tatsuhiro mengatakan kalau penerimaan masyarakat sangatlah berpengaruh bagi para pelaku bunuh diri.

"Menjadi bagian dari sebuah kelompok sangat penting dalam budaya kita. Itulah sebabnya, jika ada anak yang berbeda, maka ia akan cenderung diganggu," terangnya.

Pendeta Miyahara mengatakan kalau mereka yang memutuskan untuk bunuh diri adalah mereka yang tidak memiliki tujuan hidup. Sepanjang sejarah, warga Jepang sendiri tidak memiliki kepercayaan agama yang dominan.

Agama lebih dianggap sebagai tradisi, bukan cara untuk menemukan tujuan. Di sana, agama bukanlah sebuah prioritas. Sebagai gantinya, masyarakat akan mencari cara lain untuk memenuhi kepuasan mereka.

Kurang dari 1% populasi Jepang beragama Kristen. Inilah sebabnya mengapa Pastor Miyahara berkomitmen untuk membagikan Injil. Dia berkhotbah di luar stasiun kereta setiap hari ketika orang-orang pulang kerja.

"Yesus memerintahkan saya untuk membagikan Injil dan itulah yang saya lakukan. Beberapa orang berhenti dan berbicara dengan saya. Saat itulah saya memberi tahu mereka tentang kasih dan pengorbanan Yesus bagi mereka. Dan saya juga mendapatkan kesempatan untuk memimpin mereka berdoa," ungkapnya.

Pastor Miyahara percaya bahwa Kristus dapat menyelesaikan masalah bunuh diri dengan membantu orang-orang yang putus asa menemukan harapan dan alasan untuk hidup.

 

 

 

Sumber : CBN
Halaman :
1

Ikuti Kami