Buatku, Jive Monintja, uang adalah
segalanya. Tampang gagah dengan penuh tato dan disegani oleh banyak preman
membuatku berpikir kalau uang bisa memberikan apapun yang aku butuhkan. Berapa pun uang yang kupunya
saat itu, maka akan habis pada hari itu juga. Agar bisa senang-senang, aku
melakoni segala cara. Kata susah tidak ada dalam kamusku. Apa pun yang aku inginkan, pasti akan kudapat.
Kehidupanku dalam mencari kesenangan malam
Kendati demikian, ada saatnya
dimana aku benar-benar membutuhkan uang. Karena tidak memiliki keahlian apa pun
kecuali menyetir mobil, aku memilih menjadi supir angkot. Aku sadar betul kalau
untuk mendapatkan uang, aku harus rela bekerja keras. Karenanya, aku memilih
untuk mengisi waktu luang sebagai tukang bangungan. Gengsi? Sudah pasti. itulah
sebabnya seluruh wajahku akan tertutup masker ketika aku melakukan pekerjaan tukang.
Dari sini, aku menyadari kalau
kehidupan yang kujalani ini sangatlah berkekurangan. Aku mulai berpikir untuk mendapatkan
uang dengan cepat dan banyak. Salah satunya adalah dengan cara memalak atau
merampas uang milik orang lain. Berapa pun uang yang kudapat, semua akan habis dalam satu malam.
Kebiasaan pergi ke diskotik membuat gengsi melekat pada diriku. Hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang gadis. Aku menyadari kalau gadis tersebut sangat berkecukupan, sehingga mulai timbul keinginan untuk menjadikannya sebagai istri. Kami menikah. Harta yang dimiliki istri membuatku tidak lagi perlu bersusah payah untuk bekerja.
Baca juga:
Niat yang salah membuatku menjalani kehidupan pernikahan yang buruk
Kehidupan menikah tidak semulus
apa yang aku pikirkan. Kenyataan kalau istriku merupakan seorang wanita
panggilan harus aku telan mentah-mentah. Meskipun aku mengetahui hal ini, uang
berhasil membungkamku. Aku membiarkan dirinya bekerja sebagai wanita panggilan.
Seiring berjalannya waktu, aku mendapati kalau istriku ini berselingkuh dan pergi bersama selingkuhannya itu.
Hidupku seakan hancur. Aku tidak
hanya kehilangan istriku, tetapi juga kehilangan sumber pemasukanku. Mengurung
diri di kamar berhari-hari dengan ditemani puluhan botol menuman keras adalah cara agar aku bisa menghilangkan sedikit masalahku ini.
Menyadari kalau pertobatan harus dilakukan
Beberapa hari kemudian, minuman
keras sukses membuat tubuhku tumbang. Seakan mau mati dengan mual-mual dan
tubuh yang terkulai lemas membuat aku mendapatkan perhatian dari ibu serta
tanteku. Ada satu
ucapan dari tante yang mengatakan kalau aku perlu untuk bertobat, agar saat mati nanti aku tidak masuk kedalam api neraka.
Aku merenung dan bertekad untuk kembali pergi
ke gereja. Di dalam gereja, aku dibawa dalam satu perenungan dari sebuah
lagu gereja yang saat itu kunyanyikan, "Betapa besar.. kasih..
pengampunanmu Tuhan, tak kau pandang rendah hati yang hancur.." Aku merenungkan lagu ini sambil menilik masa laluku.
Betapa aku telah berada jauh dari
Tuhan. Kala itu, masih di
dalam gereja, aku merasakan kalau secara fisik aku masih merasa kalau
tubuh ini masih lemah dan tidak berdaya. Tetapi ada semangat yang membara dalam
diriku yang mendorong bahwa aku
harus mencari Tuhan. Aku
menyadari kalau kasih Tuhan
akan memulihkan seluruh kehidupanku.
Aku berharga di mata Tuhan
Tuhan menuntunku untuk lebih menghargai
kehidupan ini. Aku terus bertumbuh dalam satu persekutuan dalam gereja. Setiap
harinya, aku tahu kalau Tuhan mengasihiku. Persekutuan juga mempertemukanku
dengan satu wanita yang sangat baik dan bersedia untuk menerimaku apa adanya.
Aku menikahi Rini Lette, istriku. Aku menyadari
kalau seluruh kehidupanku telah dipulihkan oleh Tuhan. Jika dulu aku adalah
seorang sampah masyarakat, Tuhan telah mendaur ulang kehidupanku dan
menjadikannya berharga untuk berjalan dalam kebenaran.