Olokan sudah menjadi bagian dari
hidup saya. Mulanya, sikap ingin menjadi orang yang diterima adalah alasan saya
untuk belajar mengenai
ilmu bela diri. Iya, dengan segala macam penyakit yang ada dalam tubuh saya, orang-orang selalu memandang saya sebagai orang penyakitan tidak berguna.
Rasanya, saya tidak memiliki
nilai sebagai manusia, beban yang berat ini membuat saya selalu merasa di
bawah. Sakit yang saya alami pun, bukannya berangsur-angsur sembuh, beban ini justru memperparahnya.
Inilah yang mengantarkan saya untuk terus berkhayal menjadi sosok sakti yang bisa diandalkan.
Sampai lamunan saya dibuyarkan oleh Mas Bejo, yang kemudian mengantarkan saya hingga diterima pada sebuah perguruan silat. Latihan berat saya hadapi, bermacam-macam guru saya temui, bertapa, mendatangi tempat dengan aura ‘sakti’ pun saya lakukan. Ibarat maniak, saya mengejar semua hal tersebut. Kesaktian, kekebalan, ilmu yang membuat saya semakin kuat membuat saya harus menjalani berbagai ritual. Iya, ilmu ini bersifat sangat mengikat. Baik itu batin, tubuh, bahkan jiwa.
Berkat pencarian saya untuk mendapatkan ilmu sakti, bukan hanya bisa bertarung melawan maling dengan bela diri, saya juga telah menjadi orang sakti yang bisa menyembuhkan banyak orang. Dengan begitu, keinginan saya pun bisa terpuaskan. Tumbuh kesombongan dalam diri saya. Kendati demikian, saya masih bisa merasakan ada kekosongan dalam diri ini yang masih terus menerus saya cari.
Pada awalnya memang saya merasa
terpuaskan, keinginan saya terpenuhi, namun di dalam setiap ilmu yang saya
dapati tersebut pantangan yang membatasi dan membelenggu saya untuk merasakan berbagai
macam hal. Terlebih lagi jika sudah berbicara mengenai benda pusaka dan bagaimana saya harus memperlakukannya.
Hingga akhirnya, adik ipar saya
menghampiri saya dan mengatakan, "kok benda mati aja dimandiin sih, mas?" Dari situ, saya mendengar satu nama pribadi,
yaitu Tuhan. Adik ipar saya mengatakan kalau hanya Tuhan yang memberikan keselamatan.
Bahkan, ia menantang saya dengan datang ke rumahnya untuk melihat kuasa yang tidak terkalahkan. Tentu saja saya iya kan ajakan tersebut.
Karena penasaran dengan getaran supranatural yang saya rasakan dari penyembahan yang dinaikkan oleh adik ipar dan rekan-rekan sepelayanannya, saya akhirnya masuk dan bergabung dengan mereka. Tetapi tentu saja, kata tobat saat itu belum terlintas dalam pikiran saya.
Baca juga :
Daud Tony, Dukun Santet Yang Kalah Oleh Pendeta
Saat Dukun Sakti Tak Mampu Obati Anak Sendiri
Hanya dalam hitungan menit, saya duduk bersama
mereka saat melakukan penyembahan. Ada kuasa yang jauh lebih besar dari kuasa
yang saya miliki. Saya menyadari kalau ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya.
Saat itu, saya menyadari kalau kuasa tersebut
adalah kuasa kasih dari Tuhan. Ada air mata yang keluar dari mata yang saya
sebut-sebut kalau air mata yang saya miliki ini telah kering. Ada damai sejahtera yang saya rasakan dalam hati ini.
Keris, bertapa, ritual, benda pusaka dan semua
masa lalu yang pernah saya lakukan adalah sia-sia. Saya menyadari kalau Yesuslah
yang jauh lebih berkuasa daripada ilmu yang saya miliki. Mulai saat itu, saya
menemui guru yang kekal, guru yang memberikan saya kesyahduan, yang mengenalkan
saya arti damai sejahtera dan membawa kebahagiaan sejati.
Kiblat saya kepada iblis telah saya patahkan, saya telah bertobat dan menjadi pengikut Kristus. Jika dulu ilmu yang saya miliki tidak membuat saya menahan diri, dalam aspek apa pun, termasuk semua hal yang negatif, yang membawa saya pada kehancuran moral dan akhlak saya, kini saya telah mengabdikan diri kepada Penguasa yang menebus dosa manusia, Yesus Kristus.
Sumber kesaksian Wawan Setiawan, JC Channel.