Seorang imigran Iran telah menjadi tokoh religius berpengaruh di Eropa setelah berpindah agama dari Islam menjadi Kristen.
Kisah Annahita Parsan yang melarikan diri dari Iran melalui
pegunungan sebagai pengungsi Muslim, hingga menghadapi kekerasan dalam rumah
tangga dan dipenjara di Turki, sebelum berhasil mengukir sebuah kehidupan di Swedia, mirip kisah dalam film Hollywood.
Parsan, seorang mualaf dari Islam menjadi Kristen dan ibu dua
anak, merupakan salah satu tokoh religius yang paling menonjol di Eropa. Baik
karena ziarah geografis dan spiritualnya, serta keputusannya untuk memperkenalkan umat Islam dengan Injil.
"Hidup saya benar-benar berbeda sejak datang kepada Yesus," kata Parsan, 47 tahun, kepada Fox News, Rabu 17 Januari 2018.
Kisahnya itu telah dibukukan dalam memoarnya, “Stranger No
More: A Muslim Refugee Story of Harrowing Escape, Miraculous Rescue and the Quiet Call of Jesus,” yang diterbitkan akhir tahun lalu
Parsan dibesarkan sebagai Muslim di provinsi Isfahan, Iran
dengan orang tua dan empat saudara kandungnya. Dia menikah pada usia 16, dan
tepat setelah Revolusi Islam Iran pada 1979 dia melahirkan seorang anak laki-laki, Daniel.
Iran dengan cepat menjadi tempat yang berbeda di bawah
Ayatollah Khomeini, dan ketika suami tercinta Parsan tewas dalam kecelakaan
mobil, dia baru berusia 18 tahun, dia terpaksa menyerahkan hak asuh anaknya kepada keluarga suaminya, sesuai dengan hukum.
Agar Diterima Jerman, Imigran Berbondong-bondong Pindah Agama
Setelah beberapa bulan, dia dengan berani berhasil berjuang untuk mendapatkan kembali anaknya.
Dia kemudian dianugerahi anak perempuan bernama Roksana setelah
dinikahi Ashgar. Dengan berkecamuknya perang Irak Iran, memaksa terpaksa
melarikan diri pada tahun 1984 melintasi pegunungan beku ke Turki di tengah musim dingin.
Tanpa dokumen identifikasi atau paspor, pihak berwenang Turki
memasukkan Parsan dan suaminya ke sebuah penjara mengerikan di distrik Agri karena masuk secara ilegal.
Setelahbeberapa bulan yang mengerikan, pasangan ini dibebaskan
dan pergi ke Istanbul. Di sana mereka menghabiskan sembilan bulan untuk mencari dana yang cukup untuk sampai ke Denmark.
Di negara Skandinavia kecil inilah tempat benih transformasi spiritual akhirnya ditanam.
"Sekitar bulan pertama atau kedua di sana, seorang wanita
datang ke pintu untuk berbicara tentang Tuhan, "kenang Parsan. "Saya
sangat marah, saya sangat tidak bahagia. Tapi dia kembali keesokan harinya
dengan sebuah Alkitab kecil, jadi kali ini saya meminta Yesus untuk membantu saya."
Parsan mengatakan bahwa selama tahun-tahun awal dia mulai membaca Alkitab, dengan sembunyi-sembunyi dari suaminya.
Akhirnya dia meminta jawaban Tuhan atas pertanyaannya dan
langsung merasakan ketenangan batin dan pikiran yang belum pernah dia alami sebelumnya.
"Itu ajaib," kata Parsan
Tapi ketenangan dan kedamaian tidak berlangsung lama. Setelah
ledakan yang sangat brutal dari suaminya yang kasar, selama Natal 1989, Parsan mencoba menjalani hidupnya dengan bergantung pada pil tidur.
Dia akhirnya memutuskan bercerai, dimana suami kembali ke Iran. Dia dan anak-anaknya kemudian pindah ke Swedia.
Setelah dua tahun di sana dia dibaptis. Dia dan anak-anaknya kemudian tinggal di ibu kota Swedia selama beberapa tahun.
Kemudian pada 2006, setelah mengalami kecelakaan mobil yang
mengerikan, dia memutuskan bahwa Tuhan telah menyelamatkan hidupnya sehingga
dia bisa menghabiskannya untuk membantu orang-orang Muslim lainnya yang mulai percaya kepada Kristus.
Setelah lima tahun belajar Parsan ditahbiskan pada 2012 sebagai pendeta di Gereja Swedia.
"Saya bekerja secara khusus dengan komunitas Muslim, banyak juga yang berbicara dengan Farsi," kata Parsan.
"Terkadang mereka datang ke gereja karena mereka
penasaran. Terkadang mereka adalah pencari suaka. Dann terkadang mereka hanya
berkunjung dari tempat-tempat seperti Iran dan Afghanistan, jadi mereka diam-diam dibaptis dan kemudian mereka kembali. "
Dia mengaku telah membantu lebih dari 1.500 umat Muslim menjadi Kristiani selama lima tahun terakhir.
Karena keberhasilannya, Parsan menghadapi risiko yang tidak dihadapi oleh pendeta Gereja Swedia lainnya.
"Saya mendapatkan ancaman serius setidaknya beberapa kali per tahun, ancaman serangan pisau atau serangan bom. Saya memiliki ancaman lain dari anggota keluarga saya yang jauh."
"Tapi bagi saya, apa yang saya lakukan itu
berharga." Saya berharap orang-orang di luar sana yang telah kehilangan
kepercayaan mereka, mungkin akan mendengar ceritaku dan terinspirasi untuk
kembali, "kata Parsan.
Mantan pengungsi Iran itu kini memimpin dua kongregasi di
Swedia. Dia tidak hanya mengajak umat Muslim untuk pindah keyakinan, tapi dia
sering melatih gereja untuk menjangkau kaum Muslim dan mengajari mereka begitu
mereka bergabung dengan gereja tersebut.