Selebaran berjudul
‘Yesus Juga Membayar Pajak’ mengundang perhatian banyak kalangan. Di lembaran bagian depan selebaran itu jelas tampak tulisan tertanda Direktorat Jenderal Pajak dengan gambar peta Indonesia serta tangan yang memegangi sebuah kotak putih berpita merah.
Sementara dilembaran
lainnya tampak tulisan “YESUS mengajar kita untuk memberikan apa yang menjadi hak
negara, berupa pajak –Mat 22: 15-22” dan juga tulisan “YESUS juga memberikan contoh sikap taat dalam membayar Bea Bait Allah (temple tax) –Mat 27: 24-27”
Di dua tulisan
itu tampak kata ‘mengajar kita’ dan ‘memberi contoh’ dibubuhi dengan warna kuning sebagai bentuk penekanan.
Mendengar gonjang-ganjing
ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mulai angkat suara. Dia meminta supaya masyarakat
sabar menunggu klarifikasi supaya penyebaran brosur ini tidak menyebabkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat Indonesia.
Di kutip dari
Kompas.com, Direktorat Pajak mengakui
brosur tersebut memang dibuat untuk sosialisasi pajak. Direktur Penyuluhan,
Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, DJP Kementerian, Hestu Yoga Saksama
mengatakan bahwa brosur atau yang disebut leaflet ‘Yesus juga membayar pajak’ itu
adalah sosialisasi pajak yang dibuat Ditjen Pajak berdasarkan perspektif agama Kristen.
“Salah
satunya dengan membuat materi berupa leaflet sosialisasi pajak dari perspektif agama yang diakui di Indonesia,” ucap Hestu, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (10/10).
Bukan saja hanya dari perspektif agama Kristen, tapi mereka juga membuat dari cara pandang agama Islam, Budha, Hindu dan Khonghucu. Materi-materi itu pun diakuinya sudah beredar sejak awal tahun 2017 ini dan bahkan sudah diedarkan saat sosialisasi program pengampunan pajak (Tax Amnesty).
Hestu pun menegaskan bahwa pembuatannya turut melibatkan para penulis-penulis buku dari masing-masing agama. “Materi yang ada dalam leaflet tersebut juga disesuaikan dengan materi kesadaran pajak yang sudah dimasukkan ke dalam Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu untuk pendidikan tinggi,” terangnya.
Sementara Hestu
menjelaskan bahwa masing-masing materi sosialisasi diedarkan kepada masyarakat
sesuai dengan keyakinan yang dianutnya. Dengan itu leaflet ini diharap tidak akan memunculkan permasalahan di kalangan masyarakat.
Atas nama Ditjen
Pajak, Hestu pun meminta maaf jika selebaran ini sudah sempat menimbulkan kontroversi
dikalangan tertentu.
Namun
terlepas dari alasan pembuatannya, ada banyak warga netizen yang marah lantaran
pemerintah harus melakukan segala macam cara untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam membayar pajak, termasuk dengan mengutip ayat dari kitab suci
tertentu. Cara sosialisasi ini pun banyak dipertanyakan karena dikhawatirkan bisa
menimbulkan sentimen agama.