Anak Bunuh Diri Karena Suka Diomelin, Orang Tua Patut Perhatikan Ini
Sumber: theblacksheeponline.com

Parenting / 30 August 2017

Kalangan Sendiri

Anak Bunuh Diri Karena Suka Diomelin, Orang Tua Patut Perhatikan Ini

Naomii Simbolon Official Writer
8135

 

Sebagai orang tua, kita memang memiliki banyak tanggung jawab. Mulai dari menjaga dan mengarahkan anak, merawat pertumbuhan karakter sang anak hingga menyekolahkan anak sampai pada pendidikan tertinggi.

Setelah menyelesaikan sekolah, sebagai orang tua kita tentu sangat mengharapkan yang terbaik bagi anak kita. Ibarat guru yang mengharapkan murid-muridnya pintar karena hasil ajarannya , demikian orang tua mengharapkan anak-anak tetap bersikap baik dan pergi bekerja memikirkan masa depan hingga kembali dengan kabar sukses. Supaya kerja keras kita berbuah hasil dan kita bahagia .

Lalu bagaimana jika seorang anak melupakan kita setelah kesuksesannya (durhaka)? Atau parahnya adalah bagaimana jika anak nggak kurun bekerja malah bergantung kepada kita di usia dewasanya selama bertahun-tahun? Apa responmu?

Baru-baru ini terdengar berita dari negara seberang yaitu Malaysia tepatnya di kota Kinabalu. Seorang pemuda berusia 22 tahun memutuskan bunuh diri dengan memotong lidahnya dan lompat dari sebuah gedung hanya karena nggak tahan dengan omelan orangtuanya.

Miris sekali bukan? Omelan yang menjadi sebuah kebiasaan berakibat fatal. Hal ini perlu diperhatikan oleh para orangtua dirumah.

Keputusannya tersebut berawal ketika pemuda ini selalu dimarahi oleh orangtuanya karena tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran. Karena bosan mendengar omelan itu, dia pun memutuskan bunuh diri.

Nggak asing lagi bagi banyak orang tua bahwa “Mengomel” merupakan cara favorite yang jitu untuk mengungkapkan kekesalan supaya orang lain mengerti kondisi hati kita yang marah, sedih atau nggak suka terhadap sesuatu (khususnya anak dan suami).

Tetapi cara ini cukup berbahaya dan bisa menjadi batu sandungan jika di perhadapkan kepada seseorang yang belum dewasa dalam iman dan karakter. Misalkan, suami yang jarang dirumah karena pusing dengan omelan istri terhadap pembantu, murid yang jarang masuk karena stress dengan omelan guru, bahkan anak kabur dari rumah hingga bunuh diri karena nggak tahan dengan omelan orangtua.

Kemarahan nggak harus selalu diungkapkan dengan omelan yang keseringan, karena sebagai pendengar hal ini cukup menganggu dan membuat stress dan mengakibatkan hal-hal fatal diatas.

Sebagai orangtua, cobalah merenung lagi bahwa kita harus mulai memahami bagaimana cara supaya anak mengerti isi hati kamu tanpa harus mengomel atau marah-marah. Mungkin kamu bisa melakukan cara seperti:

1.         Berkatalah dengan lembut namun terarah kepada sang anak

2.         Tegas tetapi nggak menuntut berlebihan

3.         Berikan pandangan dan konsekuensi atas perilaku/keputusan yang anak sedang buat atau hadapi

4.         Jangan terlalu memaksa dan beri kesempatan untuk anak berpikir dengan caranya

5.         Dengarkan dia, dan jangan melulu anak yang mendengarkan kamu

 

Mazmur 37: 8 berkata : “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan." 

Jadi sangat jelas sekali bukan bahwa kemarahan menimbulkan kejahatan. Tanpa kita sadari, saat kita mengomel, emosi marah dapat dirasakan oleh orang lain (panas hati) yang membuatnya melakukan kejahatan dan hal yang nggak masuk akal.

Namun Amsal 15:1 berkata bahwa:  "Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah."

Sudah jelas bukan buat para orang tua atau bahkan siapa saja, berhentilah mengomel dan marah yang berlebihan karena hal itu nggak akan menyelesaikan permasalahan.

Yuk share ke teman-teman dan para orangtua lainnya, supaya mereka mengetahui kabar ini.

 

Sumber : Berbagai sumber/jawaban.com
Halaman :
1

Ikuti Kami