Edi Suranta: Ingin Kaya dengan Menjadi Bandar Narkoba
Sumber: Jawaban.com

Family / 23 May 2016

Kalangan Sendiri

Edi Suranta: Ingin Kaya dengan Menjadi Bandar Narkoba

Mega Permata Official Writer
4307

Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan hidup yang berasal dari Allah. Hal ini tidak terkecuali untuk orang-orang dengan kondisi  fisik yang normal atau sebaliknya, miskin atau kaya, dan lain sebagainya. Meskipun begitu, seringkali perasaan rendah diri menjadi penghalang untuk menemukan tujuan yang dari Allah tersebut. Bahkan menganggap hidupnya tidak berarti, merasa tidak berguna, atau semacamnya.

Kesulitan inilah yang pernah dialami oleh Edi Suranta. Lahir dengan tubuh yang berbeda, Edi sering menerima ejekan dan hinaan dari teman-teman sepermainannya. Belum lagi dengan kondisi ekonomi keluarga yang miskin dan terjerat hutang, dirinya terpaksa putus sekolah. 

Dalam keterpurukan inilah Edi memutuskan untuk fokus mencari uang yang banyak. “Aku engga mau jadi orang miskin, aku mau jadi orang kaya,” ujarnya saat itu. Menurutnya, ini adalah solusi untuk bisa melepaskan diri dari keadaan yang serba terbatas saat itu. Sekaligus juga agar dihormati orang lain. Edi berusaha keras untuk merubah kehidupannya, terlepas dari bagaimanapun caranya, baik itu benar atau salah. 

Edi kemudian memilih mencari kerja lewat kenalan. Dia berusaha mendekati orang yang lebih dewasa. Pergaulan inilah yang mengenalkannya pada rokok, ganja, dan judi. Dan setelah beberapa tahun, keadaan ekonominya berubah. “Saya sudah merasa seperti bos. Kemana-mana saya punya teman.”

Uang yang dimenangkannya dari meja judi pun selalu dihabiskannya untuk foya-foya. Meskipun uang habis, Edi merasa bangga karena bisa menghamburkan uang. Selain judi, dia sekaligus sebagai pemasok ganja. Untung besar yang didapat membuatnya tertarik untuk melakoni bisnis terlarang ini. Satu kali, dirinya pernah menghilangkan satu paket daun ganja tersebut dan kerugian besar harus ditanggung sendiri olehnya. 

Pengalaman ini tidak kunjung membuat Edi jera. Dia bahkan berusaha mencari peruntungan yang baru dengan bidang yang sama di Jakarta. Dia berencana untuk menjadi bandar narkoba di kota terpadat di Indonesia tersebut. “Modal nekat saya brangkat ke Jakarta naik truk. Saya datang dari kampung ke Jakarta untuk menjadi bandar narkoba.”

Awalnya, Edi berperan sebagai kurir putaw. Saat pertama kali diperlihatkan putaw, dia tergiur untuk mencobanya. Meskipun telah dilarang oleh rekannya, dia tetap tidak mendengar dan tetap mencicipinya. Perlahan tapi pasti, dia bukan hanya menjadi kurir tapi juga menjadi pecandu. Disamping itu, pihak berwajib juga sudah mulai 'mencium' gerak-gerik Edi.

‘Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga’, peribahasa inilah yang bisa menggambarkan situasinya saat ditangkap oleh polisi. Setelah sempat mengelabui polisi, Edi akhirnya tertangkap tangan membawa narkoba dan terbukti bersalah sebagai kurir. Akibatnya, Edi Suranta harus menjalani kehidupan di Lembaga pemasyarakatan. 

Selain merasakan dinginnya jeruji besi, dia juga harus bertahan melawan keinginannya untuk mengonsumsi putaw. Alhasil, sakaw adalah kesakitan paling besar yang dirasakannya selama di sana. Saat itu, tidak ada yang bisa menolongnya. Baik bos besar hingga keluarga, tidak ada satupun yang memperhatikannya.

Melawan kesakitan dan kesedihan yang tidak tertahankan, Edi berkali-kali berteriak dalam hati memanggil Tuhan. “Tuhan, tolong saya! Saya sudah begitu dalam terikat dengan narkoba dan tidak bisa melepaskan diri. Saya minta Tuhan untuk menolong saya,” pintanya.

Penyerahan diri inilah yang akhirnya mengetuk pintu hati Edi untuk ikut ibadah dalam penjara. Ketika mendengar pujian, ‘Kasih-Mu Tiada Duanya’, Edi sangat terharu. “Benarlah lirik lagu tersebut, bahwa tidak ada kasih di dunia, kasih manusia, yang sanggup menerima saya. Tapi tidak demikian dengan kasih Tuhan. Sehancur, sebobrok, sekotor apapun hidup saya, Tuhan tetap menerima saya.” 

“Tuhan selalu baik, saya tidak menyangka bahwa saya hidup saya bisa diubahkan Tuhan. Saya pikir hidup ini sudah tidak berguna, tidak berarti. Tidak ada yang mau menerima dan peduli pada saya. Namun saya benar-benar dikuatkan dengan Tuhan yang mau menerima saya.”

Di sana dia bertemu dengan hamba Tuhan bernama Musa yang melayani para tahanan. Menurut Musa, Edi merupakan sosok yang membutuhkan figur seorang ayah dan yang memperhatikannya. Disinilah peran Musa sebagai pembina rohani Edi. “Saya lihat buktinya. Edi ada kemauan, dia engga mau diam dalam keadaan yang sama. Dia yang dulunya bergaul dengan pengedar narkoba, sekarang bisa bermasyarakat atau bersaksi bagi orang sekitarnya.” 

Bila dulu Edi menganggap uang bisa membuatnya dihormati banyak orang, kini dia tahu itu tidaklah benar. Dia bersyukur masih diberikan kesempatan untuk berubah. “Kalau saya ingat kembali saat dulu, jalan keluar paling tepat adalah Tuhan sendiri.” 

“Semakin saya dekat dengan Tuhan, saya sadar bahwa apa yang saya inginkan dan rindukan ternyata Tuhan sudah sediakan buat saya.” 

Edi yang sempat merasakan hidup yang hancur, berdosa, dan kecanduan bisa diubahkan oleh Yesus. Selama kita percaya dan sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhan, maka tidak ada yang mustahil. Hidup kita diubahkan karena Yesus Kristus telah mengampuni dosa-dosa kita. Oleh sebab itu, Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan.

Sumber : Edi Suranta
Halaman :
1

Ikuti Kami