Kasus seperti ini dialami oleh seorang anak TK bernama Kim. Saat itu, seluruh murid diberi tugas mewarnai gambar hati. Mereka diinstruksikan agar warna yang mereka bubuhkan tidak melewati garis. Namun tanpa sadar, warna yang ia bubuhkan sudah melewati garis yang ditentukan. Lalu, seorang murid lain memberitahukannya dengan nada suara yang keras dan seolah mengejek.
Murid-murid lainnya pun menghampiri dan ikut-ikutan mengejeknya. Menyaksikan hal itu, guru yang mengajar di kelas itu segera menyuruh semua muridnya kembali ke kursi masing-masing dan melanjutkan tugas. Ketika situasi mulai tenang, Enrico menghampiri Kim dan berkata, “Ini, pakai warna putih,” sambil mengoleskan pensil warna putihnya di atas warna yang keluar garis pada gambar milik Kim.
Sejenak Kim mengamati cara Enrico menggariskan pensil warna itu di bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Kim pun mulai menirukan apa yang dilakukan oleh Enrico. Tanpa mereka sadari, murid-murid lainnya pun menghampiri dan mengamati keduanya melakukan hal serupa. Masing-masing lalu mengambil pensil warna putihnya dan mulai menggambar. Ternyata, Kim bukanlah satu-satunya murid yang melakukan kesalahan, tetapi gambar murid lainnya pun bahkan keluar garis.
Kisah ini mengajarkan kita bahwa terkadang kita sama seperti murid yang suka mengejek dengan suara keras saat orang lain melakukan kesalahan. Tanpa menyadari mungkin kita pun sama seperti orang yang kita cela. Namun, sikap Enrico mengingatkan kita sebaliknya, bahwa orang yang berbuat salah sepatutnya diberlakukan dengan mengajar dan menuntunnya untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Sumber : Gemintang.com/jawaban.com/ls