Ketika Pensiun Di Usia 65 Tak Lagi Diimpikan

Entrepreneurship / 15 February 2013

Kalangan Sendiri

Ketika Pensiun Di Usia 65 Tak Lagi Diimpikan

Yenny Kartika Official Writer
4772

Apakah pensiun di usia 65 benar-benar diinginkan oleh kaum manula? Sepertinya iklan asuransi yang menggambarkan pasangan suami istri berambut putih sedang berjalan-jalan menikmati pantai tidak lagi relevan untuk jaman sekarang.

Fakta mengatakan bahwa jika seseorang semakin merasa terlibat dan berguna dalam suatu aktivitas, maka semakin sehatlah ia, baik secara fisik maupun mental.

Kita menjumpai penguasa Liga Primer, Sir Alex Ferguson, di usia 71. Pasar saham masih diramaikan oleh gurauan pria berumur 82, Warren Buffett. Di balik kejayaan media televisi FOX terdapat ide-ide lihai dari Rupert Murdoch yang berusia 81. Sementara itu, di usia 86 Ratu Elizabeth menduduki posisi teratas dalam daftar Woman’s Hour Power yang dibuat oleh Radio BBC 4. Terakhir, kita baru saja melihat Paus Benedict XVI yang berusia 85 “melambaikan tangan”.

Tentu saja ada beberapa profesi dan pekerjaan yang sebaiknya dilakoni kaum muda. Kita tentu khawatir jika melihat ada pilot pesawat tempur yang berumur 50-an. Sebuah penelitian Barbara Strauch yang tercantum dalam bukunya “The Secret Life of The Grown-Up Brain” menunjukkan bahwa orang-orang muda selalu mendapat skor yang lebih tinggi dalam tugas-tugas yang bersifat kognitif dan memerlukan tanggapan cepat. Namun dalam tes yang mengharuskan pesertanya mempergunakan kebijaksanaan—seperti membuat koneksi, menilai mutu perdebatan dan kecerdasan emosional—para manusia yang telah berusia lanjut ternyata lebih mahir.

Hal yang menarik tentang bekerja di usia lanjut diutarakan Marc Freedman dalam buku terbarunya, “The Big Shift”. Setelah melampaui usia 50-an, orang cenderung mulai menghargai hidup mereka yang akan berakhir. Terdapat kesan dalam pikiran mereka bahwa waktu hidup hampir habis, namun di sisi lain masih ada beberapa tahun tersisa yang dapat mereka manfaatkan. Tidak mengherankan jika orang-orang tua berharap agar mereka dapat mewariskan anak cucu mereka bukan saja dengan kemapanan finansial, tetapi juga sosial.

Meskipun demikian, seseorang berumur panjang masih dianggap merepotkan keluarga. Dengan bertambahnya umur, dementia (penyakit cepat lupa / pikun) mulai menghampiri. Jika keluarga dan para manula berfokus pada pengobatan dan perawatan, tentu hal ini masih dapat ditangani.

Berapapun usia kita, sebetulnya tidak menjadi penghambat bagi kita untuk melakukan produktivitas. Yang paling penting adalah kita jangan menjadi “terlalu” dalam mengerjakannya. Terlalu lama, terlalu berat, atau terlalu rumit; sebaiknya dihindari. Kita harus menyadari kapasitas kita masing-masing. Kiranya Tuhan memberkati usaha Anda, berapapun usia Anda.

 

Baca juga artikel lainnya:

Fokus Urus Partai dan Keluarga, Ibas Mundur dari DPR RI

Ahok : Apa Itu Valentine?

Prostitusi Online Karena Ekonomi Pas-pasan


Sumber : The Guardian | Yenny Kartika
Halaman :
1

Ikuti Kami