Malam Natal itu salju turun diiringi angin yang bertiup kencang dan hawa dinginnya yang membekukan tulang. Para warga kota kecil itu masuk ke dalam gereja. Persis di sebelah kiri depan gerbang gereja itu, duduk seorang anak perempuan dengan mantel compang-camping dan bau yang menyengat. Dia sudah ada di kota itu beberapa hari yang lalu.
Setiap kali ada warga yang masuk gerbang gereja, pengemis kecil itu berdiri sambil menggerakkan tangannya ke arah mulut. Pengemis kecil ini bisu dan tuli. Lewatlah beberapa orang di hadapannya, namun mereka bergegas masuk ke dalam gereja tanpa menoleh sedikitpun. Begitu juga banyak warga lainnya. Ada yang menoleh lalu berhenti sejenak, namun tidak berbuat apa-apa dan masuk ke gereja.
Lalu muncullah salah satu keluarga kaya di kota kecil itu, sepasang suami istri dan seorang anak perempuan berusia belasan tahun. Ketika melewati pengemis kecil ini, sepasang suami istri itu pun tak melihatnya. Tetapi anak perempuan mereka melihat si pengemis dan menarik tangan orangtuanya untuk berhenti.
“Mama, ada pengemis, apakah kita bisa memberinya sesuatu?” tanya si anak.
Perempuan kaya itu berhenti dan melihat kepada si pengemis. Lalu dia berkata, “Kita hanya membawa uang persembahan untuk gereja, lain kali saja kita beri dia,” ujar mamanya sambil membawanya masuk gereja.
Tak berapa lama, datang tergopoh-gopoh seorang laki-laki tua, yang ditilik dari pakaiannya ternyata salah satu hamba Tuhan di gereja tersebut. Melihat pengemis itu, diapun bertanya, “Nak, mengapa kamu berdiri di situ? Kenapa tidak masuk ke gereja?”
Anak itu merespon dengan menggerakkan tangannya ke arah mulut. Tak sabar, laki-laki itu bermaksud menarik anak tersebut ke dalam gereja. Setelah lebih dekat, dia mencium bau tak sedap dari pakaian si pengemis. “Oh tidak, kamu tidak usah masuk. Tunggu saja setelah misa kamu akan diberi roti,” ujarnya lalu bergegas masuk ke dalam gereja.
Tidak ada lagi yang lewat setelah itu, semuanya sudah berada di dalam gereja dan mengadakan misa Natal. Setelah sekian lama tidak makan dan terus berdiri, anak ini terduduk lemas dan menekuk tubuhnya untuk menahan lapar serta dinginnya udara. Kepalanya tertunduk begitu dalam. Sayup-sayup terdengar lagu-lagu Natal mengalun indah dari dalam gereja. Tak terasa, setitik air menetes dari matanya dan sejenak menghangatkan pipinya yang sudah sedingin es.
Tiba-tiba dia mendengar suara gaduh di depan gereja. Seorang laki-laki baru saja dilempar keluar dari gereja. Laki-laki itu mencoba bangun sambil menggerutu kesal. Gerutuannya terhenti ketika tak berapa jauh dari tempatnya terlempar, dia melihat pengemis kecil berwajah pucat yang menggigil di dekatnya. Selama beberapa saat mereka saling pandang.
“Aku tahu apa yang kauinginkan,” ucap laki-laki itu sambil merogoh saku dalam mantelnya. “Aku mencuri karena lapar, tapi makanlah ini, kamu lebih lapar daripada aku,” ujarnya lagi.
Si pengemis kecil itu tampak bahagia sekali. Roti itu dibaginya jadi dua, lalu separuhnya dia kembalikan kepada laki-laki itu. Kini dengan perasaan sukacita, mereka duduk menyandar di gerbang gereja sambil menikmati sekerat roti.
Di malam Natal itu, seorang bocah dekil dan bau menemukan bahwa seorang pencuri menyelamatkan dirinya dari kelaparan.
Baca juga :
Jari Kuku Sehat, Lakukan Mani Pedi Sendiri
Pergilah, Jangan Berbuat Dosa Lagi
Saat Anak Mulai Pacaran, Haruskah Ortu Ikut Campur?
Pelajaran Berkeluarga dari Kelahiran Yesus
16 Tanda Penderita Positif HIV
Ini Karya-Karya Paul Walker Semasa Hidup
Saat Harus Berkarir Setelah Melahirkan
Ketika Keluarga Anak Bermasalah
Tips Agar Kue Kering Tidak Keras
Setelah 10 Tahun Menunggu, Akhirnya Dapat Juga
Sumber : wordpress.com by lois horiyanti/jawaban.com