Wanita ini hanyalah seorang pembantu rumah tangga, namun melalui kehidupannya, dia bisa memberkati orang-orang terpelajar.
"Nama saya Marni, saya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saat ini saya memimpin sebuah komunitas yang anggotanya orang terpelajar, antara lain D3, S1, bahkan ada yang menjabat sebagai seorang manajer."
Namun Marni yang ceria dan penuh percaya diri ini, sangat jauh berbeda dengan Marni yang dulu. Dia menyimpan sebuah kenangan pahit di masa lalunya. Kemiskinan dan cacat pada matanya, membuat masa kecil yang harusnya bahagia, hilang berganti menjadi hinaan dan cercaan.
"Saya waktu itu kelas 3 SD. Saat itu saya baru menyadari bahwa fisik saya ada yang kurang, tidak sempurna. Mata kanan saya tidak bisa melihat, hanya yang kiri saja yang bisa melihat. Waktu itu teman-teman sering mengejek saya ‘Marni, matanya bijil (buta sebelah - red)..' kata-kata itu yang membuat saya sakit hati. Membuat saya sangat sedih. Saya merasa Tuhan tidak adil."
Marni tidak dilahirkan dalam keadaan cacat, namun karena sebuah kejadian sepele, seluruh kehidupannya berubah.
"Pada saat saya main, mata saya terlempar serpihan genteng. Saya kesakitan waktu itu, dan ketika saya tutup dengan tangan, ada darah di tangan saya. Dari hari ke hari, penglihatan saya semakin berkurang. Dan dalam waktu beberapa bulan, mata kanan saya sudah tidak bisa melihat lagi. Tetapi saya tidak pernah menyadarinya, sampai teman-teman saya mulai mengejek saya di kelas 3 SD waktu itu."
Hati yang terhujam dengan kekecewaan membuat Marni kehilangan jati diri, dia bertumbuh menjadi remaja yang minder dan sangat rendah diri.
"Ketika saya bertumbuh dewasa, saya mulai merasa minder, pemalu, penakut dan menjadi pribadi yang pendiam. Susah untuk tertawa, bahkan untuk senyum. Untuk bicara di depan dua orang saja saya gemetar, karena saya merasa fisik saya tidak sempurna."
Didalam ketidak sempurnaan dan keluguannya, Marni pun ingin mengubah nasibnya di Jakarta.
"Waktu itu ada saudara saya yang menawarkan pada saya pekerjaan di Jakarta. Saya bertanya, ‘kerjaan apa?' dia jawab ‘pokoknya gampanglah nanti. Ikut aku aja.' Di dalam hati saya ada kerinduan untuk mau pergi ke Jakarta. Pada hal belum jelas pekerjaan yang di tawarkan itu apa. Waktu itu saya masih menjahit di rumah, bahkan masih ada jahitan yang harus saya selesaikan. Lalu saya memberanikan diri untuk meminta ijin kepada orangtua saya. Kalau bapak saya sih mengijinkan, karena semua itu di kembalikan ke diri saya lagi. ‘Kamu sudah besar, kamu sudah bisa memilih apa yang baik untuk diri kamu,' demikian kata bapak."
Namun apa yang terjadi ketika Marni sampai di Jakarta, bukanlah yang dia harapkan. Sampai akhirnya Marni bertemu dengan seorang ibu yang mengajaknya bekerja di sebuah rumah tangga. Inilah rumah keluarga Agus Sugianto, tempat dimana Marni mengalami titik balik kehidupannya.
"Kami melihat penampilannya memprihatinkan sekali. Prihatin disini maksudnya kusut, dan banyak hal dalam kondisi fisiknya tidak dirawat, dan tidak di urus. Selain itu juga pembawaannya sangat pemalu sekali, bahkan cenderung menutup diri. Bahkan ketika bicara dengan orang, dia tidak berani menatap mata," demikian cerita bapak Agus, majikan Marni.
"Saya melihat Marni adalah seorang pribadi yang sangat sensitif. Lalu saya memberanikan diri untuk menanyakan pada Marni, apa yang terjadi dengan matanya. Dan memang, waktu itu Marni menceritakan masa kecilnya dengan menangis," demikian tutur ibu Mala, istri bapak Agus.
"Kami menempatkan dia sebagai anak kami, dan kami sebagai orang tuanya. Jadi kami melakukan suatu pendekatan, bicara dari hati ke hati. Gimana sih sebenarnya perasaannya dia, kekecewaanya dia," demikian bapak Agus memperlakukan Marni.
"Kami membimbing dia untuk melepaskan semua kekecewaan yang ada dalam dirinya, tentang keberadaan dirinya. Atau juga penyesalan mengapa semua itu terjadi. Jadi akhirnya waktu itu kami bawa semuanya itu kepada Tuhan, sehingga dia bisa menerima semuanya ini, dan tidak menjadi sebuah penyesalan yang berkelanjutan. Tetapi mempercayai bahwa apapun keberadaan dia, ada sebuah rencana Tuhan bagi dirinya," Ibu Mala menceritakan bagaimana dirinya dan suami membimbing Marni.
"Waktu itu bapak Agus dan bu Mala mengajarkan saya untuk membaca firman, mengajak untuk berdoa, dan berdoa bersama. Dan sewaktu saya pertama kali membaca Alkitab, saya membaca ‘Oleh karena kamu berharga dimataKu, dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau.' Sewaktu firman itu saya baca, hati saya merasa tersentuh. Saya mengganti kata kamu dengan nama saya pada ayat itu. ‘Oleh karena Marni berharga di mata Tuhan, dan mulia, dan Tuhan mengasi Marni.' Saya akhirnya menerima diri saya apa adanya. Walaupun diri saya dalam kekurangan, dan diri saya cacat, tetapi saya menerima diri saya."
Apa yang menjadi kekurangan dalam diri Marni, kini menjadi sebuah kelebihan. Memimpin dan membina sebuah komunitas, kini menjadi kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh Marni. Inilah cerita dari sahabat-sahabat Marni yang diberkati oleh kehidupannya:
"Mbak Marni itu sudah seperti ibu bagi saya, karena dia ikhlas menolong saya. Bahkan selalu memberikan perhatian yang lebih kepada saya," ungkap Samuel.
Lain lagi dengan cerita Grace, "Dia selalu memberikan nasihat-nasihat yang positif buat saya. Selalu menguatkan saya pada saat saya mengalami masalah yang berat. Dan juga memberikan dukungan doa pada waktu saya meminta seorang anak pada Tuhan, hingga saya boleh mempunyai seorang anak saat ini."
"Saya tidak melihat latar belakang pendidikan Mbak Marni, tetapi beliau bisa menjadi teladan buat hidup saya. Karena tidak semua orang yang berpendidikan tinggi itu dapat memberikan teladan," demikian cerita Hendra Gunawan S, S.H.
"Walaupun saya seorang manajer, tapi saya tidak melihat Mbak Marni sebagai pembantu rumah tangga. Yang saya lihat dari dirinya adalah kerendahan hatinya, dia orang yang bisa memimpin. Dan dia memberikan dampak buat orang lain, serta saya melihat hasilnya." David Mandoringin, sahabat Marni.
Inilah rahasia perubahan hidup Marni.
"Jadi saya berharga bukan karena apa kata orang, tetapi saya berharga karena apa kata Tuhan. Ketika saya sekarang sudah kenal Tuhan, saya percaya sama Tuhan, dan saya diubahkan. Saya melihat bahwa Tuhan bisa memakai orang yang tidak sempurna. Orang cacatpun bisa dipakai oleh Tuhan. Yang terpenting, ada kerinduan, ada kemauan dan hatinya mau dipakai oleh Tuhan." (Kesaksian ini ditayangkan 15 Desember 2008 dalam acara Solusi di SCTV).
Sumber kesaksian :
Marni
Sumber : V081217085416