Tahukah anda jika musik Jazz diawali dari penumpahan kebebasan jiwa para budak berkulit hitam ketika menikmati saat-saat istirahat mereka? Ketika pola musik masa itu masih setia pada notasi dan partitur hasil ciptaan komposer yang dimainkan not per not sesuai komposisinya, aliran baru ini mengutamakan improvisasi.
Nah, walaupun para pemain tiap alat musiknya bebas ber-improvisasi namun tetap ada dalam kerangka harmoni dari keutuhan lagu. Mengapa bisa begitu? Karena ada seorang pemandu, dirigen atau salah satu pemain yang diplot menjadi pemimpin.
Dalam pola jazz, tidak ada musisi yang dominan dari awal hingga akhir, yang bisa bermain seenaknya. Bayangkan jika ada salah satu musisi yang merasa bahwa dirinya lebih hebat dan tampil seenaknya tanpa perduli dengan struktur lagu atau perintah sang "pemimpin", bisa dipastikan lagu akan berantakan kehilangan segalanya.
Bentuk ini juga terlihat pada doa yang diajarkan Yesus Kristus sendiri. Bukan kehendak kita, tapi kehendak Tuhan-lah yang berlaku di bumi, seperti halnya di surga. Seringkali manusia merasa lebih hebat dari yang lain atau hidup egois menurut kepuasan pribadinya saja. Hal ini seperti sikap musisi yang merasa lebih hebat, menonjolkan kehebatan sendiri saja sehingga menyimpang dari aransemen dan pola dasar sebuah lagu, akhirnya merusak harmoni dari lagu tersebut.
Tuhan Yesus mengajarkan sebuah fokus yang benar, bagaimana kekuasaan Allah, kerajaanNya dan kehendakNya seharusnya berlaku bagi kita semua, ciptaanNya yang dikasihi. Tuhan seperti seorang dirigen atau pemimpin ensembel/grup musik yang tengah memainkan sebuah mahakarya seorang Maestro, dan kita semua diminta untuk memainkan bagian-bagian kita mengikuti aransemenNya.
Segala kehendak bebas yang diberikan Tuhan pada kita seperti kebebasan berimprovisasi yang tetap ada dalam kerangka dan pola lagu yang benar. Semua itu bersatu dengan harmonis bagi kemuliaan Allah.
Hidup berpusat pada diri sendiri dan merasa lebih hebat dari orang lain akan menghancurkan keharmonisan
Sumber : renungan harian.net