Jesus, Single Like Me (1)

Single / 22 September 2010

Kalangan Sendiri

Jesus, Single Like Me (1)

Lestari99 Official Writer
4697

Yesus menjalani kehidupan lajang sampai kematiannya. Karena Yesus menjalani hidup sebagai seorang lajang, Dia memahami setiap aspek dari apa yang Anda dan saya alami hari-hari ini. Tulisan berseri ini membahas ‘kesendirian’ Kristus dalam hubungannya dengan ‘kesendirian’ kita dengan harapan Anda akan terdorong untuk berjalan seturut dengan kehendak-Nya. Sebuah perjalanan yang tidak hanya mengarah kepada salib untuk keselamatan kita tapi juga untuk kebangkitan-Nya demi masa depan kita.

Dalam menjalani kehidupan sebagai seorang lajang, saya sering mendengar bahwa saya tidak bisa berteman dengan lawan jenis. Dari komentar Billy Crystal dalam bukunya When Harry Met Sally kepada teman-temannya yang memiliki pengalaman buruk, gambaran pertemanan dengan lawan jenis telah condong menjadi sesuatu yang negatif.

Mereka mengatakan dalam semua pertemanan dengan lawan jenis, salah satu diantaranya akan jatuh cinta sedangkan yang lainnya tidak. Pihak yang jatuh cinta akan diam, menunggu dan berharap agar temannya menyadari bahwa ‘ia’ adalah seseorang yang telah dipersiapkan Tuhan baginya. Itupun jika mereka menjalani pertemanan mereka cukup lama, maka benih cinta itu bisa saja tumbuh di antara mereka berdua, kemudian mereka menikah, memiliki sejuta bayi dan hidup bahagia selamanya.

Yah, hal itu memang bisa saja terjadi. Kenapa? Karena saya mengenal mereka yang telah berteman dalam waktu yang lama dan akhirnya menikah serta hidup bahagia selamanya – tentu saja tanpa sejuta bayi, tapi hanya satu atau dua orang bayi. Tetapi artikel saya kali ini adalah bicara tentang pertemanan dengan lawan jenis dan tidak berakhir dengan cinta. Dan Anda pun tidak akan menyesali pertemanan itu. Apakah itu mungkin? Apakah Anda ingin agar hal ini mungkin?

Baru-baru ini saya mengundang salah seorang teman wanita saya, katakan saja namanya Jane, untuk nongkrong bareng dengan teman-teman pria saya. Salah seorang teman saya (Bob) memberitahu saya bahwa ia tertarik untuk mengenal Jane. Saya pun memberitahu Jane bahwa Bob ingin lebih mengenal dirinya. Mungkin mereka bisa ngopi bareng. Bob merasa bahwa mereka berdua memiliki banyak kesamaan. Mereka berdua telah kehilangan pasangannya masing-masing dua tahun yang lalu. Saya pikir hal ini akan menjadi suatu hal yang bagus, karena Jane sekali-sekali bisa keluar rumah. Saya pikir dengan Jane bertemu sosok pria lain, dapat memberikan semangat baru kepadanya. Pada dasarnya, Jane memberitahu saya dengan singkat bahwa ia belum berminat untuk mencari pasangan baru saat ini.

Menemukan pasangan??? Saya hanya ingin agar ia memiliki teman baru. Jane menjawab, “Kris, kamu tidak bisa berteman dengan lawan jenis.” Sayapun langsung membantahnya, kata siapa? Saya meminta Jane untuk menjelaskan maksudnya. Jane berkata di masa lalu, ketika suaminya masuk rumah sakit, mereka berdua berteman dengan pasien kanker lainnya yang seruangan dengan suaminya. Ketika suaminya meninggal dunia, pria ini terus berusaha berteman dengannya. Sejalan dengan waktu, apa yang ia pikir hanya sekedar pertemanan ternyata ditafsirkan sebagai sesuatu yang romantis dari pihak sang pria. Keadaanpun akhirnya menjadi kacau dan Jane memutuskan untuk mengakhiri pertemanannya dengan pria tersebut dan bersumpah tidak akan pernah menjalin pertemanan dengan pria lagi.

Saya merasa prihatin kepada Jane karena saya pikir ia telah kehilangan sebuah pertemanan baru yang luar biasa. Tapi inilah kunci yang belum ditemukan oleh Jane; semua pertemanan (bahkan dengan jenis kelamin yang sama sekalipun) membutuhkan komunikasi dan memiliki batasan-batasan. Bahkan jika benih cinta tumbuh pada salah satu pihak, Anda perlu memperjelas posisi masing-masing. Cara ini bukanlah hal yang baru, tapi saya percaya inilah yang Yesus lakukan kala ia hidup sebagai seorang lajang. (bersambung...)

Sumber : crosswalk.com
Halaman :
1

Ikuti Kami