Yacobus kecil dilahirkan sebagai anak yang sehat dan bahagia. Dia sangat menikmati saat-saat bermain dan bersenang-senang bersama dengan teman-temannya.
"Sewaktu kecil saya termasuk anak yang agak nakal. Waktu SMP saya pernah jatuh dari sepeda. Pertama kali jatuh dari sepeda itu sebenarnya hanya karena sekedar bermain-main sepeda cross yang lagi trend saat itu. Mungkin karena badan saya yang gemuk, jadi sepeda itu terbanting dengan keras," kisah Yacobus menceritakan masa kecilnya.
Namun tidak hanya sekali, Yacobus pun terjatuh dari sepedanya. Pada saat dia terjatuh untuk yang kedua kalinya, tulang belakangnya pun mengalami cedera parah.
"Waktu itu saya naik sepeda. Hanya saja saya dibonceng di belakang sambil berdiri. Jadi sewaktu sepeda menabrak bantalan jalan, saya pun terjatuh ke belakang. Jadi saya jatuh dari sepeda dua kali. Pada waktu itu karena takut dimarahi orangtua, saya sempat menyembunyikan sakit itu. Saya tidak menceritakannya kepada orangtua tentang kejadian saya jatuh dari sepeda. Saya hanya memberitahu papa dan papa saya bantu dengan mengurut-urut bagian belakang saya," ujarnya.
Namun masalah yang sebenarnya baru saja dimulai. Perlahan-lahan akibat benturan akibat terjatuh dari sepeda tersebut, tulang belakang Yacobus mulai bengkok hingga tubuhnya pun mulai terlihat bungkuk.
"Proses bungkuknya itu perlahan-lahan terjadinya. Jatuh waktu kelas 1 SMP, baru di kelas 3 SMP mulai kelihatan bungkuk. Karena kondisi fisik saya yang tidak sempurna itu, jadi saya juga agak minder untuk bergaul," kisah Yacobus.
Semakin hari krisis kepercayaan diri Yacobus semakin parah sehingga ia sangat minder dalam bergaul dan menyesali akan kelalaiannya di saat ia kecil.
"Saya sempat berpikir kenapa waktu itu saya tidak hati-hati sampai bisa cedera seperti ini dan tulang belakang saya bengkok," ujar Yacobus dengan nada penyesalan.
Namun Yacobus tidak cepat putus asa. Ia pun membulatkan tekad untuk menempuh pendidikan di Fakultas kedokteran. Namun halangan demi halangan kembali menghadangnya. Sewaktu ia menemui dokter yang berada di dekat rumahnya untuk meminta surat keterangan sehat, dokter tersebut mengatakan kepada Yacobus bahwa dirinya tidak mungkin untuk kuliah di kedokteran dengan kondisi fisiknya yang seperti itu. Tapi Yacobus tetap memutuskan untuk maju dan tidak menyerah.
Dengan tekad dan keinginan yang bulat, Yacobus pun akhirnya bisa menempuh pendidikan di Fakultas kedokteran. Walaupun terkadang ia merasa minder dengan kondisi fisiknya ketika ia berada di kampus, namun Yacobus tetap optimis demi meraih cita-citanya sebagai dokter yang ia impikan.
"Yang jelas ketika lulus, saya merasa senang karena akhirnya saya berhasil menjadi dokter dan ayah saya juga memang menginginkan saya untuk menjadi seorang dokter," tutur Yacobus.
Namun tanpa Yacobus duga, musibah pun terjadi dan mengubah kehidupannya. Oleh teman kostnya yang sedang merayakan lebaran, Yacobus diajak untuk pergi ke rumah saudaranya.
"Saya tidak ingat apa yang terjadi sebelum kejadian. Hanya saja dari cerita teman saya, waktu itu saya bawa motor dengan kencang. Di jalan yang menurun, tiba-tiba ada belokan. Saya dan teman sayapun terjatuh. Saya langsung pingsan tak sadarkan diri. Ketika tersadar di rumah sakit, saya benar-benar shock berat. Saya tidak dapat merasakan kaki saya. Semakin saya tahu, semakin depresi saya rasakan saat itu," kisah Yacobus.
Yacobus benar-benar dikuasai oleh perasaan depresi. Ia merasa karirnya hancur seketika. Sebagai dokter, ia merasa tidak ada lagi masa depan baginya. Namun di tengah perasaan depresi akibat kelumpuhan yang Yacobus rasakan, Yacobus tetap mencoba untuk berpikir positif tentang segala sesuatu yang pernah terjadi dalam hidupnya.
"Setelah kecelakaan itu, walaupun saya sempat depresi dan merasa Tuhan telah meninggalkan saya, saya mengingat-ingat masa yang lalu bagaimana Tuhan selalu menolong saya setiap kali saya meminta tolong. Tuhan tidak pernah meninggalkan saya," ungkapnya dengan yakin.
Yacobus pun mencoba untuk bangkit dari keterpurukannya walaupun halangan dan juga tantangan tetap datang kepadanya.
"Di tahun 2001 sekitar bulan Juli, teman saya mulai memotivasi saya dengan mengajak praktek di daerah Teluk Naga Tangerang. Pertama kali menerima pasien, saya sempat melihat bagaimana pandangan pasien saya, dokternya saja sakit bagaimana bisa mengobati orang lain? Lalu kemudian ada pasien yang mendaftar tapi kemudian ia pergi," kisah Yacobus akan masa-masa ketika ia berusaha bangkit dari keterpurukannya.
Namun hal-hal tersebut tidak membuat Yacobus putus asa. Ia semakin mendekatkan diri dan terus berserah kepada Tuhan. Sampai Tuhan benar-benar memulihkan kepercayaan dirinya.
"Saya berpikir dengan kondisi saya ini, Tuhan juga mempunyai suatu rencana dalam hidup saya. Firman Tuhan berkata bahwa rancangan Tuhan itu adalah sebuah rancangan sukacita bagi kita, rancangan damai sejahtera. Itu yang saya pegang," ungkap Yacobus.
Agnes, kakak Yacobus mengungkapkan perubahan yang terjadi atas diri Yacobus, adiknya. "Dia menjadi lebih bersemangat lagi menghadapi masa depannya. Karena kami keluarganya juga mengatakan bahwa Tuhan memberikan talenta kepada setiap orang. Dan Yacobus juga tetap bisa buka praktek walaupun cacat. Karena kondisi cacatnya, Yacobus punya niat untuk membantu orang lain yang menderita seperti dirinya. Saya bangga kepada Yacobus karena dia bisa mempergunakan talentanya untuk sesama walaupun kadang-kadang kakinya sakit, dia sendiri juga merasakan sakit, tapi Yacobus tetap menjalankan tugasnya sebagai dokter."
"Saya merasa Tuhan memberi saya keluarga yang mendukung saya, Tuhan memberi teman-teman yang bisa mensupport saya agar saya bisa praktek, sehingga hidup saya bisa bermanfaat. Tuhan itu begitu baik, tidak pernah meninggalkan saya. Selalu membimbing, menjagai saya, sampai kapanpun," ujar Yacobus menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 20 Mei 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:dr. Yacobus Charli Sumber : V081223164522