Mulut yang Usil

Kata Alkitab / 6 February 2010

Kalangan Sendiri

Mulut yang Usil

Lestari99 Official Writer
7454

Di padang gurun yang sangat panas...... Seorang kakek dan cucunya yang masih kecil berjalan bersama untanya menuju sebuah kota untuk menjual barang-barang mereka. Mereka bertiga terus berjalan, melewati kota demi kota dalam perjalanan tanpa kenal lelah untuk berdagang. Sang cucu begitu bersemangat karena ini adalah pertama kalinya ia keluar dari ladang menuju kota. Banyak sekali pertanyaan yang ia lemparkan kepada sang kakek. Terjadilah percakapan antara cucu dan sang kakek.

Cucu: Kakek, seperti apakah kota itu?
Kakek: Ramai dan penuh warna.
Cucu: Seperti apakah yang dimaksud dengan penuh warna?
Kakek: Karena penuh dengan berbagai jenis manusia.
Cucu: Apakah ada banyak anak-anak sepertiku?
Kakek: Betul, banyak sekali.
Cucu: Apakah banyak juga kakek-kakek seperti kakek?
Kakek: Cukup banyak.
Cucu: Apakah mereka juga berambut putih seperti kakek?
Kakek: Nak, hari ini adalah hari yang istimewa. Kakek ingin memberi sedikit pelajaran yang luar biasa buatmu.
Cucu: Waw! Apakah itu?
Kakek: Ini kejutan, dan ada syaratnya. Mampukah kamu bertahan?
Cucu: Apapun Kek, apapun syaratnya aku mau.
Kakek: Baiklah, syaratnya adalah kau tutup mulutmu, bukalah telingamu lebar-lebar selama perjalanan ini hingga kita sampai kerumah. Bisa kaan?
Cucu: Bisa kek.

Mereka berjalan menuju kota pertama, Kakek dan Cucu menuntun untanya. Mereka berdua berjalan kaki menuntun unta. Memasuki kota pertama, tampaklah serombongan para pedagang yang sedang berdagang. Ketika melihat Kakek dan Cucunya menuntun unta, mereka menertawakan Kakek dan Cucunya. "Kakek dan cucu yang bodoh sekali, punya unta kok jalan kaki. Baru lihat orang sebodoh ini."

Lalu berjalanlah Kakek dan Cucunya menuju kota kedua. Ketika itu sang cucu begitu lelahnya, hingga ia memutuskan untuk menunggang unta sementara Kakek menuntun unta. Ketika memasuki kota kedua untuk berdagang, ada para penduduk yang sedang berkumpul rapat dewan kota. Ketika melihat rombongan cucu-kakek-unta ini lalu berkata-kata satu dengan yang lainnya, "Dasar cucu tidak tahu diri, kasihan sekali kakek itu, diisuruh jalan kaki menuntun unta sendirian. Cuaca kan panas, benar-benar cucu yang tidak berbakti!"

Lalu sesudah berdagang di kota kedua berangkatlah mereka ke kota ketiga. Kali ini Kakek begitu lelah, bertukar tempatlah mereka. Kali ini Kakek menunggang unta, sementara Cucu menuntun untanya. Memasuki kota ketiga, seperti di kota pertama ada pula gerombolan penduduk yang sedang bersantai-santai. Ketika melihat rombongan cucu-kakek-unta ini mereka berkata-kata satu dengan yang lainnya, "Dasar kakek gila! Kasihan sekali anak kecil itu, disuruh jalan kaki seharian nuntun unta. Sudah bau tanah saja masih seperti itu. Kakek yang kejam!"

Sesudah berdagang di kota ketiga berangkatlah mereka ke kota terakhir. Saat ini Kakek dan Cucunya begitu lelah, mereka berdua menunggang punggung unta tersebut karena barang dagangan sudah tinggal sedikit. Memasuki kota terakhir, seperti di kota pertama ada pula gerombolan penduduk yang sedang arisan. Ketika melihat Kakek dan Cucunya menunggang unta, mereka berkata-kata satu dengan yang lainnya, "Ga Kakek, ga Cucu... Sama saja, ga punya belas kasihan. Kasihan banget si unta, disuruh bawa barang, sekaligus juga dikendarai. Benar-benar jahat sekali."

Hari menjelang senja, Kakek dan Cucunya berjalan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, Cucu hanya terdiam berpikir keras. Terjadilah percakapan lain dalam perjalanan pulang mereka.

Kakek: Nak, apakah ada yang mengganggu pikiranmu?
Cucu: Aku bingung Kek.
Kakek: Tentang apa?
Cucu: Tentang orang-orang tadi, mengapa mereka mengata-ngatai kita?
Kakek: Orang tadi mengata-ngatai apa?
Cucu: Kita disebut bodoh, aku disebut cucu tidak berbakti, dan Kakek disebut kejam, bahkan terakhir kita disebut jahat.
Kakek: Lalu mengapa?
Cucu: AAAH!!! Kakek koq begitu? Mengapa Kakek menerima saja kita dicap seperti itu?
Kakek: Wah, rupanya kamu belum belajar, Nak.
Cucu: .......... Belajar apa?
Kakek: Pertanyaan Kakek padamu adalah, apakah kita bodoh? Apakah kau cucu tidak berbakti? Apakah aku kejam? Apakah kita jahat seperti yang mereka katakan?
Cucu: .............. Tidak.............
Kakek: Kalau kita tidak seperti apa yang mereka katakan, mengapa kita harus peduli dengan apa yang mereka katakan?
Cucu: .......................................(menghela nafas, karena masih belum bisa mencerna kata-kata kakek).
Kakek: Lalu soal perkataan mereka, dari mulut siapakah itu berasal?
Cucu: Dari mulut mereka! (setengah marah, karena masih mengingat apa yang sudah terjadi).
Kakek: Lalu itu artinya hak mereka mau bilang apa tentang kita. Mampukah kita mengatur apa yang akan mereka katakan tentang kita? Apakah kita bisa memaksa mereka untuk terus memperkatakan hal-hal manis tentang kita? Dan bukanlah urusan kita mempedulikan apa omongan mereka, karena apa yang mereka omongkan merupakan urusan mereka dengan tuhan mereka. Biarlah kita menjaga diri kita berjalan sesuai dengan jalan Tuhan kita.
Cucu: ..................(tertegun dan terus berpikir menuju pencerahan)

Moral kisah ini:

Kalau kita tidak seerti yang mereka gosipkan, tidak perlu kita menggubris perkataan mereka. Nikmati hidup saja dan bersukacita. Tidak perlu kita sampai sakit hati, jantung jadi sesak, otak jadi pusing, tidak bisa tidur, stress memikirkan hal yang tidak perlu. Adalah hak mereka untuk menggunakan mulut dan lidah mereka. Sisi positifnya adalah Anda tidak butuh tim promosi mempromosikan ketenaran Anda bukan? No matter what you do, people have their own opinion regardless how sincere you do it. Tidak peduli apapun yang Anda lakukan, orang-orang memiliki pendapat mereka sendiri tak peduli seberapa tulus Anda melakukan apa yang Anda lakukan. Maka lebih baik Anda mengecek hati Anda sendiri saja daripada mengurusi omongan orang lain yang tidak ada habisnya. Hidup ini simple alias sederhana, janganlah dibuat rumit.

Sumber : K-Ray Cahyadi
Halaman :
1

Ikuti Kami