Seperti apakah pernikahan yang sehat itu? Berikut ini adalah beberapa penguraian ciri-ciri pernikahan yang sehat:
1. Di dalam pernikahan yang sehat, ada kemampuan untuk menyelesaikan pertengkaran. Meskipun kita bertengkar dan bahkan bertengkar hebat, pernikahan yang sehat bisa menyelesaikan masalah. Berbeda dengan pernikahan yang tidak sehat, tatkala bertengkar susah untuk berdamai kembali. Kalaupun berdamai, kecenderungannya adalah mendiamkan masalah dan bukan menyelesaikannya. Jadi, pernikahan yang sehat ditandai dengan kemampuan untuk menyelesaikan konflik.
2. Di dalam pernikahan yang sehat, kita tetap saling menerima. Di dalam pernikahan yang sehat juga ada kekecewaan, kemarahan, kesedihan, dan kekesalan, namun itu tidak berlangsung lama. Dalam pernikahan kami, adakalanya kami bertengkar dan tidak ingin berbicara, namun itu hanya bertahan sejenak - setengah atau satu jam. Biasanya, tak sampai satu jam kami sudah ingin berbicara kembali karena kami merasa kesepian dan tidak nyaman berdiam-diaman. Sebetulnya perasaan kesepian ini telah saya rasakan cukup lama, namun tidak pernah saya ungkapkan. Suatu hari saya memberanikan diri dan mengakuinya kepada isteri dengan berkata, "Saya merasa kesepian ketika tidak berbicara denganmu." Rupanya kata-kata yang sangat berat untuk saya ungkapkan itu menyentuhnya dan ia pun menjawab, "Saya tidak tahu kamu merasa seperti itu." Setelah itu, kami berdamai dan saling menerima kembali. Dalam pernikahan yang sehat, meskipun kita marah, sedih dan kecewa, kita akan tetap memiliki kerinduan untuk bersatu kembali. Apa pun perbuatannya yang tidak kita sukai, kita akan tetap tergugah untuk menerimanya kembali dan tidak ada keinginan untuk mencampakkan atau meninggalkannya.
3. Di dalam pernikahan yang sehat, terkadang memang tidak ada perasaan apa-apa. Maksudnya, kondisi pernikahan tidak selalu mesra dan tidak selalu penuh kasih. Kendati demikian, di dalam pernikahan yang sehat, selalu ada perasaan sayang terhadap pasangan kita - bahwa ia berharga dan kita tidak ingin sesuatu yang buruk menimpanya. Kita berdoa meminta Tuhan melindunginya, menjauhkannya dari segala mara bahaya. Kita tidak ingin kehilangan pasangan kita, sebab kita menyayanginya.
4. Di dalam pernikahan yang sehat, kita menghormati pandangan pasangan kita. Memang kita tidak selalu seia sekata dengan pasangan kita, namun dalam pernikahan yang sehat, ada lebih banyak titik temu dibanding konflik. Meski berbeda pandangan, kita tidak melecehkannya; kita tetap menghormatinya. Kita menyadari bahwa ia berbeda dengan kita, namun perbedaaan tidak berarti bahwa kita lebih tinggi atau lebih baik daripadanya. Atas dasar saling menghormati inilah akhirnya kita sanggup menyelesaikan perbedaan yang ada. Hasilnya, kita lebih banyak menemukan titik temu pada waktu mengambil keputusan.
5. Di dalam pernikahan yang sehat, kita sebagai orangtua bisa mendamaikan perselisihan anak-anak kita. Orangtua yang tidak bisa mendamaikan pertengkaran anak dan malah justru menambah kacau relasi anak-anak, hal itu menandakan bahwa pernikahannya tidak stabil. Anak-anak rindu melihat orangtuanya mesra, harmonis, dan saling menyayangi. Orangtua yang mengasihi pasangannya akan dihormati anak-anaknya; sebaliknya, orangtua yang tidak mengasihi pasangannya akan kehilangan respek dari anak-anaknya. Mungkin di depan kita, anak-anak tidak berkata apa-apa ketika melihat kita garang terhadap pasangan kita, tetapi ia tidak akan lagi menaruh hormat pada kita. Jadi, salah satu ciri pernikahan yang sehat adalah anak-anak menghormati orangtuanya karena melihat orangtua memperlakukan pasangannya dengan baik. Oleh karena rasa hormat inilah, anak-anak lebih mudah taat kepada orangtua. Relasi orangtua yang sehat memberi wadah bertumbuhnya relasi anak-anak yang sehat pula.
6. Dalam pernikahan yang sehat, kita mau memaafkan pasangan. Kemarahan kita mungkin bertahan selama satu jam atau bahkan mungkin sampai dua hari. Namun, setelah merenung dan mengintrospeksi diri, kita bersedia dan dapat memaafkan pasangan. Pernikahan yang tidak sehat ditandai dengan ungkapan seperti, "Saya tidak akan memaafkanmu!" Sebaliknya, di dalam pernikahan yang sehat, kasih akan mengalahkan kemarahan dan akhirnya membuahkan pengampunan.
7. Di dalam pernikahan yang sehat, ada persekutuan dengan Tuhan. Memang kita tidak selalu bisa bersekutu bersama di dalam Tuhan pada waktu kita sedang berselisih paham. Adakalanya kita memerlukan waktu untuk menyendiri. Namun, dalam pernikahan yang sehat, frekuensi persekutuan dengan Tuhan jauh lebih sering dilakukan daripada tidak. Kita dapat membicarakan kebaikan Tuhan dalam hidup kita dan mendoakan anak-anak serta kebutuhan lainnya. Ini adalah salah satu bentuk persekutuan di dalam Tuhan.
Pasti kita berharap keluarga kita mempunyai ciri-ciri seperti di atas, akan tetapi dalam kenyataannya, pernikahan tidak selalu sesehat yang kita idamkan. Sungguhpun demikian, kita harus selalu berjuang mewujudkan impian itu.
Sumber : Paul Gunadi – How to Enjoy Your Marriage