Hal kecil apa yang seringkali menjadi awal mula sebuah perubahan hidup? Jawabannya adalah impian. Tidak berlebihan jika ada yang bilang impian adalah langkah pertama menuju sukses. Logikanya sangat sederhana. Bagaimana mungkin kita bisa mewujudkan impian kita jika kita sendiri tidak punya impian.
Impian itu juga yang kini dimiliki Robi. Ia sudah bosan menjadi kontraktor terus alias hanya ngontrak rumah setiap tahunnya. Ia ingin agar bisa memiliki sebuah rumah sendiri tanpa harus direpotkan untuk pindahan setiap tahunnya. Impian itu kemudian disampaikan Robi kepada isteri dan anaknya yang masih berusia 6 tahun. Dan mereka mendukung impian Robi.
Sayangnya, sudah 2 tahun berlalu namun Robi belum juga berhasil memiliki rumah impiannya tersebut. Ia bahkan tidak sanggup untuk mengajukan kredit rumah ke bank. Ada apa gerangan? Rupanya Robi masih hidup dengan pola yang sama. Ia bekerja dengan irama kerja yang sama tanpa ada sedikit pun perubahan pada dirinya. Ia masih saja malas-malasan dalam mengejar target yang ditetapkan perusahaan. Di kantornya ia bahkan selalu dicap orang yang tepat waktu alias masuk tepat waktu dan pulang pun tepat waktu. Seorang rekan kerja bahkan menjulukinya sebagai si teng go (alias begitu teng langsung go). Itulah sebabnya hidupnya pun tidak berubah.
Kisah yang dialami Robi juga sering kali kita lihat dalam kehidupan kita. Bahkan tidak tertutup kemungkinan kita sendiri punya perilaku seperti Robi. Dalam hidup ini berlaku hukum sebab akibat persis seperti apa yang ada dalam firman Tuhan bahwa apa yang kita tabur itu juga yang akan kita tuai. Jika kita bertindak A maka kita akan mendapatkan hasil A. Jika kita bertindak B maka kita akan mendapatkan hasil B.
Sebagian orang kemudian ingin mendapatkan hasil yang lebih baik, katakanlah C namun sayangnya mereka masih saja melakukan tindakan A atau B. Itu sangat mustahil! Jika seseorang menginginkan hasil C maka ia harus merubah tindakan dari A dan B ke C.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa banyak orang enggan berubah? Saya mencatat setidaknya ada beberapa faktor penyebabnya. Pertama, karena perubahan tidak selalu mengenakkan. Anda akan mengetahui langsung hal ini dengan sebuah latihan kecil. Cobalah untuk menuliskan nama Anda dengan menggunakan tangan yang tidak biasanya Anda gunakan. Misalnya jika Anda biasa menggunakan tangan kanan, sekarang gunakan tangan kiri. Tentu sangat tidak nyaman. Kedua, perubahan adalah sebuah proses yang penuh pengorbanan. Untuk itu diperlukan waktu, ketekunan dan kesabaran. Bukan sesuatu yang instant! Terkadang baru bertahun-tahun kemudian kita bisa mendapatkan hasil yang kita inginkan. Ketiga, perubahan bisa menjadi sumber konflik baru. Ini lazim terjadi dalam sebuah organisasi yang mengadakan perubahan besar-besaran (misalnya restrukturisasi) yang pada akhirnya berdampak pada berbagai segi kehidupan organisasi. Misalnya PHK (pemutusan hubungan kerja) atau ketidakpuasan akibat mutasi kerja.
Perubahan: Sumber Kemajuan
Meski banyak manusia yang membenci perubahan namun mau tidak mau haruslah diakui bahwa perubahan adalah sumber kemajuan. Lantas, timbul pertanyaan, perubahan seperti apa yang bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap kemajuan? Jawabannya jelas, perubahan yang dimulai dari diri sendiri. Sayangnya, banyak orang yang selalu bersuara agar orang lain berubah namun mereka sendiri enggan untuk berubah.
Motivator sekaligus pakar kepemimpinan, Dr. John C. Maxwell dalam bukunya Thinking for A Change menyatakan ada 6 langkah yang bisa mengubah hidup manusia. Pertama, kita harus mengubah cara berpikir kita. Mengubah cara berpikir akan mengubah keyakinan kita. Kedua, jika keyakinan kita berubah, harapan kita akan berubah. Ketiga, jika harapan kita berubah sikap kita berubah. Keempat, jika sikap kita berubah, perilaku kita berubah. Kelima, jika perilaku kita berubah, kinerja kita berubah. Dan keenam, jika kinerja kita berubah, hidup kita akan berubah.
Dari pernyataan Dr. Maxwell ini saya mencatat bahwa perubahan diri selalu dimulai dengan perubahan pola pikir. Hal ini sangat sejalan dengan firman Tuhan yang disampaikan oleh rasul Paulus agar sebagai pengikut Kristus kita harus berubah oleh pembaharuan budi kita. Hanya saja, saya perlu mengingatkan sekali lagi bahwa perubahan tidak selalu menyenangkan. Bahkan kalau suatu proses perubahan itu terasa mulus dan sangat enak, bisa jadi itu bukan perubahan. Perubahan selalu menuntut pengorbanan namun perubahanlah satu-satunya sarana efektif menuju ke tahapan kehidupan yang lebih baik.
Untuk itulah saya mengajukan beberapa saran praktis agar kita mampu mengubah hidup kita. Pertama, tentukan impian yang ingin kita raih sejelas dan sespesifik mungkin. Kedua, tentukan langkah-langkah yang akan kita ambil untuk mewujudkannya setahap demi setahap. Ketiga, buatlah komitmen yang kuat bahwa kita sungguh ingin berubah. Komunikasikan komitmen ini kepada sahabat dan orang terdekat kita dan jangan lupa untuk mendoakannya sebab sekeras apa pun kita bekerja akan sia-sia tanpa dukungan Tuhan. Ingat juga bahwa kesempatan untuk berubah itu pun sebuah anugerah dari Tuhan yang patut kita syukuri. Keempat, take action! Sebaik apapun konsep yang kita buat jika tanpa tindakan akan sangat percuma. Kelima, milikilah mitra akuntabilitas yakni sahabat-sahabat dekat kita yang berani menegur kita secara jujur, tulus dan terbuka jika kita mulai melenceng dari komitmen semula. Keenam, lakukan evaluasi berkala atas kemajuan yang telah kita peroleh. Jika memang diperlukan perubahan metode, kita harus bersikap fleksibel.
Ijinkanlah saya menutup jumpa kita kali ini dengan sebuah nasihat kecil dari Victor Chasles: the sure way to miss success is to miss the opportunity. Ya, cara pasti untuk melewatkan kesuksesan adalah dengan melewatkan kesempatan yang ada. Termasuk kesempatan untuk berubah. Selamat melakukan perubahan dan raih impian Anda!