Kehilangan Yang Mengawali Pemulihan

Family / 19 March 2009

Kalangan Sendiri

Kehilangan Yang Mengawali Pemulihan

Admin Spiritual Official Writer
11586

Basri merupakan momok yang mengerikan bagi orang-orang di sekelilingnya. Kekerasan adalah dunianya. Brutal, sadis dan kejam terus bergejolak dalam darahnya. Lingkungan yang jahat dan latar belakang keluarga yang tidak baik telah membentuk karakter yang keras di dalam diri Basri. Berbagai tindakan premanisme telah ia lakukan. Istri dan anak-anaknya berada dalam bayang-bayang kematian.

Masa Remaja Basri

Semenjak kecil berbagai tindakan kriminal telah dilakuakn oleh Basri. Bersama teman-temannya mereka sering memasuki rumah orang dan menjarah apa saja yang dapat mereka ambil. Sifat jahat Basri terus berkembang sampai Basri menginjak usia remaja. Di usia belia saat masih SMP, Basri telah mengenal seks dan berzinah dengan istri orang.

Demi menuruti tantangan seorang teman, Basri mengawali tindakan kriminal profesionalnya dengan menjambret seorang wanita. Saat itulah Basri sempat dihakimi massa sampai babak belur. Aksinya kali ini harus berakhir di penjara. Jeruji besi telah mengekang segala tindakan kejahatannya. Sekitar 3 bulan Basri harus menjalani masa hukumannya. Pada akhirnya Basri pun bebas tapi ia tetap tidak berubah.

Pernikahan Penuh Darah Dan Air Mata

Basri akhirnya menikah dengan paribannya Marta. Namun gejolak liarnya terus dibawa Basri ke dalam kehidupan rumah tangganya. Istrinya pun menjadi korban keganasannya. Dalam salah satu pertengkaran mereka, Basri tidak hanya menampar istrinya tapi ia juga menghantamkan sebuah periuk ke kepala istrinya sampai pecah. Kekejaman ini tidak hanya berlangsung sekali. Terhitung sampai dua kali kepala istri Basri harus dijahit karena kekejaman Basri.

"Terkadang kepala saya sampai pecah. Memang dari dulu dia orangnya kasar, selalu main tangan, itulah tingkahnya dulu," ujar Marta sambil terisak mengingat kelakuan istrinya.

Tidak hanya sampai di situ saja kelakuan Basri. Berzinah dan bermain dengan berbagai macam perempuan pun dilakoninya. Dunia premanisme yang dijalani Basri memang identik dengan kehidupannya yang penuh dengan wanita dan narkoba. Marta merasakan kepedihan yang mendalam. Seringkali Marta harus menyaksikan bekas gincu di baju Basri tapi untuk marah pun Marta tidak berani. Kekejaman suaminya seakan-akan menutup rapat mulutnya. Marta hanya dapat menyimpan semuanya di dalam hati.

Pada suatu kejadian saat anak pertamanya menangis karena habis berkelahi, ia mengadu pada Basri. Bukannya bersimpati, Basri malah seakan siap menerkam anaknya karena menganggapnya sebagai anak yang pengecut. Tidak tanggung-tanggung, Basri pun siap untuk menganiaya anak pertamanya. Untung saja Marta segera menyelamatkan anak mereka. Kekesalan di hati Marta benar-benar tidak terbendung. Marta kecewa dengan sikap Basri yang benar-benar tidak memberikan kasih sayang dan memperhatikan anaknya.

Tidak ada yang dapat menghentikan sifat Basri. Bahkan saat Marta hendak pulang kampung dan tengah larut di dalam kesedihan karena neneknya yang meninggal, hati Marta semakin tergores akibat perlakuan Basri kepada dirinya. Permintaan Basri akan sejumlah uang yang tidak dapat dipenuhi Marta membuat mereka bertengkar di pinggir jalan. Saat itu dalam keadaan emosi, Basri tidak hanya memukuli istrinya tapi juga menyeret Marta di tengah jalan. Sungguh malang nasib Marta. Ia telah menjadi tontonan orang banyak. Hatinya sangat pedih dan penuh dengan luka. Marta benar-benar merasa tidak memiliki harga diri lagi. Dalam kesakitannya, Marta pun pingsan di tengah jalan. Kesakitan, kebencian dan kepedihan memenuhi hati Marta. Tapi Marta hanya dapat berserah kepada Tuhan. Niat untuk bercerai dari Basri sudah terlintas di dalam hati Marta, tapi karena memikirkan anak-anak dan keluarganya, Marta masih mencoba untuk bertahan.

Berawal dari Kematian

Selama bertahun-tahun, Basri jarang memberikan kasih sayang yang penuh kepada keluarganya. Suatu hari ketika Basri pulang ke rumah, betapa kagetnya ia melihat anak pertamanya kejang-kejang dan mukanya menghitam. Padahal anaknya tidak pernah sakit sebelumnya. Jauh di dalam hatinya Basri merasa bersalah karena ia sering memukuli kepala anaknya dengan keras. Rumah sakit menjadi pilihan terakhir bagi Basri. Selama dua hari, Basri memberikan perhatian dan kasih sayang yang penuh kepada anaknya. Namun di hari ketiga, saat Basri ke rumah sakit sambil membawa mainan untuk anaknya, Basri mendapati tempat tidur anaknya sudah kosong. Basri pun lalu mendapat informasi kalau anaknya sudah pulang ke rumah. Hati Basri mulai bertanya dan gelisah, apa yang menyebabkan kepulangan anaknya secara mendadak. Saat itu Basri tidak berani pulang ke rumah karena takut menerima kenyataan kalau anaknya sudah meninggal.

Saat itu seorang temannya datang menghampiri. Basri pun meminta tolong padanya untuk melihat keadaan anaknya di rumah. Selama menanti kedatangan temannya kembali, jiwa Basri dipenuhi kecemasan dan ketakutan. Kematian ataukah kehidupan yang berpihak pada anaknya. Sejam kemudian saat temannya datang membawa kabar, apa yang ditakutkan Basri pun menjadi kenyataan. Anak pertamanya telah meninggal. Dengan tergopoh-gopoh Basri segera berlari pulang. Dengan tak percaya, Basri melihat anaknya yang telah terbujur kaku di atas tempat tidur. Basri membayangkan bagaimana seharusnya anaknya bahagia menerima maianan yang telah dibelikannya, tapi hal itu pun tidak dapat menjadi kenyataan. Dengan penuh penyesalan, Basri menangisi kepergian anak pertamanya.

Penyesalan selalu datang terlambat. Basri menyadari jeritan, tangisan dan ratapannya tidak akan berguna lagi bagi anaknya. Yang tersisa hanyalah kenangan indah yang tidak dapat diulang kembali. Basri dan Marta merasakan kepedihan tak terkira karena kehilangan anak pertama mereka. Memiliki suami kejam dan ditinggalkan anak tertuanya sempat membuat Marta berniat untuk bunuh diri. Banyak yang menasehati Basri untuk bertobat karena Tuhan sedang menegur dia melalui kematian anaknya.

Hati Basri yang terluka kembali tergores lebih dalam lagi. Saat Basri kembali dari pemakaman, Basri kembali dikejutkan oeh teriakan istrinya. Di dalam kamar, anak kedua mereka pun sedang mengalami kondisi yang sama dengan kakaknya. Dengan penuh kepanikan, mereka membawa anaknya ke rumah sakit. Dukanya terus bertambah, akankah kematian akan terulang kembali pada anak keduanya, mengikuti jejak sang kakak?

Kemana pun anaknya berobat, tidak ada kesembuhan bagi anaknya. Namun seorang temannya menasehati Basri. "Anak ini bisa sembuh. Kamu berubah sikap, kamu bertobat, anak ini sembuh."  Basri sangat menyesali semua perbuatannya. Anak keduanya pun akhirnya sembuh. Namun penyesalan tidak bertahan lama. Basri kembali kepada kehidupannya yang lama.

Dalam kesesakan dan penderitaannya, Marta hanya bisa berdoa. Doa Marta hanya dipenuhi oleh doa akan suaminya, supaya berubah dan kembali ke jalan yang benar. Marta sangat yakin, kalau ia senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya, Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya. Suatu iman yang luar biasa.

Pertemuan Yang Mengubahkan

Pada suatu hari Basri melihat seorang wanita cantik di dalam sebuah angkot. Timbul niat jahat di dalam hatinya untuk mengganggu wanita itu. Namun di sanalah terdapat pertolongan atas hidupnya. Dengan ramah, Basri mulai mengajak wanita ini untuk berbincang-bincang. Dari perbincangan itulah Basri mengetahui kalau wanita ini hendak pergi ke gereja. Niat jahat Basri seketika itu juga berubah dan ketakutan menyerangnya. Basri pun mengakui niat jahatnya pada wanita tersebut. Basri mulai mengingat penyesalannya akan kematian anaknya yang dulu. Basri meminta wanita tersebut untuk mendoakan dirinya, supaya Tuhan menangkap hatinya, menangkap rohnya supaya kembali kepada Tuhan. Dengan antusias wanita itu pun menyanggupi untuk mendoakan basri.

Hati Basri semakin terharu ketika wanita tersebut membayar ongkos perjalanannya. Karena Basri yakin wanita ini bukan orang kaya. Kalaupun dia orang kaya, pasti saat ini dia sudah mengendarai mobil pribadi. Padahal malam sebelumnya, Basri baru saja melakukan perzinahan dengan pelacur. Basri merasa untuk membayar uang tip seorang pelacur ia mampu, sedangkan wanita yang dianggapnya hamba Tuhan ini malah membayar ongkosnya.

Dalam kesedihannya, Basri memutuskan untuk pergi beribadah. Ketika musik berdentang dengan kencang, Basri pun mulai berperilaku aneh akibat dampak mengkonsumsi ekstasi sehari sebelumnya. Namun ketika musik berdentang dengan lembut, Basri merasakan ketenangan di dalam hatinya. Air mata pun mulai menetes dan tak kunjung berhenti mengalir di wajah Basri. Hati Basri yang hancur kembali terpukul ketika ia mendengar kata-kata yang sangat menusuk hatinya melalui frman Tuhan yang dibawakan pada hari itu. Semuanya mengena di hati Basri dan mengingatkannya akan semua perbuatan dosa yang telah dilakukannya selama ini. Semua kejahatannya menimbulkan kesedihan yang mendalam di hati Basri.

Di kebaktian itu Basri memberikan kesaksian mengenai pertemuannya dengan wanita di angkot beberapa hari sebelumnya. Di kebaktian itu Basri didoakan supaya hatinya kembali kepada Tuhan. Saat itulah Basri menyerahkan hatinya sepenuhnya kepada Tuhan dan meninggalkan kepremanannya, baik dalam hal roh perzinahan, narkoba maupun perkelahian, Basri bertekad untuk terus ikut Tuhan. Basri yakin Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik baginya. Sukacita dan damai sejahtera pun menjadi milik Basri semenjak saat itu.

Saat ini Basri menafkahi keluarganya dengan berjualan jagung bakar. Dia telah menjadi suami dan ayah yang terbaik bagi keluarganya. Kedamaian dan kebahagiaan melingkupi keluarga mereka. Di gereja pun Basri terlibat dengan pelayanan penjara, menguatkan dan meneguhkan orang-orang yang terlibat dalam dunia kriminal.

"Saya sangat senang melihat perubahan yang terjadi atas suami saya. Dia sering mengajak anak-anak berkumpul, membaca firman dan berdoa. Anak-anak pun sekarang sangat diperhatikan. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan Yesus karena suami saya sudah bertobat dan doa saya selama 10 tahun ini sudah dijawab Tuhan," ujar Marta dengan penuh rasa syukur.

"Pokoknya untuk saat ini, tiada hari tanpa Tuhan. Karena Tuhan Yesus saya bisa berubah dan meninggalkan semuanya. Jadi saya benar-benar merasa bangga memiliki Tuhan seperti Yesus," ujar Basri menutup kesaksiannya dengan senyuman penuh rasa syukur. (Kisah ini ditayangkan 19 Maret 2009 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian :
Basri Siagian
Sumber : V090311145313
Halaman :
1

Ikuti Kami