Anak Lebih Bahagia Dengan Spiritualitas Bukan Praktik Keagamaan

Internasional / 17 January 2009

Kalangan Sendiri

Anak Lebih Bahagia Dengan Spiritualitas Bukan Praktik Keagamaan

Tammy Official Writer
5807
Anak-anak yang spiritual lebih bahagia, menurut sebuah studi yang dipublikasikan baru-baru ini.

Anak-anak yang lebih religius, bagaimanapun, tidak juga lebih bahagia, laporan sebuah tim riset dibelakang studi tersebut.

"Kami menemukan hubungan yang kuat antara kebahagiaan dan spiritualitas dalam anak-anak, tetapi tidak antara kebahagiaan dan frekuensi praktis religius, menganjurkan bahwa spiritualitas dan praktik religius bisa secara empiris terpisah," klaim para periset yang dipimpin oleh Mark Holder dari Universitas British Columbia di Kanada.

"Pemisahan ini mendukung pemikiran bahwa gagasan-gagasan tersebut adalah independen dan mengindikasikan bahwa riset tersebut menganggap kedua hal tersebut berbeda," tambah mereka.

Children Spirituality-HappinessSelama beberapa tahun, hubungan antara kesejahteraan dan keagamaan dan spiritualitas telah dicermati di berbagai variasi kelompok umur. Bagaimanapun, meskipun riset telah diadakan mengenai hubungan antara kebahagiaan dan spiritualitas dan keagamaan pada dewasa dan remaja, hubungan ini belum diteliti dengan baik pada anak-anak.

Untuk menginvestigasi hubungan ini pada anak-anak, tim riset Holder mendatangi 761 anak-anak dari empat sekolah swasta dan 2 sekolah Negeri. Setiap murid, berusia 8-12 tahun, diberikan sebuah paket yang berisi surat informasi, form ijin, dan kuisioner dari orang tua mereka. Dari 761 paket yang didistribusikan, hanya 476 yang kembali - 359 termasuk ijin orangtua bagi anak mereka untuk berpartisipasi. Dan dari 359 ijin positif, 320 anak setuju untuk hadir pada hari tes.

Untuk studi, 320 anak tersebut masing-masingnya diberikan enam kuisioner menilai kebahagiaan mereka, spiritualitas, keagamaan, dan temperamen. Orang tua juga menangani sebuah kuisioner.

Apa yang para periset temukan setelah semua data terkumpul adalah frekuensi dari praktik keagamaan - contohnya, seberapa sering seorang anak menghadiri sebuah tempat penyembahan seberapa sering mereka berdoa atau merenung - tidak secara signifikan berhubungan dengan satu dari empat usuran kebahagiaan.

Disitu juga, bagaimanapun, ada sebuah hubungan kuat antara kebahagiaan dan spiritualitas pada anak-anak.

"Dalam kasus yang terjadi, tampaknya spiritualitas, bukanlah praktik keagamaan, yang berkontribusi pada kebahagiaan mereka," seorang periset melaporkan.

Hasilnya cukup mengagetkan bagi tim riset sebagaimana dari studi-studi yang lalu telah dilaporkan sebuah hubungan antara spiritualitas dan keagamaan, dan kebahagiaan dan kesejahteraan yang subyektif berdasarkan penambahan umur bagi orang dewasa.

"Ini termasuk mengejutkan bahwa relasi antara kebahagiaan dan spiritualitas dilaporkan dalam studi sekarang ini yang terjadi pada anak lebih kuat dibandingkan yang sering dilaporkan pada orang-orang dewasa," demikian laporan para periset.

Dengan anggapan bahwa spiritualitas meningkatkan kebahagiaan dengan meningkatkan makna pribadi, para peneliti mengemukakan bahwa strategi-strategi yang bertujuan untuk meningkatkan makna pribadi dalam kehidupan anak-anak dapat meningkatkan kebahagiaan.

"Studi selanjutnya dapat membuat anak-anak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mungkin bisa meningkatkan makna pribadi," saran mereka.

"Misalkan, anak-anak bisa menjadi sukarelawan untuk membantu orang lain atau mencatat kontribusi mereka kepada masyarakat di sebuah jurnal. Maka perubahan kebahagiaan dan makna pribadi sebelum dan setelah kegiatan-kegiatan tersebut dapat dibandingkan," para peneliti dinyatakan.

Children Spirituality-Happiness"Jika makna pribadi sangat penting bagi kebahagiaan, kita mungkin akan melihat bahwa kegiatan-kegiatan tersebut terutama meningkatkan kebahagiaan bagi anak-anak yang menunjukkan peningkatan makna pribadi mereka," mereka menyimpulkan.

Dengan anggapan bahwa spiritualitas meningkatkan kebahagiaan dengan meningkatkan makna pribadi, para peneliti mengemukakan bahwa strategi yang bertujuan untuk meningkatkan makna pribadi dalam kehidupan anak-anak dapat meningkatkan kebahagiaan.

"Studi selanjutnya anak-anak bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mungkin berarti mempromosikan pribadi," saran mereka.

"Misalnya, anak-anak mungkin sukarelawan untuk membantu orang lain atau merekam kontribusi mereka kepada masyarakat di sebuah jurnal. Maka perubahan kebahagiaan dan pribadi yang berarti sebelum dan setelah kegiatan-kegiatan tersebut dapat dibandingkan," para peneliti dinyatakan.

"Jika pribadi arti sangat penting bagi kebahagiaan, kita mungkin akan melihat bahwa kegiatan-kegiatan peningkatan kebahagiaan terutama bagi anak-anak yang menunjukkan peningkatan pribadi yang berarti," mereka menyimpulkan.

Untuk studi ini, spiritualitas dianggap merujuk kepada suatu sistem kepercayaan batin seseorang yang bergantung pada kekuatan dan kenyamanan sedangkan keagamaan merujuk kepada institusi ritual keagamaan, praktek, dan kepercayaan.

Anak-anak yang berusia 8 hingga 12 tahun dipilih karena mereka telah cukup umur untuk mengidentifikasi dan mengolah emosi, termasuk kebahagiaan, dalam area-area segi sosial.

Sumber : christianpost.com/Tmy
Halaman :
1

Ikuti Kami