Bagaimana Menghargai Pasangan Anda?

Marriage / 17 September 2008

Kalangan Sendiri

Bagaimana Menghargai Pasangan Anda?

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
5726

Efesus 5:28-29, Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat.

Seorang pria setengah baya bersama istri dan kedua anak mereka duduk bersama di sebuah restoran. Si pria melayangkan pandangannya ke segala arah, kecuali ke arah istri dan anak-anaknya. Istri melihat ke kiri dan ke kanan, tetapi tidak ke arah suami dan anak-anaknya. Kedua anak mereka juga menengok ke segala arah, kecuali ke arah orang tua mereka. Tidak seorangpun bicara! Semua bagaikan bisu. Tidak terjadi komunikasi di antara mereka.

Peristiwa yang dilukiskan di atas tidak sulit kita saksikan, baik di rumah makan atau bahkan di rumah kita sendiri. Seringkali kta menyaksikan pasangan suami-istri yang duduk semeja, saling berhadapan, namun dengan tatapan kosong dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Wajah mereka umumnya ditandai oleh kebosanan. Tanpa ekspresi. Jangankan lagi mimik yang memercikkan api cinta.

Pada banyak suami-istri, "cinta" seolah-olah merupakan satu kata yang terdengar asing untuk diucapkan dan lucu untuk dibisikkan. Seakan-akan zaman keemasan cinta berlalu seiring usainya bulan madu dan dimulainya kehidupan "berumah tangga". Cinta menjadi perasaan yang dikenang dengan manis dan hanya manis dalam kenangan.

Cinta dalam pernikahan lalu seolah menjadi beban. Karena kata itu kini menyiratkan tuntutan atau ketidakpuasan jika tak terpenuhi. Atau merupakan ekspresi ketidakdewasaan, bila terus-menerus dibutuhkan. Suami atau istri yang masih menggumamkan kata cinta dengan mudah menerima tuduhan bahwa mereka "kekanak-kanakan" atau "tidak hidup dalam realitas". Yang lebih mencengangkan lagi adalah ungkapan bahwa cinta itu "sudah bukan masanya lagi" dalam hidup pernikahan.

Siapakah yang membagi hubungan nikah dalam dua kurun waktu: yakni sebelum dan sesudah menikah? Siapa yang memasukkan cinta hanya untuk masa "sebelum menikah?"

Kita telah membuat cinta seakan-akan hanya sebagai pemanasan atau persiapan yang diperlukan guna terciptanya pernikahan. Namun setelah itu, lenyaplah arti cinta. Tanpa sadar kita telah menetapkan cinta sebagai prasyarat terjadinya pernikahan. Karena tanpa cinta, pernikahan akan sulit terwujud.

Benar, bahwa tanpa cinta pernikahan sulit diwujudkan. Namun kita lupa bahwa cinta sesungguhnya merupakan syarat berlangsungnya kehidupan pernikahan itu sendiri. Tanpa cinta, pernikahan akan mati. Ibarat rumah kosong tanpa penghuni. Yang tersisa tinggal bangunan pernikahan belaka. Lambat laun bangunan kosong ini dirusak oleh kekosongannya sendiri.

Seharusnyalah cinta tetap hadir dan bersemi dalam pernikahan. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimanakah agar kita dapat melestarikan cinta itu? Ada banyak cara untuk melukiskan dan menjelaskan cinta. Alkitab sendiri menggunakan beberapa cara untuk menjabarkannya. Kita dapat melihatnya pada 1 Korintus 13.

Cinta itu dapat disejajarkan dengan harga atau nilai. Maksudnya adalah apa yang Anda cintai adalah apa yang Anda hargai. Sebaliknya, apa yang Anda hargai adalah apa yang Anda cintai. Prinsip ini berlaku baik untuk barang maupun manusia. Barang yang Anda hargai adalah barang yang Anda sayangi. Itu sebabnya Anda dapat bersedih tatkala kehilangan barang yang Anda anggap bernilai tinggi. Sebaliknya, Anda sulit menyayangi barang yang terlanjur Anda anggap tidak bernilai.

Demikian pula halnya dengan manusia. Orang yang Anda hargai biasanya adalah orang yang Anda kasihi. Bak barang berharga, Anda mencoba melindungi orang yang Anda sayangi, berusaha menjaganya agar jangan sampai ia dipermalukan atau dibuat susah.

Orang yang Anda sayangi adalah orang yang Anda hargai pula. Jadi, cinta dapat diidentikkan dengan nilai atau penghargaan yang Anda lekatkan pada obyek cinta itu. Benar bahwa cinta itu jauh lebih besar daripada nilai atau penghargaan. Namun keberadaan dan besarnya cinta dapat diukur dengan keberadaan dan besarnya penghargaan yang Anda berikan pada obyek cinta itu.

Firman Tuhan yang dikutip pada awal tulisan ini menegaskan kesejajaran cinta dengan penghargaan. "Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri tetapi mengasuhnya dan merawatinya..." Bukankah istilah "mengasuh" dapat pula diterjemahkan sebagai "memberi makan"? "Merawati" (to cherish) mengandung pengertian penghargaan pada sesuatu yang bernilai. Jadi, mengasihi suami atau istri dimulai dengan menghargai suami atau istri. Anda menghargai suami atau istri dengan cara "memberi makan" dan "merawatinya".

Kata "memberi makan" yang digunakan dalam ayat ini mempunyai arti membesarkan anak sampai mencapai kedewasaan (to bring up maturity). Dengan kata lain, istilah ini mengandung makna memberi kecukupan makan dan gizi agar anak dapat bertumbuh secara wajar. Hampir sama dengan istilah itu, istilah "merawati" memiliki makna memperhatikan dan menyayangi dengan penuh kelembutan (to tenderly care). Dengan demikian, itulah yang Tuhan kehendaki Anda lakukan kepada suami dan istri Anda. Yakni menyediakan gizi emosional - cinta kasih - serta memperlakukan dan menyayangi pasangan hidup Anda dengan penuh kelembutan.

Sebagaimana telah dibahas di atas, menghargai setidak-tidaknya merupakan langkah awal, atau lebih tepat lagi, tindakan nyata dari mengasihi. Ada beberapa hal yang dapat disarankan untuk mewujudkan penghargaan Anda kepada suami dan istri Anda:

Pertama, gunakan pelbagai kesempatan untuk mengungkapkan kepadanya bahwa Anda bersyukur sebab Tuhan telah memberikan dia sebagai suami atau istri Anda. Dengan kata lain, kehadiran pasangan Anda bukan saja Anda inginkan, melainkan juga Anda hargai. Dia begitu bernilai bagi Anda sehingga Anda bersyukur bahwa dia berada di dalam hidup Anda. Anda dapat menunjukkan penghargaan Anda melalui ucapan terima kasih, sentuhan lembut, tatapan sayang atau melakukan sesuatu yang disukainya. Di sini berlaku prinsip: mulai dengan terima kasih, berakhir dengan menerima kasih. Mulai dengan tidak tahu berterima kasih, berakhir dengan tidak ada kasih.

Kedua, bersikaplah lemah lembut. Perlakuan kasar bukan saja meninggalkan luka pada si penerimanya, melainkan juga merobek penghargaan Anda terhadapnya. Perhatikan prinsip yang berlaku di sini: semakin halus Anda memperlakukannya, semakin bernilai dia di hadapan Anda. Semakin kasar Anda memperlakukannya, semakin rendah dia di mata Anda. Upayakan supaya jangan sampai Anda melanggar batas kepatutan dalam mengumbar emosi Anda. Bagaimanapun juga perlakuan Anda akan mempengaruhi penilaian Anda terhadap pasangan Anda.

Ketiga, sebisa mungkin, utamakan kepentingan pasangan Anda di atas kepentingan lain atau orang lain. Cinta terungkap dengan jelas dalam wadah perbandingan, yakni bagaimana Anda memperlakukan pasangan Anda bila dibandingkan dengan bagaimana Anda memperlakukan orang lain. Siapa atau apa yang Anda dahulukan mencerminkan siapa atau apa yang penting bagi Anda. Dalam hal ini, perbuatan berbicara jauh lebih keras dari ucapan. Jadi, ucapan cinta Anda mesti didukung oleh perbuatan Anda yang mendahulukannya dibanding orang lain. Bila itu tidak terjadi, pasangan Anda akan dengan segera tahu bahwa sesungguhnya ia tidaklah sepenting yang Anda katakan. Prinsip yang berlaku di sini: mengorbankan kepentingan sendiri, itulah cinta. Mengorbankan kepentingan pasangan Anda, itu berarti menomorduakannya.

Berterima kasih, bersikap lembut, maupun mendahulukan kepentingan pasangan Anda sebetulnya melambangkan penghargaan Anda terhadapnya. Semua itu merupakan wujud nyata ungkapan, "Engkau berharga bagiku!" Cinta tidak dapat lepas dari upaya membuat pasangan Anda merasakan bahwa ia bernilai bagi Anda. Ingatlah, bahwa barangsiapa menabur penghargaan, ia akan menuai cinta.

Sumber : Eunike by Paul Gunadi
Halaman :
1

Ikuti Kami