Kalimat Tabu Untuk Si Kecil

Parenting / 4 July 2008

Kalangan Sendiri

Kalimat Tabu Untuk Si Kecil

Purnama Sari Dewi Gultom Official Writer
4741

Bahasa bisa jadi salah satu sumber kekerasan terhadap anak. Perhatikan dan pilih betul kata-kata yang akan disampaikan kepada buah hati. Kalau emosi sedang memuncak, coba deh tinggalkan Si Kecil sejenak, tarik napas dalam-dalam, jalan-jalan atau minum air putih. Emosi pun akan turun dan kita jadi bisa berpikir lebih tenang. Setelah itu, baru ajak anak berkomunikasi. Berikut sejumlah kalimat tabu untuk dilontarkan pada si buah hati.

1. "Gara-gara kamu, Ayah dan Ibu jadi pisah."

Tak seorang anak pun bisa dijadikan alasan perceraian orang tuanya. Seorang anak tak selayaknya menanggung beban yang sedemikian berat. Meski hal itu benar adanya dan disampaikan dengan halus, tetap saja anak akan merasa sangat bersalah. "Seandainya saya tak nakal, pasti Ayah dan Ibu enggak pisah," begitu yang seringkali timbul di benaknya.

2. "Kalau enggak berhenti menangis, Ibu tinggal kamu di sini!"

\"\"Ketakutan terbesar dari seorang anak adalah berpisah atau ditinggalkan sendirian. Apalagi oleh orang tuanya. Mengancam dengan tujuan anak mau menuruti perintah dan berhenti melakukan suatu tindakan, jelas tidak bijak. Lebih bijaksana jika memberinya pilihan. Misalnya, "Sayang, jika kamu tetap saja berteriak-teriak seperti itu, lebih baik kita pulang saja, ya. Ibu baru mau meneruskan belanja kalau kamu berhenti berteriak-teriak. Kamu mau pilih yang mana?" Alternatif lain adalah dengan mengalihkan perhatian anak atau menghentikan kegiatan untuk sementara. Siapa tahu, Anda atau Si Kecil memang sudah capek.

3. "Mestinya kamu malu pada diri sendiri."

Rasa bersalah akan segera menyergap anak jika kita mengucapkan kalimat seperti itu. Sementara, orang tua justru yakin, kalau anak merasa bersalah, ia pasti bakal mengubah kelakuan dan jadi menurut. Memang, rasa bersalah atau rasa malu bisa membuat seseorang, termasuk anak, mengubah perilakunya sesuai yang diharapkan. Namun, jangan salah. Pada saat yang sama, ia juga akan merasa dirinya sebagai pecundang. "Saya memang anak nakal, tak bisa bikin orang tua senang," "Saya selalu salah," dan sebagainya. Ujung-ujungnya, rasa percaya diri anak menurun drastis.

4. "Kami tak pernah mengharapkan kamu."

"Menyesal rasanya Ibu melahirkan kamu! Kalau tahu kamu bakal senakal ini lebih baik kamu tak lahir saja." Kalimat seperti ini sungguh tak bisa diampuni. Tak peduli apa kesalahan anak atau selembut apa pun disampaikan, tetap saja tak dibenarkan untuk dilontarkan. Sebab, hanya menunjukkan ada yang tak beres dalam hubungan orang tua dan anak. Jika ini yang terjadi, segera cari tahu apa yang salah dalam hubungan dengan si kecil. Kalau perlu, segera minta bantuan ahli.

5. "Kenapa sih enggak bisa seperti adikmu?"

\"\"Saat orang tua membandingkan anak dengan saudaranya, berarti salah satu di antaranya dianggap kurang. Kalimat ini membawa pesan ia tak lebih pandai, tak lebih baik dan tak lebih cakap dibanding saudaranya. Kalimat, "Kamu memang tak seperti kakakmu," akan membuatnya merasa dikucilkan dan bisa berdampak hingga ia dewasa. Membanding-bandingkan antara saudara juga akan menciptakan persaingan tak sehat di antara mereka. Alhasil, mereka jadi "hobi" bertikai dan akhirnya merusak hubungan antar anak. Terimalah setiap anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ingat, tiap anak adalah individu unik.

6. "Pokoknya lakukan seperti kata Ibu!"

Kalimat ini membawa pesan, "Kamu kan anak kecil, tahu apa sih? Ibu kan lebih tahu dan lebih pintar. Tugas Ibu adalah memberi tahu dan tugas kamu adalah mematuhi apa yang Ibu katakan!" Kalimat ini akan menciptakan kebencian pada diri anak. Lain halnya jika disampaikan dalam bentuk yang bisa mengundang empati anak, semisal, "Ibu benar-benar capek, Sayang."

7. "Sini, biar Ibu yang bikinin."

"Sini, biar Mama yang kerjakan," "Kali ini, Ibu mau bantu kamu." Jika kalimat-kalimat itu selalu dilontarkaan setiap kali anak mendapat kesulitan, sama artinya dengan menciptakan rasa tak berdaya atau tak mampu dalam diri Si Kecil. Cara ini juga membuka peluang bagi anak untuk melakukan hal yang sama di masa depan. Kalau cuma dilakukan sekali sih, tak masalah. Tapi dua kali, berarti pola sudah tercipta. Tiga kali dan seterusnya? Berarti Anda sudah menciptakan pekerjaan baru bagi diri sendiri.

Sumber : kompas.com
Halaman :
1

Ikuti Kami