Ir. Jacobus B. Wiryawan - Mengolah Kehilangan Menjadi Kekuatan

Entrepreneurship / 23 March 2008

Kalangan Sendiri

Ir. Jacobus B. Wiryawan - Mengolah Kehilangan Menjadi Kekuatan

Lestari99 Official Writer
10528

Taman doa yang terletak di sisi utara GKI Gejayan, Yogyakarta itu terlihat sangat bersahaja. Dibangun di atas tanah seluas 200 m² saja. Namun ditata dengan cantik. Di pintu masuk, pergola kokoh yang atasnya ditumbuhi bunga berwarna-warni menyambut pengunjung. Hamparan rumput hijau, sangat menyegarkan mata. Di samping kanan dan kiri, terdapat bangku-bangku terbuat dari semen yang dinaungi pohon rimbun. Setiap hari Minggu, beberapa jemaat sebelum masuk gedung untuk mengikuti kebaktian menyempatkan diri mampir sejenak berdoa di taman.

PALING BERKESAN

Taman doa itu merupakan karya yang paling mengesankan buat sang arsitek. Ada cerita unik di baliknya. Ketika itu GKI Gejayan hendak membangun gedung gereja. Apa daya, tersandung perizinan. Tanah "nganggur" itu mengusik Ir. Jacobus B. Wiryawan. "Bagaimana saya harus membuat tanah itu menjadi lebih bermanfaat?" Pertanyaan itu terus menggoda daya kreatifnya. Akhirnya, datanglah inspirasi itu. "Sepanjang saya baca Alkitab, rasanya saya tidak menemukan Yesus berdoa di bait Allah. Ia berdoa di taman Getsemane. Lagipula, saya melihat selama ini suasana gereja tidak mendukung orang untuk berdoa. Gereja selalu penuh orang. Lalu saya mengusulkan tanah terbengkalai itu dimanfaatkan menjadi taman doa," kisah pria kelahiran Salatiga, 56 tahun lalu itu.

Tak hanya taman doa. "Sidik jari" arsitek ternama di Yogyakarta itu tersebar di seluruh penjuru kota. Karyanya mewujud dalam RS Panti Rapih, Bethesda, Pasca Sarjana UGM, gedung kuliah dan wisma mahasiswa Magister Manajemen UGM, STIE YKPN, Universitas Kristen Duta Wacana, Universitas Sanata Dharma, SMA De Britto, Wisma KAGAMA, GKI Gejayan dan lain-lain. "Banyak sekali, sampai saya tidak ingat lagi," ujar pianis gereja yang andal itu.

TOTAL DALAM PELAYANAN

Ia lalu berkisah tentang keterlibatannya dalam pembangunan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW). Sejak awal didirikan tahun 1985 hingga sekarang. Ketika itu UKDW hanya punya modal Rp.2 juta. "Untuk membangun WC dan kamar mandi buat mahasiswa saja, uang segitu tidak cukup. Apalagi untuk membangun universitas," kenang Jacob tergelak. Bersama dengan Pdt. Rudi Budiman, yang kala itu menjadi dosen STT Yogyakarta, ia membuat proposal untuk mencari donasi awal. "Proposal seharga Rp 40 juta itu konsepnya sangat sederhana. Pokoknya ada ruang kelas, bangku, kamar mandi dan WC. Itu saja," tutur penggemar buku itu. Jadilah, Jacob muda yang kala itu masih berusia 34 tahun dan sudah bergabung sebagai dosen Fakultas Teknik Arsitektur, berkeliling dari kota ke kota untuk mengadakan malam dana.

Kami lalu disuruh pulang membuat proposal yang lebih serius. Dan, Pak Radius mengenalkan kami pada teman-teman pengusaha, relasinya," ujar Jacob yang dikenal selalu serius dan total dalam segala hal. Hasilnya, terkumpullah dana untuk membangun gedung pertama UKDW. Sampai hari ini, Jacob terus "bergerilya" mencari donasi untuk berlangsungnya aktivitas pendidikan di UKDW. Ia bahkan berani klaim, pembangunan gedung-gedung di UKDW tak sedikit pun menyentuh uang mahasiswa. Murni, karena donasi dari berbagai pihak.

ESTHER, SANG PENOPANG

Di belakang laki-laki sukses, selalu ada perempuan kuat. Pepatah itu juga mewujud dalam hidup Jacob. Adalah Esther Siany Sulistio, sang isteri yang mampu membagi prioritas hidupnya secara seimbang. Sebagai seorang pribadi yang wajib mengembangkan talenta, ia berkarya sebagai dokter gigi di RS Bethesda, Yogyakarta. Tapi hanya cukup praktek sampai jam 14.00 WIB. Setelah itu, ia membantu suami mengurusi Computa. Sore dan hari Minggu ia menyediakan dirinya untuk mengurus keluarga dan pelayanan di gereja. Pasangan yang kompak. Punya visi sama. Punya ketertarikan di dunia pendidikan dan punya hati penuh kasih. Pun dalam mendidik anak-anak. Mereka sepakat: tak ada keinginan muluk, selain membawa ketiga putra mereka dekat pada Tuhan. Tak hanya lewat ucapan, tetapi melalui perbuatan. Jadilah Marlene Wiryawan (28), Devina Wiryawan (26) dan Gerry Wiryawan (18) tumbuh menjadi insan yang takut akan Tuhan.

KEHILANGAN YANG MENJADI KEKUATAN

Goncangan besar terjadi pada Oktober 2004. Esther divonis terkena kanker kelenjar thymus yang letaknya di dekat paru-paru. Saat itu sudah stadium 3B, mendekati 4. Dokter bahkan memvonis usianya tinggal 6 bulan saja. Tetapi, siapalah tahu umur manusia. Tuhan memberi kesempatan Esther mendampingi dua gadisnya menikah. Si sulung Marlene, tahun 2005 dan Devina, 2007. Bahkan, sempat menimang cucu pertama dari Marlene. Kejadian itu membawa perubahan besar di keluarga Jacob. "Kehidupan iman kami diperbaharui. Hidup kami hanya penuh iman. Karena kami tidak tahu lagi harus berbuat apa. Secara manusia sudah berusaha secara maksimal dengan berobat ke Singapura. Tetapi dokter di sana pun menyerah," tutur Jacob pedih. Selama tiga tahun terakhir, setiap pagi dan malam hari, Jacob beserta seluruh keluarganya bersekutu menyembah Tuhan. Ada kepasrahan. Namun, ada pula pengharapan.

Yang mengagumkan, dalam kondisi sakit parah, Esther masih punya semangat hidup. Bahkan, masih memikirkan penderitaan orang lain. "Jika mendengar ada teman atau sesama jemaat yang sakit, ia berdoa dan mensupport secara finansial. Padahal, kondisinya sendiri sedang menderita," kenang Devina dengan suara tercekat.Setelah berjuang melawan kanker selama tiga tahun, akhirnya Esther dipanggil Tuhan, 22 Oktober 2007. Tepat 20 hari setelah merayakan 30 tahun usia pernikahan. Jacob kehilangan figur istri yang selalu menjadi menopang. Anak-anak kehilangan figur ibu yang mengasihi dan selalu menyediakan telinga untuk mendengar keluh kesah anaknya.Tetapi life must go on. Tuhan sudah mempercayakan banyak hal pada kehidupan Jacob. Maka, peristiwa kehilangan itu harus diolah menjadi kekuatan, karena banyak tugas di dunia yang harus diselesaikan.

Halaman :
1

Ikuti Kami