Kadang-kadang sedikit gurauan sarkasme tentang pasangan yang kita anggap sebagai bahan bercanda, ditanggapi berbeda olehnya. Walaupun kita tidak berniat menyakiti hatinya, tapi sarkasme itu menyakitinya. Sarkasme dapat melemahkan hubungan mereka.
Saat pasangan suami istri berkomunikasi, mereka bisa mempelajari banyak informasi tentang satu sama lain. Pikirkan tentang percakapan yang intim dengan pasangan anda, percakapan dari hati ke hati. Mungkin anda menceritakan tentang impian dan tujuan hidup anda. Jika anda merasa aman, anda mungkin juga menceritakan tentang ketakutan anda. Seiiring dengan perasaan-perasaan pribadi ini diekspresikan, anda dan pasanga dapat bergerak ke level keintiman yang lebih dalam. Bagaimanapun juga, jika pengetahuan tentang hal-hal pribadi ini tidak disikapi dengan hati-hati, kehancuran hubungan bisa saja terjadi. Istri saya, Erin dan saya mengalaminya baru-baru ini.
Beberapa minggu lalu, Erin dan saya pergi makan malam berdua. Saat itu Erin menceritakan betapa lelahnya dia saat harus berinteraksi dengan putri kami yang berusia 2 tahun sepanjang hari. "Kadang-kadang aku merasa kehilangan pikiranku...". Kami lalu menertawakan tentang kenyataan bahwa kadang menjadi orang tua memang membuat frustasi, dan kadang membuat Erin bisa disebut sebagai "mama yang gila". Dalam perjalanan pulang, sesuatu terjadi yang menyebabka Erin kehilangan kepercayaan kepada saya. Kami berargumentasi mengenai isu yang sensitif saat saya berusaha membuat komentar yang lucu. Saya katakan bahwa argumentasi itu adalah kesalahannya karena dia tidak masuk akal. "Ingat waktu makan malam?" saya mulai melontarkan sarkasme, "Kamu sudah mengakui bahwa kadang-kadang kamu kehilangn pikiranmu!"
Tapi sebenarnya, komentar saya tidaklah lucu. Malah itu memperlemah hubungan di antara kami. I tengah-tengah argumentasi itu, saya menggunakan sesuatu yang dia ceritakan selama percakapan intim malam itu untuk melawan dia.
Efek yang berbahaya dari menggunakan informasi yang sensitif sebagai amunisi
Melalui pengalaman-pengalaman intim sebagai sahabat, kita bisa mempelajari hal-hal baru tentang pasangan kita. Namun jika kita tidak hati-hati, kita bisa menggunakannya saat kita merasa kita berdiri sebagai "musuh" pasangan kita. Tapi bahaya atau akibat negatif dari menggunakan pengetahuan itu sebagai amunisi juga setimpal. Siapa yang akan membagi informasi yang pribadi dan rahasia jika itu akan digunakan untuk melawan mereka jika terjadi konflik?
Tragedi yang nyata dari tindakan itu adalah, kepercayaan yang sudah terbangun menjadi terkoyak, padahal kepercayaan itu sangat vital dan dibutuhkan untuk komunikasi yang terbuka antara suami dan istri. Dalam sekejap saja, rasa aman yang merupakan dasar dari ekspresi terdalam seseorang bisa hancur. Dan dibutuhkan usaha yang keras dan konsisten untuk bisa membangun kembali kepercayaan yang sudah koyak karena sarkasme itu, seperti yang saya lakukan terhadap Erin. Alasannya sederhana.
Setelah badai salju, pernahkah anda mencoba berjalan di atas permukaan es yang membeku? Atau setelah hujan deras, pernahkah anda mencoba berjalan di atas permukaan lantai dekat halaman yang licin? Meskipun itu mungkin, tapi akan selalu ada ketakutan bahwa anda mungkin akan terpeleset dan jatuh. Apa yang gagal disadari oleh banyak pasangan adalah bahwa tidak adanya rasa aman dalam komunikasi itu ibarat menghukum seseorang untuk berjalan di permukaan yang licin. Pasangan anda tidak pernah bebas dan merasa santai karena dia akan terus berjuang keras untuk menjaga langkahnya.
Untuk melindungi komunikasi yang intim, kita perlu membuat keputusan bahwa perasaan dan percakapan yang pribadi tidak akan digunakan sebagai amunisi atau senjata saat kita mengalami konflik. Perlindungan ini membantu untuk membangun kepercayaan dan rasa aman yang dibutuhkan untuk keintiman yang dalam.
Sumber : crosswalk