Jeevan dan Sate Ayam

Parenting / 14 November 2007

Kalangan Sendiri

Jeevan dan Sate Ayam

prisca Official Writer
4142

Semalam Tuhan memakai sate ayam untuk membuka hatiku ; seberapa dalam aku mencintai anakku.

Kemarin, selama bekerja aku dipenuhi dengan sukacita. Kedua tamuku yang datang akhirnya terlibat dalam pembicaraan soal Tuhan. Aku bersukacita bisa menyampaikan arti perbedaan soal antara ; "TAHU Tuhan dan KENAL Tuhan". Aku bersukacita Tuhan mau menyampaikan firmanNya kepada kedua tamuku itu dan boleh berdoa bersama.

Begitu penuhnya sukacitaku, sehingga yang keluar dari mulutku hanyalah nyanyi-nyanyian sepanjang hari. Bahkan aku juga bisa ikut larut dalam sukacita ketika temanku boleh mendapat ganti mobil fasilitas kantor. Dari Timor diganti dengan Panther Touring.

Aku lalu bisa mendapat kesempatan pulang bersama dengan temanku itu, merasakan mobil barunya. Dalam perjalanan pulangpun aku bisa melihat bagaimana kerja Tuhan memulihkan hubungan temanku dengan istrinya. Yang sehari sebelumnya mereka ribut besar, dan aku dilibatkan Tuhan untuk memulihkan hubungan mereka. Malam itu mereka mulai saling berbicara.

Puji Tuhan!

Tidakkah teman-teman bisa merasakan pada hari itu aku betul-betul diliputi sukacita ?

Namun... mendadak di tengah perjalanan aku dihinggapi perasaan lapar yang luarbiasa.Rasanya karena begitu laparnya, serasa aku bisa memakan 1 kuda sekaligus! Lapar sekali! Ditambah macetnya lalulintas. Lalu tidak disangka istriku telp, memberi kabar bahwa Jeevan (anakku yang pertama, 9 tahun) minta sate ayam. Istriku mau keluar bareng dia untuk beli sate, apakah aku juga mau dibelikan sate ? Aku dengan sigap menjawab : YA ! Aku bilang : aku laparrr berat !

Singkat cerita : tibalah aku di rumah. Istriku dan Jeevan belum pulang. Aku disambut Tira dan Cathleen, anakku yang ke 2 (7 thn) dan ke 3 (2 thn). Selesai cuci muka dan ganti baju, istriku dan Jeevan datang. Waduh... harumnya sate membuat aku seperti kuda lepas kandang, langsung sikat makan.

Aku makan dengan lahap. Sementara Jeevan-pun makan dengan lahap. Bedanya : Jeevan makan sate tidak dengan nasi. Jadi Jeevan bolak-balik ambil sate. Aku mendadak menjadi sedikit kesal,  karena hatiku berkata : waduh, nanti aku tidak kebagian sate yang banyak

Dengan "otoritas" sebagai ayah, plus gengsi seorang ayah, maka yang terlontar dari mulutku adalah : "Jeevan, kamu harus makan satenya pakai nasi ! Karena kamu masih tumbuh, perlu banyak nasi ! Bagaimana kamu bisa tidur dengan nyenyak bila perut masih lapar ? Makan sate tanpa nasi gak mungkin bikin kenyang !" Jawab Jeevan : "Aku sudah makan 'pa !" Lalu dilanjut lagi dia terus bolak-balik ambil sate. Dan aku terus menahan "gondok" melihat dia makan sate sambil menghitung sate yang sudah dimakannya " tujuh ... delapan ... sembilan..." sementara aku jadi makin senewen membayangkan berapa sisa sate yang bisa aku makan .....

Beberapa kali kembali aku menegur Jeevan agar makan sate dengan nasi. Dan Jeevan tetap bertahan dengan jawabannya bahwa dia sudah makan nasi. Jawaban Jeevan-pun tetap aku balas bahwa tidak mungkin makan sate tanpa nasi. Sehingga suasana seperti orang ribut. Tapi yang pasti, suara yang paling keras adalah aku ...

Setelah makan selesai, sate tersisa cukup banyak, tapi karena gengsi, aku tidak mau makan lagi. Selesai cuci tangan, aku masuk kamar, mau merebahkan diri. Saat itulah Tuhan berbicara padaku agar aku minta maaf pada Jeevan karena sudah marah-marah padanya. Suara itu begitu keras! Hatiku seperti penuh dengan gemuruh. Istriku masuk mau ngobrol-ngobrol seperti biasa, tapi aku potong "tunggu, aku mau ke kamar anak-anak ...". Aku tidak kuasa menahan perintahNya untuk menemui Jeevan .

Di kamar, Jeevan dan Tira sudah siap tidur. Aku tanyakan apakah mereka sudah berdoa ? Mereka jawab," sudah". Lalu sambil memegang kaki Jeevan, aku berkata "Mas... Papa minta maaf ya tadi sudah marah-marah." Jeevan mengangguk.

Tapi pada saat itu arah pembicaraanku meminta maaf tetap pada topik bahwa memang yang betul adalah makan sate-nya tadi pakai nasi! Jeevan tetap salah! Dan Jeevan-pun tetap mengangguk mengerti! Oh... pada saat itu Tuhan kembali berbicara keras padaku agar jujur pada Jeevan apa yang sebenarnya membuat aku marah-marah tadi!

SuaraNya begitu keras!

Aku kembali tidak mampu mengelak. Akhirnya akupun kembali minta maaf, mengakui sesungguhnya tadi aku marah-marah karena ketakutan sate-nya dihabisin sama Jeevan! Papa kelaparan!

Ah ... leganya aku melontarkan pengakuan itu. Tapi, rupanya Tuhan belum berhenti sampai disitu ! Message-Nya belum disampaikan kepadaku ! Aku menunggu ... sampai akhirnya : Tira senyum-senyum melihat pengakuanku. Jeevan-pun menjawab : "Ya pa..."

Lalu dilanjut dengan " "Tapi, gak mungkinlah satenya aku habisin 'pa ..", "Kenapa gak mungkin ?" tanyaku. Dijawab Jeevan dengan kalimat yang sama : ya gak mungkinlah ...

Akupun mengulang pertanyaan : kenapa gak mungkin ? Akhirnya dijawab oleh Jeevan :

"Gak mungkinlah 'pa aku habisin. Kan aku tahu yang lain belum makan, masa aku habisin ?"

Dar!!

Hatiku serasa ditembak sesuatu! Aku langsung dibukakan oleh Tuhan :

bahwa aku BELUM KENAL anakku sendiri ! Aku BELUM PERCAYA pada Jeevan bahwa dia juga mengetahui bahwa papa-nya belum makan sate yang cukup ! Kemana saja aku selama ini ??

Bagaimana aku bisa mengatakan percaya pada Tuhan Yesus, bila aku sendiri belum mengenal dan belum percaya sepenuhnya pada anak-anakku sendiri bahwa mereka juga mengasihi dan memelihara aku ?

Betapa sombongnya aku selama ini !

Bahwa aku yang selalu merasa bahwa akulah yang mengasihi dan memelihara anak-anakku ! Ternyata merekapun berbuat hal yang sama ke dalam kehidupanku dengan cara yang berbeda, cara Allah, Tuhanku, Yesusku ...

Haleluya... aku menjadi kenal Jeevan melalu sate ayam..

Tuhanku Yesusku ajaib !!

 

by : Benny Dewanto

Halaman :
1

Ikuti Kami