Suamiku Mandul

Marriage / 13 September 2007

Kalangan Sendiri

Suamiku Mandul

prisca Official Writer
9464

Seseorang yang memutuskan untuk berumah tangga, pasti mendambakan kehadiran seorang anak. Begitu juga dengan Anda. Namun, setelah menunggu sekian lama, si buah hati tak mau juga datang. Lalu, vonis pun datang: pasangan Anda ternyata mandul. Anda pun panik, menangis, dan menyesal. Tapi ingat, hidup belum selesai.

Bersabarlah. Tak perlu emosi. Terimalah apa adanya pasangan Anda. Pada saat seperti itu, tak selayaknya jika Anda marah-marah atau menyudutkan pasangan Anda. Kalau perlu besarkan dan kuatkan hatinya. Perlu Anda ketahui, vonis mandul itu sangat menyakiti hatinya. Pasangan Anda sangat terpukul. Memang, perasaan Anda juga sesak menerima kenyataan itu. Tapi beban yang dia tanggung pasti lebih berat.

Secara medis, kemandulan memang dapat diketahui berdasarkan pemeriksaan intensif dengan alat-alat canggih. Tapi jika seseorang sudah dinyatakan mandul, tak berarti selamanya akan mandul. Adakalanya seseorang sudah dinyatakan mandul, ternyata bisa mendapatkan keturunan. Dan inilah bukti nyata bahwa kemandulan tak semuanya mandul bersifat permanen. Dengan demikian, meskipun pasangan Anda dinyatakan mandul, Anda berdua tetap layak berharap. Jangan putus asa. Tetaplah berusaha dan setia berdoa kepada Tuhan.

Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia memang Anda punya hak untuk menceraikan pasangan Anda, kemudian menikah lagi. Persoalannya, jika Anda masih mencintai dia, kawin lagi tentu jadi beban psikologis bagi Anda. Perlu diingat jika secara psikologis Anda tak siap, namun Anda memaksakan diri untuk menikah lagi, boleh jadi akan ada gangguan pada diri Anda. Sangat mungkin Anda kembali gagal mempunyai anak, meski sudah ganti pasangan. Namun yang jelas, pilihan Anda dengan menceraikan pasangan Anda, tentu sangat salah.

Banyak pasangan sering putus asa jika tak kunjung mempunyai momongan. Tak jarang pula istri yang selalu menjadi korban; selalu disalahkan jika belum ada tanda-tanda kehamilan. Padahal risiko gangguan untuk dapat mempunyai anak, paling besar justru berada di pihak laki-laki. Meski begitu, jangan saling menyalahkan. Apalagi jika vonis mandul sudah keluar dari mulut dokter. Berdoa justru lebih banyak manfaatnya ketimbang Anda berdua bertengkar, dan saling menyalahkan. Berpuluh-puluh, bahkan beratus kali pertengkaran takkan mampu menghadirkan seorang bayi di pangkuan Anda.

Beberapa kesan buruk mungkin timbul akibat masalah 'kemandulan'. Kesan-kesan buruk ini mungkin melibatkan aspek-aspek sosial, psikologi, keutuhan perkawinan dan hubungan seks. Dari segi sosial, 'kemandulan' merupakan satu pukulan hebat terhadap pasangan suami isteri. Karena salah satu tujuan hidup perkawinan Anda tak tercapai. Mungkin saja masyarakat, khususnya kawan-kawan Anda akan memandang rendah. Misalnya, Anda sebagai lelaki dianggap tak mampu menunjukkan 'kejantanan' Anda. Atau Anda seorang perempuan, tak bisa membuktikan sebagai seorang perempuan yang sempurna. Itu memang pendapat umum masyarakat menyikapi kemandulan. Tapi, Anda jangan sampai merasa rendah diri atau mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat. Biarkan saja omongan-omongan miring yang mungkin Anda dengar. Toh lambat laun mereka akan bosan. Yang penting bagi Anda berdua, tetaplah pupuk rasa kasih dan sayang.

Ingatlah, kemandulan bukan akhir dari segalanya. Bukankah memperoleh keturunan tidak menjadi satu-satunya tujuan Anda membina mahligai perkawinan? Masih ada hal lain yang juga tak kalah berharga, yakni: cinta Anda berdua. Bukankah kasih, sayang, dan cinta yang telah mempersatukan Anda. Jadi nikmati saja karunia Tuhan itu. Berbahagialah dalam cinta. Jangan sampai hanya karena belum ada tangis bayi di rumah, cinta Anda berdua pudar. Isilah kehidupan rumah tangga Anda dengan cinta.

Anda bersedih? Itu sikap yang wajar. Namun Anda tak perlu terlalu larut dalam suasana yang menyesakkan itu. Berpikirlah cepat, tak perlu menyesali diri. Pikirkanlah alternatif untuk segera mengadopsi anak. Adopsilah secara hukum. Syukur yang Anda angkat adalah keponakan Anda atau keponakan istri atau saudara Anda lainnya. Proses ini tentu atas kesepakatan bersama pasangan Anda dan keluarga. Anak angkat ini akan menjadi penerus keturunan dan sebaiknya diadopsi sejak balita. Jika tak ada keponakan atau keluarga yang siap diadopsi, sebenarnya dapat mengangkat anak dari keluarga lain atau siapa saja asalkan telah menjadi keputusan keluarga Anda.

Halaman :
1

Ikuti Kami