Keluarga Commuting
Fifi Official Writer
Anda tinggal jauh dari tempat kerja? Tak punya waktu buat keluarga serta lelah dan jenuh di perjalanan, pasti menjadi bagian dari hidup anda sehari-hari. Bagaimana menyikapi keadaan ini secara positif?
Saat ini keluarga dengan pasangan yang sama-sama bekerja dan tempat kerja yang jauh sudah bukan hal yang luar biasa. Pagi-pagi sekali sebelum ke tempat kerja masih harus mengantar anak sekolah, pulang dari kantor masih harus menjemput anak dan menghadapi kemacetan, belum lagi harus memikirkan alternatif lain jika harus lembur. Sungguh sebuah kehidupan unik yang dialami sebagian besar keluarga muda saat ini. Jika anda mengalaminya, pasti ada juga rasa kesal dan jenuh. Lalu, bagaimana mencari solusi agar bisa keluar dari rasa kesal dan jenuh ini?
Istri harus tinggal di rumah?Pasangan muda pasti punya pertimbangan memilih lokasi rumah di pinggir kota. Umumnya, karena keterbatasan dana, atau karena ingin mandiri dan tinggal di lingkungan yang hijau. Ada yang terlanjur cinta kawasan rumahnya, atau, rumah yang sekarang dekat dengan rumah mertua dan orang tua.
Fenomena tempat tinggal yang jauh dari tempat kerja ini dibarengi pula dengan besarnya jumlah ibu yang bekerja. Di Indonesia, pada tahun 1996 tercatat sekitar 37,7% wanita ikut menggulirkan roda perekonomian di perkotaan. Ini menurut catatan kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dalam Profil kedudukan dan Peranan Wanita Indonesia terbitan 1997. Lalu, dengan keterlibatan ibu di luar rumah, bagaimana dengan keluarganya? Beberapa keluarga mengatasi masalah minimnya waktu bagi keluarga dengan mendorong istri berhenti bekerja. Apakah ini sebuah jalan keluar?
Dra. Yudiana Ratnasari , psikolog klinis dari Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, tidak sepakat dengan hal ini. Ia justru menilai kondisi keluarga pelaju ini secara positif. Karena, menurutnya, perempuan masa kini membutuhkan sarana untuk mengaplikasikan pendidikan tinggi yang mereka raih. Penelitian juga menunjukkan, ibu yang bekerja memberi dampak positif bagi anak-anaknya. Pernyataan ini didukung oleh Eileen Rachman , Direktur EXPERD, sebuah lembaga Sumber Daya Manusia. Ia menggarisbawahi kecilnya kemungkinan keluarga masa kini hidup dari single bread winner (baca: gaji suami).
Menjalani saat-saat Jenuh Yudiana sangat optimis para pasangan muda sekarang cukup komunikatif dalam mengelola masalah mereka. "Mereka tahu apa yang mereka mau. Saling mengungkapkan keinginan dan tahu kapan harus melakukan kompromi," kata dosen psikologi, ibu tiga anak yang juga bagian dari keluarga pelaju ini. Keadaan ini akan mempermudah pemecahan masalah di dalam keluarga pelaju ini.
Berdasarkan studinya mengenai kebiasaan para pelaju, Patricia Mokhtarian , profesor di bidang teknik sipil dan lingkungan di University of California , Amerika Serikat, menyatakan bahwa saat berangkat atau pulang kantor merupakan zona pribadi yang biasanya dinikmati dengan mendengarkan musik, membaca atau mengobrol dengan pasangan ataupun anak ketika bersama berangkat ke sekolah, berangkat kerja dan juga pulang kerja. Jadi, menurutnya, perjalanan jauh itu justru bermanfaat bagi sebuah keluarga.
Anak, korban keluarga pelaju? Tinggal di pinggiran kota tidak selalu nyaman. Kemacetan kian parah. Tak cuma soal proyek pembangunan jalan yang membuat waktu tempuh kantor-rumah jadi dua kali lipat, namun juga jumlah para pelaju cukup besar. Berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1995 dari Biro Pusat Statistik, terjadi perpindahan sebanyak 356,7 ribu penduduk Jakarta ke wilayah Botabek (Bogor-Tangerang-Bekasi). Sebagian besar dari para penduduk ini tinggal di Botabek namun beraktivitas di Jakarta.
Lamanya waktu perjalanan dari dan ke kantor membuat waktu untuk anak jadi sedikit. Tepatkah bila dikatakan anak korban pilihan Anda berdua untuk bekerja dan tinggal di pinggiran kota? Untuk memahami apa yang dialami anak, orang tua memang perlu mengetahui kebutuhannya. Menurut Yudiana, pada dasarnya anak membutuhkan rasa aman. Melalui rutinitasnya sehari-hari akan terbentuk rasa aman tersebut. Jika rasa amannya terusik, misalnya, anak-anak biasanya dititipkan ke rumah nenek kemudian karena harus sekolah jadi tidak dititipkan lagi, ini dapat membuat anak tidak merasa aman dan jadi rewel. Untuk itu, anak perlu dipersiapkan menghadapi rutinitas baru ketika terjadi perubahan.
Pentingnya kuantitas dan kualitas waktu Waktu untuk anak adalah sebuah keharusan. Ada beberapa alternatif dalam hal ini, saat bekerja misalnya, pasangan dapat menitipkan orang tua di rumah mertua atau orang tua, bisa juga dengan menyewa pengasuh untuk anak. Selain itu, pasangan dapat mengoptimalkan waktu akhir pekan, dan ketika menjemput si kecil di rumah orang tua, pasangan dapat bermain dengan buah hatinya dulu. Ketika tiba di rumah, meski sudah cukup larut, gunakan waktu bersama anak sampai dia tertidur. Pandai-pandai memanfaatkan waktu semaksimal mungkin tampaknya memang kunci bagi kualitas waktu untuk anak keluarga pelaju
Profesional di kantor dan di rumah Agar suasana di rumah dan di kantor oke, satu hal yang anda perlukan adalah pengelolaan diri. Menurut Eileen Rachman, sikap profesional sangat diperlukan dalam pengelolaan diri di rumah maupun di kantor. Seorang ibu, menurut Eileen, harus tahu bagaimana memberikan waktu secukupnya yang diperlukan anak dan kasih sayang sebanyak yang diperlukan anak. Namun ia juga harus menjalankan profesinya secara profesional. Meski menjalankan dua peran sekaligus pasti memiliki kekurangan, namun keduanya perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Eileen mengkritik sikap ibu bekerja yang cengeng. Misalnya, enggan mengerjakan suatu tugas kantor karena alasan kondisi di rumah yang terbengkalai (namun, sebenarnya, lebih karena ketidakterampilannya mengelola peran)
.
Bagaimana sikap orang tua yang profesional? Eileen mengungkap pentingnya orang tua menguasai network keluarga maupun lingkungan. Orang tua perlu menentukan pada siapa dan mempertimbangkan sejauh mana keamanan anak bila dititipkan pada keluarga atau pengasuh. Misalnya, bila orang tua tidak bisa dititipi anak, maka bisa menitipkan si kecil pada tante jauh atau ibu yang senang anak kecil. Atau, bila harus merekrut pengasuh, perlu diketahui referensinya untuk alasan keamanan dibanding bila mendapatkan dari yayasan yang tidak diketahui asal-usulnya.
Tak cuma soal memberikan kualitas waktu bagi anak, profesionalitas ibu bekerja juga menyangkut pernak-pernik rumah tangga. Misalnya, apakah daftar belanja sudah lengkap sehingga tak sampai kehabisan barang? Apakah bisa mengelola keuangan agar belanja cukup? dan juga kemampuan mengelola waktu. Namun, menurut Eileen, apa pun bentuknya, kunci sukses berperan sebagai profesional di kantor dan sebagai orang tua di rumah mutlak di tangan anda. Meski sebagian besar waktu anda habiskan untuk bekerja dan dalam perjalanan, si kecil tetap dapat tumbuh sehat karena selalu merasakan kasih sayang anda.
Berbagai cara kontak dengan pasangan Daripada menggerutu ketika terjebak macet atau tak nyaman karena merasa kurang waktu untuk berkomunikasi dengan pasangan; berikut ini beberapa kiat dari Dra.Yudiana agar kuantitas dan kualitas komunikasi anda dan pasangan tetap terjaga:
- Manfaatkan kecanggihan alat komunikasi untuk berhubungan dengan pasangan. Ketika terjadi masalah, anda bisa langsung menghubunginya.
- Gunakan alur komunikasi secara lebih variatif. Ceritakan hal-hal lucu, tidak melulu soal anak, namun juga pengalaman di kantor, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan.
- Gunakan e-mail sebagai fasilitas komunikasi dengan pasangan. Berikan surprise pada pasangan dengan mem- forward cerita-cerita unik untuk dibahas selama perjalanan pulang.
- Perilaku yang berulang menjadikan hidup kita mekanistis, sehingga kehilangan bobot emosi. Buatlah variasi kegiatan. Misalnya, menonton film sepulang kantor, atau mendatangi tempat semasa pacaran.
Commuting family? Bisa asyik, bisa juga repot, pilihan di tangan anda.
Halaman :
1